Tulisan ini dimaksudkan untuk menjawab keluhan Ketua Fraksi Partai Demokrat Nurhayati Assegaf yang merasa hanya Demokrat yang menjadi sasaran tembak dari KPK.
“Apa benar, di KPK isunya hanya partai Demokrat. Kita dukung penuh pemberantasan korupsi tetapi apa iya di KPK hanya Demokrat disebut. Ini harap dibuka lebar-lebar, yang kita dorong pemberantasan korupsi berkeadilan.” Ujar Nurhayati sebagaimana yang dikutip oleh para pemberita.
Ungkapan itu adalah bentuk kegelisahan Nurhayati sebagai petinggi Partai Demokrat, dia wajar merasa gusar karena sepanjang tahun, nama kader Partainya menghiasi media karena tersangkut kasus suap dan korupsi, menjadi bulan-bulanan dalam pemberitaan.
Sebagai pembuka kisah buramnya adalah Nazaruddin, mantan bendahara PD ini tersangkut kasus lalu disikat oleh KPK. Nazaruddin tak sendiri, langkahnya diikuti oleh Angelina Sondakh yang terkenal dengan istilah apel Malang dan Apel Washington, lalu mengantarkannya kedalam bui dengan masa hukuman 12 tahun penjara plus denda sekian milyar.
KPK terus mengembangkan informasi yang diperoleh dari persidangan Nazaruddin dan Anggie, hasilnya penetapan ketua umum PD Anas Urbaningrum sebagai tersangka yang kemudian mengundurkan diri dari jabatannya.
Dalam pidato pengunduran dirinya, Anas menyebutkan bahwa pengunduran dirinya itu hanyalah sebuah langkah awal, ibarat buku itu baru merupakan halaman pertama, “masih banyak halaman-halaman berikutnya yang perlu dibuka untuk kepentingan kemajuan bangsa,” ujar Anas kala itu. Ungkapan Anas itu ditafsirkan oleh banyak pihak sebagai sebuah signal bahwa ada banyak rahasia yang ditangannya. Sesuatu yang wajar tentunya, karena Anas adalah seorang yang memegang teraju pada sebuah partai yang sedang berkuasa.
Anas sendiri hingga hari ini belum diadili, baru sebatas ditetapkan sebagai tersangka, ketika rumahnya digeledah oleh KPK terselip cerita surat kaleng, sasarannya tentu saja Partai Demokrat. Berbarengan dengan itu kasus SKK Migas yang dalam proses persidangan telah pula menyeret-nyeret nama kader Partai Demokrat, bahkan nama RI 1 (yang juga ketua umum PD) muncul dalam BAP seorang terdakwa.
Dalam persidangan seorang terdakwa terungkap pula bahwa ada 2 (dua) anggota DPR dari Fraksi PD yang minta THR. Anggota FPD yang dimaksudkan itu adalah Sutan Bathugana dan Tri Mulyanto, buntutnya KPK melakukan pencekalan terhadap salah seorang pendiri PD Iryanto Muchdi, yang juga merupakan seorang pendiri Partai Demokrat.
Terhadap kasus minta THR yang disebut-sebut melibatkan Sutan dan Tri ini, Nurhayati mengatakan akan diselesaikan secara internal, artinya ada keengganan dari Fraksi PD untuk membukanya kepublik, padahal jika benar ini terjadi maka tindakan keduanya adalah perbuatan melawan hukum, jangankan minta THR, menerima pemberian (THR) yang tidak dimintapun tidak boleh, perbuatan itu masuk kategori menerima gratifikasi.
Apakah KPK hanya mengejar kasus yang menimpa partai Demokrat saja? jawabnya tentu saja tidak, banyak kasus-kasus yang lain, seperti century, kasus suap ketua MK, kasus suap Impor daging Sapi, dan lain sebagainya.
Jika benar seperti yang dikatakan oleh Nurhayati bahwa Partai Demokrat mendukung pemberantasan korupsi maka mau tidak mau, suka atau tidak suka dia harus mendukung proses penegakan hukum terhadap kadernya sendiri. Tangan mencencang tentu bahu yang harus memikul, itulah resiko yang harus ditanggung. Akan halnya perbuatan kader PD itu berdampak buruk pada elektabilitas partai tentu harus diterima sebagai sebuah kenyataan bahwa Siapa yang Kentut, akan Mencium baunya sendiri.
0 comments:
Post a Comment