Motto :

Membaca sebanyak mungkin, Menulis seperlunya

BBM Naik, Utang Membengkak

Written By lungbisar.blogspot.com on Wednesday, November 19, 2014 | 9:25 AM

Lung Bisar menatap jauh kedepan, memandang kaki langit yang kemerah – merahan diufuk Barat, haripun dah senja, burung-burung sudah kembali kesarangnya, sementara dia masih saja duduk berdiam diri diujung dermaga, memikirkan utangnya yang tiba-tiba menjadi bengkak akibat keputusan pemerintah yang menaikkan harga BBBM.

Sebagaimana biasanya, setiap akan turun kelaut dia selalu mengambil  Solar ditempat Kucai dengan cara utang dan dibayar semingu kemudian, setelah perhitungan jual beli ikan selesai ditempat pelelangan. Kebiasaan itu sudah berlanjut sejak dulu, dan dia merasa terbantu oleh kebaikan hati Kucai yang memberi fasilitas bon Solar terlebih dahulu.

Urusan utang solar inilah yang membuat Lung Bisar jadi termenung panjang, berpikir bagaimana mungkin antara dirinya dan Kucai berbeda cara menghitungnya, sehingga utang solarnya jadi membengkak, nilainya jauh diatas catatan yang ada pada dirinya.

“Lu punya utangkan 200 liter solar,” kata Kucai menjelaskan perhitungannya kepada Lung Bisar.
“Ya,”  jawab Lung Bisar singkat.
“Nah, 200 liter kali harga sekarangkan jadi sejuta tiga ratus ribu rupiah,” jelas Kucai sambil menunjukan sempoanya.
“Iya, tapi kan wa ambil Solar waktu harganya masih empat ribu lima ratus,”  jawab Lung Bisar.
“Betul, tapi kan lu mau bayar sekarang, ya ikut harga sekaranglah,” jawab Kucai dengan suara agak meninggi.
“Mana bisa begitu.”
“Kenapa tidak,” timpal Kucai pula.
“Wah, lu udah curang Cai.”
“Apanya yang curang, dagangkan mesti seperti itu.” Jawab Kucai dengan suara lantang. Lung Bisar terdiam, dia tak habis pikir melihat sikap  Kucai yang makin licik itu. Hening sejenak, keduanya seperti mengumpulkan tenaga untuk memuntahkan dalil pembenaran.
“Sekarang begini sajalah,” terdengar suara Kucai kembali memulai pembicaraan. “Lu  utang Solar sama gua, sekarang lu kembalikan lagi solar gua itu.” Kata Kucai dengan  nada serius.

Akhirnya terjadilah debat panjang antara dirinya dengan Kucai, keduanya berkutat dengan dalil masing-masing. Lung Bisar tak menerima kalau dia harus membayar utang lama dengan harga solar yang baru ditetapkan pemerintah. Tapi, ketika dia bersikeras untuk membayarnya dengan harga yang lama, Kucai memintanya untuk melunasi utangnya dengan cara mengembalikan sejumlah Solar yang sudah diambilnya.

Pusing Lung Bisar memikirkannya, tak tau dalil apa lagi yang harus dikeluarkanna, akhirnya diapun menyerah pada keadaan, karena terlalu jauh melawan Kucai berdebat bisa berakibat merugikan dirinya sendiri, Kucai bisa saja tidak mau memberikan bon minyak kepadanya lagi.


“Terserah kau lah Cai,” desis Lung Bisar dalam hatinya sambil berjalan menuju dermaga, matanya menatap lurus kedepan memandang laut yang memantulkan sinar mentari senja. Hembusan angin yang bertiup perlahan ditambah dengan kicau burung yang bersahut-sahutan diranting pepohonan seakan membuai Lung Bisar dalam lamunan utang BBM yang kian membengkak. 

0 comments: