Himbauan agar rakyat menggunakan hak pilihnya pada pemilu 2014 mendatang semakin gencar dilakukan oleh pemerintah dan KPU. Dimana-mana bertebaran baliho, spanduk, selebaran yang isinya menumbuhsuburkan sikap peduli dan kesadaran masyarakat akan pentingnya menggunakan hak suara.
Himbauan dimaksud semakin gencar dilakukan dengan harapan bisa menekan angka golput yang semakin hari semakin menunjukan peningkatan jumlahnya. Himbauan serupa sebelumnya sudah disampaikan oleh Presiden SBY dalam pidatonya di acara ulang tahun harian Rakyat Merdeka ke-14 di Hotel Mulia, Senayan, pada bulan Juni yang lalu.
“Jangan golput, karena rakyat yang memegang kedaulatan. Kedaulatan bukan hanya milik elit politik, milik insan pers, pengamat, tapi milik rakyat Indonesia,” Ujar Presiden ketika itu.
Pemilu yang berjalan lancar, aman dan sukses, adalah harapan semua orang, rakyat dipastikan tidak menginginkan adanya cacat dalam pelaksanaan pemilu itu, karena pemilu adalah merupakan wujud dari pelaksanaan kedaulatan rakyat yang kita agung-agungkan. Salah satu indikasi suksesnya sebuah pemilu adalah tingginya partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya.
Soal menggunakan hak pilih inilah yang menjadi masalah, karena out put dari pemilu itu sendiri dari tahun ketahun bukannya menghasilkan wakil rakyat yang terhormat tetapi malah sebaliknya melahirkan kelompok elite baru yang bergaya hidup hedonis, suka pelesiran keluar negeri dengan alasan studi banding, terlibat tindak pidana suap dan korupsi, dan suka memainkan anggaran untuk kepentingan kelompok atau diri sendiri.
Sejak awal reformasi tidak sedikit anggota Dewan yang digaruk oleh KPK, sepertiKasus Suap Alih Fungsi Hutan Lindung dan Pengadaan SKRT Dephut. Alih fungsi hutan lindung menjadi Pelabuhan Tanjung Api-api, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan ini telah menjerumuskan sebagian anggota Komisi IV DPR priode 2004-2009.
Pada saat yang sama anggota Komisi IV juga diduga telah menerima suap dari pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) Departemen Kehutanan dari bos PT Masaro Radiokom, Anggoro Widjojo. Maka berbondong-bondonglah mereka jadi pesakitan dipengadilan Tipikor seperti ; Yusuf Erwin Faishal, Azwar Chesputra, Hilman Indra, Fahri Andi Leluasa, Al Amin Nasution, dan Sarjan Tahir, rata-rata mereka dihukum 4 sampai 5 tahun penjara.
Sebelumnya untuk DPRD priode 1999 – 2004, dihebohkan oleh cerita Agus Chondro, mantan anggota DPR dari FPDIP ini membuka rahasia suap cek pelawat yang diberikan oleh Nunun Nurbaeti, terkait dengan pemenangan Miranda Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Kasus ini telah menjerat 39 anggota DPR.
Pada priode yang sama terjadi pula Kasus suap APBN Batam yang melibatkanSofyan Usman, anggota DPR periode 1999-2004 ini juga tersangka kasus suap cek pelawat DGS BI, dia terbukti menerima Mandiri Traveller’s Cheque (MTC) terkait persetujuan anggaran APBN bagi Otorita Batam tahun 2004-2005. Sofyan ditetapkan sebagai tersangka pada 10 November 2010 silam. Dia diduga menerima suap dalam pengadaan Damkar di Otorita Batam pada tahun 2004 sebesar 1 miliar. Sofyan meminta kepada pihak Otorita Batam Rp 150 juta untuk membangun masjid di komplek DPR, Cakung.
Priode berikutnya 2009 / 2014, priode yang sedang berjalan ini telah mencatat sejumlah nama anggota DPR yang diciduk oleh KPK, dalam berbagai kasus suap dan korupsi seperti kasus proyek Wisma Atltet, kasus Hambalang, hingga pembangkit listrik. Ada juga yang terkait dengan proyek di berbagai universitas dan pengucuran dana percepatan infrastruktur daerah. kasus pengadaan Alquran di Kementerian Agama, kemudian muncul pula anggota Komisi XI DPR RI Emir Moeis yang menjadi tersangka dalam dugaan korupsi pembangunan PLTU Tarahan, Lampung. Kesemuana itu menambah panjang catatan anggota dewan yang tersangkut korupsi.
Tidak hanya prilaku korup, gaya hidup hedonis dan suka plesiram keluar negeri dengan alasan studi banding juga membuat rakyat makin tidak percaya kepada wakilnya.
Memang tidak semua anggota DPR itu korup dan suka melawat keluar negeri, sebagian mereka berdalih masih banyak anggota Dewan yang bersih dan menggunakan hati nuraninya. Atas alasan ini kita mungkin akan berkata “BENAR” , tapi melihat gelagat yang terjadi sekarang ini tidak menutup kemungkinan rakyat menaruh curiga kepada wakilnya, jangan-jangan mereka yang terlihat bersih itu karena kejahatannya belum terungkap.
Sebut saja kasus terakhir yang menimpat LHI, tokoh yang dikenal bersih dengan penampilan yang islami, berjenggot dan berjubah, fasih berbahasa ‘arab, berpendidikan agama langsung dari sumbernya di Timteng, ternyata terlibat perbuatan rasuah, bergaya hidup mewah jauh diatas standard rakyat biasa,dan menyimpan sejumlah fustun dibalik jubahya.
Orang-orang yang namanya tersangkut dalam kasus diatas mungkin sudah tidak masuk lagi dalam DCT untuk pemilu mendatang, karena sebagiannya masih berada dalam bui atau baru saja menghirup udara bebas sambil menikmati hasil korupsinya. Tetapi wajah-wajah lama yang secara tersamar terlibat dalam berbagai kasus tetapi belum bisa dibuktikan juga masih banyak yang dicalonkan untuk menjadi wakil rakyat priode mendatang, salah satu contoh nya adalah suami Ratu Atut dari Banten.
Barangkali, rakyat merasa sudah bosan ikut memilih, harapan yang mereka titipkan kepada wakilnya tidak terbawa sampai ke Senayan, tercecer entah dimana. Janji manis tinggal sebatas janji kampanye, usai pemilu janji dilupakan, setelah duduk di Senayan merekapun berdendang sambil melantunkan lagu “Tapi Janji tinggal Janji.” Tersebab itulah kami lebih cenderung menjadi Golput ketimbang ikut memilih.
0 comments:
Post a Comment