Tanjung Katung airnya tenang // Tempat nak dara mencuci kain
Tempat Jatuh lagi dikenang // Apatah lagi tempat bermain
Tempat Jatuh lagi dikenang // Apatah lagi tempat bermain
Diiringi alunan lagu Tanjung Katung mobil kami memasuki Bagansiapi-api, kenanganku langsung melayang kemasa kekanak dulu, tempat yang baru saja kulewati ini dulunya adalah sebuah dusun sunyi yang diberi nama Batu Tujuh. Tak jauh dari situ membentang sebuah jembatan membelah muara Sungai Rokan, menghubungkan tanah Bagan dengan sebuah desa legenda yang bernama Tanah Pekaitan.
Bergerak kedepan lagi memasuki wilayah Batu Enam, kita disuguhkan dengan pemandangan yang menimbulkan decak kagum, otonomi daerah telah merubah wajah kampung tua yang bernama Bagansiapi-api menjadi sebuah pusat pemerintahan Kabupaten. Disamping Bangunan gedung perkantoran, ada pula museum Ikan sebagai lambang hasil utamanya, dan yang tak kalah menariknya adalah taman terbuka yang membuat mata lepas memandang kelaut.
Dari Taman ini kita dapat melihat pertemuan arus Sungai dipersimpangan Muara Rokan dengan sisi Selatan Selat Melaka. Nampak pula hamparan Pulau Barkey, pulau yang pada zaman koloni dulu menjadi tempat berburu burung bagi opsir Belanda. Dari sini kita juga dapat menikmati keindahan alam disaat sunset.
Perjalanan dilanjutkan dengan ziarah ke makam leluhur saya Ahmad Merah dan Sersan Budani, keduanya merupakan putera terbaik Rohil yang dikebumikan di Taman Makam Pahlawan. Komplek pemakaman ini juga sudah dibenahi sedemikian rupa, bentuknya jauh lebih baik dan artistik dari masa sebelumnya, barangkali inilah bentuk penghargaan masyarakat Rohil terhadap para pendahulunya, sebuah kerja yang patut diacungan jempol.
Selesai ziarah, saya mengitari kota Bagan Siapi-api, suasana hati saya mulai terganggu ketika melihat Kantor Pos dan Telegraph, sebuah tempat yang memiliki sejarah penting bagi Bagansiapi-api, dari Kantor Telegraph inilah pertama kali kabar Proklamasi kemerdekaan RI diperoleh dan dari halaman Kantor Pos inilah Bendera Merah Putih untuk pertama kalinya dikibarkan oleh seorang pejuang yang bernama Nahar SK.
Alangkah indahnya negeri ini, jika dihalaman Kantor Pos yang penuh bersejarah ini ada sentuhan pembangunan yang menggambarkan jejak sejarah para pejuang dimasa lalu, sebagai suluh penerang dan pengobar semangat bagi generasi berikutnya.
Banyak hal yang semestinya dipaparkan dalam tulisan ini, seperti ritual bakar tongkang dan pelabuhan Bagan yang kini sudah menjadi daratan, tetapi otak saya mengalami kebuntuan akibat kicauan walet yang tak henti-hentinya mengganggu kosentrasi, jangankan untuk menulis, istirahat tidur kitapun menjadi terganggu. Barangkali urusan rumah walet dalam kota ini perlu dikaji ulang, apakah layak diberi izin atau tidak.
0 comments:
Post a Comment