Dangdut dan Goyang bagaikan kuku dengan kulit, sesuatu yang tidak mungkin bisa dipisahkan. Tidak afdol bila menyanyikan lagu-lagu dangdut tanpa disertai goyang. Belum diakui eksistensinya sebagai penyanyi dangdut, kalau tak bisa membuat pendengar dan penotonnya jadi bergoyang, dan tidak mungkin penyanyi bisa menggoyang penonton kalau penyanyinya sendiri tidak bergoyang-goyang.
Seperti tak mau kalah dengan penyanyi dangdut, para politisi kita juga sudah mulai keranjingan bergoyang ria, masing-masing petinggi partai mulai menggoyang lawan poltiknya dengan berbagai isu, beragam cara dilakukan, berbagai modus dijalankan, tak peduli siang maupun malam. Setiap peristiwa yang terjadi dimanfaatkan untuk kepentingan politik meraih kuasa dan kedudukan.
Goyangan para politisi ini kian terasa ketika waktu pemilu sudah sedemikian dekatnya dan beberapa partai mulai sibuk dengan calon presidennya masing-masing. Partai yang menganggap dirinya sudah besar mengusung calon dari partainya sendiri, sementara partai yang kurang percaya diri mulai melirik partai lain untuk dijadikan teman kongsi dalam percaturan politik.
Diantara sekian banyak pimpinan partai, yang paling cerdas memainkan perannya adalah Muhaimin Iskandar. Ketua umum PKB ini sadar bahwa partainya tidak akan mampu meraup suara yang cukup untuk mengusung calon presiden sendiri. Perolehan suara pada pemilu yang lalu merosot jauh dari pemilu sebelumnya. Justeru itulah barangkali dia tidak berniat maju sebagai calon presiden dari PKB.
Meskipun tidak diperhitungkan dalam pilpres mendatang, tapi Muhaimin tak hilang akal, dia menggunaka Rhoma Irama untuk menggoyang pangung politik nasional. Rhoma disebut-sebut sebagai bakal capres dari PKB, meskipun wacana itu diragukan ketulusannya oleh banyak pihak tetapi sang Raja Dangdut tetap percaya diri untuk maju sebagai capres dari PKB.
Saking percaya dirinya sang Raja Dangdut ini, belum apa-apa sudah berniat ingin melakukan amandemen UUD ’45 dan membubarkan MK. Sampai disitu gagasan Rhoma masih bisa diterima, lha diakan baru berencana. Tapi ketika dia sampai pada alasan bahwa fungsi MK itu sama dengan MA, sehingga keberadaan MK itu menjadi mubazir dan harus dibubarkan, maka panggung politik negeri ini benar-benar bergoyang. Goyangannya terasa kuat sekali sehingga orang yang tertidur pulas menjadi tersentak, sadar bahwa Rhoma Irama hanyalah seorang penyanyi dangdut.
Diatas panggung musik Dangdut, dia bolehlah disebut sebagai rajanya. Penampilannya mengundang decak kagum, hentakan musiknya mendunia, popularitasnya melebihi siapapun dinegeri ini. Dan nilai plus yang dimiliki Rhoma itu difahami betul oleh Muhaimin sebagai pendongkrak perolehan suara PKB pada pemilu yang akan datang.
Dan ketika Pemilu usai dilaksanakan maka giliran Rhoma yang tersentak, sadar bahwa menjadi Raja Dangdut itu lebih cocok bagi dirinya daripada menjadi calon presiden dari PKB, karena popularitas saja tidaklah cukup untuk dibawa maju sebagai capres, masih banyak yang harus dipersiapkan, termasuk salah satunya ilmu pengetahuan yang bisa membedakan antara fungsi MK dan MA.
Tarik maaaang
0 comments:
Post a Comment