Motto :

Membaca sebanyak mungkin, Menulis seperlunya

Dari Lung Bisar Untuk SBY

Written By lungbisar.blogspot.com on Sunday, December 8, 2013 | 2:13 PM

Sebelum turun melaut saya mampir kerumah Lung Bisar, maksud hati ingin berbagi cerita panjang lebar tentang keadaan cuaca yang tak menentu,  angin laut yang sulit diprediksi dan sering berubah-ubah arah. Saya berharap setelah mendengar keluhan ini beliau dengan senang hati akan memberi petuah, berbagi pengalamannya yang sudah lama malang melintang sebagai nelayan.

Namun malam itu saya harus menelan rasa  kecewa, Lung Bisar tidak berhasil saya temui. Kopi yang dihidangkan isterinya sudah dingin dan kebosanan sudah mulai merasuk kelubuk hati, toh ….. Lung Bisar tetap berdiam dikamarnya. Entah apa yang dilakukannya dan entah sepenting apa pula pekerjaan yang harus diselesaikannya, atau mungkin dia sedang bermunajat kehadhirat Illahi, sehingga tak bersedia diganggu, desisku dalam hati.

Dalam kegundahan memupuk  kesabaran tiba-tiba listrik padam, suasana sekeliling menjadi gulita, isteri dan anak Lung Bisar bergegas mencari lilin untuk dinyalakan, dan beberapa saat kemudian terdengar denyit pintu kamar terbuka, Lung Bisar keluar dari kamarnya, terlihat cahaya dari rokoknya yang sedang terselip dibibir.

“Maaf,”  katanya memulai permbicaraan. “Saya tadi coba menulis surat untuk SBY,” sambungnya lagi dengan nada serius.
Saya kaget setengah mati, tak menduga seorang Nelayan tua seperti Lung Bisar berhasrat menulis surat kepada presiden, tapi itulah kenyataannya.

“Saya ingin menyarankan kepada ketua Partai Demokrat itu agar Konvensi tidak usah dilanjutkan, percuma.” Katanya sambil membetulkan duduknya.
Selanjutnya dia menjelaskan pikirannya bahwa Konvensi yang dilaksanakan oleh Partai Demokrat itu hanyalah sebuah kerjaan sia-sia belaka, hasilnya tidak akan mampu meningkatkan elektabilitas partai. Yang ada hanyalah membuang-buang waktu dan biaya, menguras tenaga dan pikiran serta memangkas kewenangan SBY sebagai seorang ketua Partai.

Golkar yang dulunya pernah melakukan konvensi kini kembali kecara lama, konvensi yang dijalankan pada zaman kepemimpinan Akbar dulu dihentikan oleh Jusuf Kala, karena dianggap tidak efektif dan tidak efisien dalam menentukan calon presiden. Terbukti Calon presiden dari hasil konvensi Golkar tumbang tegak diarena pemilihan presiden. Justeru itulah Abu Rizal Bakrie memutuskan  maju sebagai calon presiden meskipun menurut berbagai survey elektabilitasnya rendah dari calon lain.

Sekarang, kenapa PD harus menyibukkan diri dengan konvensi, bukankah lebih baik SBY menggunakan kewenangannya sebagai ketua Partai dalam menentukan capres. Lakukan saja musyawarah kecil-kecilan dan diberi nama besar seperti rakernas atau rapimnas, kumpulkan para petinggi partai, lalu SBY tampil pidato untuk meyakinkan seluruh kadernya bahwa dia sudah memiliki calon yang pas untuk meneruskan kepemimpinannya.

“Calonnya sudah ada, dan menurut saya memang layak karena memiliki sikap kenegarawanan, mumpuni, berpengalaman dalam segala bidang. Jauh lebih berpengalaman dari Jokowi, terutama soal blusukan.” Sambung Lung Bisar dengan nada serius.
“Siapa calonnya Lung ?” tanyaku dengan rasa tidak sabar.

“Capresnya Pramono Edhi, dan cawapresnya Hatta Rajasa, kedua orang ini cocok dipasangkan sebagai pemimpin masa depan” , jawabnya dengan tegas.

“Alasannya ?”

“Nah, alasannya inilah yang belum sempat saya tulis, saya sedang memeras otak untuk menyusun kata – kata indah untuk dituangkan dalam sepucuk surat, tiba-tiba lampu mati, hilang segala inspirasi, tangan saya jadi terkulai layu dan terhenti menulis,  sambung Lung Bisar sambil mengakhiri pembicaraan.

Hening seketika dan malampun kian larut, sementara lampu belum jua menyala, sayapun segera beranjak pamit dari rumah beliau,  dan sejak malam itu hingga tulisan ini dibuat, belum diperoleh kabar apakah surat tersebut jadi beliau kirimkan ke SBY.

0 comments: