Presiden akan berganti pada tiap-tiap priode yang ditentukan, sementara Seniman besar seperti Rhoma tidak akan pernah ada duanya
Saat diskusi Mencari Pemimpin Masa Depan Pilihan Umat, Selasa (3/12/2013), di Kampus Universitas Negeri Jakarta, Jakarta Timur, si Raja Dangdut Rhoma Irama secara eksplisit mengungkapkan keinginannya untuk berdued dengan Jokowi. Alasannya sederhana sekali yakni sama-sama merakyat.
"Dalam politik, tidak ada yang tidak mungkin. Kalau Rhoma pasangan sama Jokowi sangat mungkin. Ini bisa jadi pasangan ideal. Saya rasa seperti itu,” katanya dengan mimik serius.
“Saya lihat Beliau (Jokowi) orang yang merakyat. Lalu, dangdut itu juga kan segmennya rakyat dan punya rakyat,” ujar Rhoma lebih lanjut.
Tidak ada yang tidak mungkin dalam politik, termasuk kemungkinan merangkul lawan untuk dijadikan teman, dalam politik tidak ada lawan atau kawan yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan. Itulah kira-kira yang mendasari pemikiran Rhoma Irama.
Namun rencana duet itu sendiri merupakan sesuatu yang terlalu dini untuk diungkapkan, bahkan terkesan menjadi guyonan politik yang tidak lucu, mengingat status Rhoma sendiri hingga kini belum jelas, apakah dia benar-benar menjadi capres dari PKB atau hanya sekedar menjadi alat permainan politik untuk meningkatkan elektabilitas partai.
PKB sampai hari ini belum memutuskan nama capres dari partai tersebut, masih menunggu hasil pemilu bulan April mendatang. Menurut perhitungan sementara, kemungkinan PKB untuk dapat mengajukan calon sendiri itu sangat kecil sekali. Syarat perolehan kursi DPR sebesar 20 % dan atau meraih suara Nasional sebesar 25 % sangat memberatkan partai ini.
Andaikan persyaratan itu terpenuhi dan PKB bisa mengajukan Capres sendiri maka Rhoma masih harus bertarung dengan tokoh sekaliber Jusuf Kalla dan Mahfud MD, keduanya harus diperhitungkan secara matang. Bila pemilihan Capres PKB diserahkan musyawarah internal partai maka kemungkinan besar pilihan itu akan jatuh kepada Mahfud MD, karena beliau adalah kader partai.
Mungkin saja PKB berkoalisi dengan PDI-P, tetapi belum tentu koalisi kedua partai itu akan melahirkan duet Rhoma dan Jokowi, tergantung perolehan suara siapa yang lebih besar. Jika PDI-P lebih unggul dalam perolehan suara tentu format duetnya akan terbalik menjadi Jokowi dan Rhoma, itupun jika PDI-P tidak melirik partai lain yang lebih memungkinkan untuk diajak berkoalisi.
Rhoma terlalu jauh melangkah, status dirinya sendiri belum jelas sudah berani mengajak orang lain untuk berduet. Sebagai seorang yang sudah pernah malang melintang didunia politik alangkah baiknya Rhoma kembali merenung apakah niat PKB untuk mencalonkanya itu tulus atau hanyalah akal-akalan belaka.
Sebagai orang yang punya nama besar dalam kehidupan berkesenian, sebaiknya Rhoma kembali kejati dirinya sebagai seorang seniman. Banyak orang yang mampu dan berkesempatan menjadi presiden, tetapi amat sedikit orang yang mampu menjadi seorang seniman besar.
Presiden akan berganti pada tiap-tiap priode yang ditentukan, sementara Seniman besar seperti Rhoma tidak akan pernah ada duanya, semoga tulisan ini mampu mengetuk hati sang Raja Dangdut.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment