Amin Rais begitu semangatnya mengkritisi Jokowi, sampai-sampai gubernur DKI itu dia samakan dengan Estrada, mantan bintang film yang pernah menjadi presiden kilat dinegara jiran Philipina. Tidak dijelaskan apa yang mendasari pemikiran mantan ketua MPR ini dalam membandingkan Jokowi dengan Estrada.
Jokowi berangkat dari seorang pengusaha yang terjun kepolitik, merangkak dari bawah naik berjenjang dari walikota menjadi gubernur, sementara Estrada dari kalangan artis yang karena kepopulerannya terpilih jadi presiden. Jokowi dikenal masyarakat luas karena programnya yang merakyat dan tepat sasaran, di Surakarta dia dikenal sebagai pemimpin yang memanusiakan rakyatnya.
Jokowi semakin populer lagi setelah dia mengambil keputusan berbeda dengan gubernur Jateng soal ijin pembangunan sebuah mall. Keputusan Jokowi waktu itu membuat mata publik terbelalak melihat keberanian Jokowi yang memilih berpihak pada kepentingan rakyat Solo, dari pada menuruti perintah atasannya, peristiwa ini dikenal dengan ejekan walikota goblok, dan Jokowi menanggapinya dengan santai, bahkan terkesan tanpa ekspresi sama sekali.
Berbeda dengan Jokowi, seorang Estrada populer karena dia seorang aktor dan dengan modal kepopuleran sebagai aktor itulah dia terpilih jadi presiden. Jokowi dan Estrada memang merupakan dua tokoh yang memiliki tingkat kepopuleran yang mungkin sama, tapi proses mencapai popularitas diantara keduanya sungguh jauh berbeda.
Amin juga menilai Jokowi gagal sewaktu menjabat walikota Solo. Jokowi meninggalkan Solo dalam keadaan sekarat, termasuk kota termiskin di Jawa Tengah, tapi lagi-lagi penilaian Amin itu tidak disertai dengan alasan yang jelas dan indikator yang dipakai Amin dalam melabeli Solo sebagai kota termiskin di Jateng itupun tidak disebut secara rinci. Ucapan Amin itu terkesan mengada-ada, dan merupakan bagian dari upaya untuk menekan popularitas Jokowi.
Amin juga menyentil sikap Jokowi yang dengan tegas menolak program mobil murah, dengan menyebutkan kalau tak mampu mengatasi kemacetan jangan larang orang mau beli mobil. Barangkali Amin lupa bahwa Jokowi tidak pernah melarang warganya untuk membeli mobil, tapi dia lebih cenderung memikirkan angkutan murah, bukan mobil murah, karena kondisi jalan di Jakarta macetnya sudah sedemikian parah dia berharap pemerintah pusat tidak menjual mobil murah di Jakarta, karena jakarta tidak butuh mobik murah, tapi teramat sangat membutuhkan angkutan umum yang murah.
Amin nampaknya begitu gerah melihat popularitas Jokowi yang kian hari semakin tak tertandingi, dia melesat jauh keatas. Elektabiltasnya diatas rata-rata tokoh yang sudah terlanjur mendeklarasikan diri sebagai calon presiden, termasuk jika dibandingkan dengan Hatta Rajasa, kader Amin yang kini menjadi ketua umum PAN itu.
Jika Amin berangkat dari niat yang tulus dalam mengkritisi Jokowi, maka kita pantas memberikan apresiasi, tetapi dari beberapa kali tampil didepan publik, Amin lebih terkesan gerah dan galau melihat seorang Jokowi yang dulu tak pernah diperhitungkan tetapi kini menjadi populer dan memiliki tingkat elektabilitas yang tinggi, bahkan jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan Amin Rais sendiri.
Barangkali karena itulah dia perlu membuat tekanan-tekanan terhadap Jokowi agar elektabilitasnya melorot kebawah, tapi ternyata semakin kuat Amin menekan semakin tinggi Jokowi melambung, semoga bapak Reformasi ini menyadarinya bahwa zaman sudah berubah dan kita tidak lagi berada dimasa awal orde baru.
0 comments:
Post a Comment