Ucu Totil baru saja menambatkan tali sampannya di pangkalan, lalu dia melipat kajang dan dan menyimpan kileh dayung. Teman-temannya sudah lama menunggu diwarung kopi Pak Bual. Warung kopi ini menjadi pelabuhan singgah bagi nelayan Desa Pekaitan, sebagai tempat duduk melepas penat sambil bercerita panjang lebar, mulai dari kisah menangkap ikan, arah angin hingga sampai pada iklim politik saat ini, pokoknya sehabis melaut Warung Pak Bual akan penuh sesak oleh para nelayan.
Sore itu para nelayan membincangkan Ikan Pari yang sedang musim , banyak masuk kedalam jaring tangkapan mereka. Hampir setiap nelayan pulang melaut membawa Pari sebagai tangkapannya, ada yang mendapat Pari besar, dan ada pula yang mendapatkan anaknya, , tak terkecuali Ucu Totil sang tokoh kita yang satu ini.
"Melihat Ikan pari ini, aku teringat sama Nazaruddin," celoteh Ucu sambil menyedot kreteknya dalam-dalam, lalu disela oleh seorang rekannya dengan pertanyaan.
"Apa hubungannya Cu ?"
"Adalah," katanya sambil merapikan kumisnya."Ikan Pari ini memiliki anak yang banyak, dan satu keistimewaannya adalah anaknya bisa keluar masuk kedalam rahim induknya."
"Lha, ini dah tinggi kaji Ucu Totil ni, dari anak Pari ke Nazaruddin, kesambat apa dilaut tadi Cu ?" Tanya Wak Rasyid, rekan seprofesinya.
"Hubungannya sederhana saja, keluar masuk" kata Ucu Totil dengan entengnya. "Dulu kita berharap Nazaruddin bernyanyi riang tentang kebobrokan para elite negeri ini, seperti apa yang pernah disampaikannya kepada media waktu itu, tapi kenyataannya dia malah pergi keseberang, alasannya karena sakit", kemudian dia diam sejenak sementara rekan-rekannya terus menunggu dengan hikmat kata demi kata yang keluar dari mulut Ucu Totil.
"Dari seberang dia nyanyi dengan menggunakan Blackberry Masenger, yang disebut dengan istilah BBM dan oleh rekan separtainya diplesetkan menjadi Bual Bohong Melulu, alias omong kosong. Ucapannya seperti anak Pari, keluar masuk dari mulut secara tak beraturan. Awalnya, ia mengaku tidak kenal Rosa tapi ternyata koleganya. Tidak kenal Sekjen MK Djenedri ternyata malah kasih uang".
"Selanjutnya Cu ?"
"Selanjutnya, soal uang Rp 9 miliar yang dulu untuk Pimpinan Banggar sekarang dibagi-bagi juga untuk Anas Urbaningrum dan Andi Mallarangeng. Dari Rp 8 miliar untuk Anas terus diralatnya sendiri menjadi Rp 7 miliar terus sekarang menjadi Rp 2 miliar. Pokonya tak ada satupun yang bisa dipegang kata-katanya."
"Padahal kalau kerbau dipegang talinya dan kalau manusia dipegang ucapannya ?" Potong Wak rasyid pula.
"Iya, pintar nian dikau ni Syid" , sambung Pak Bual dan disambut dengan derai tawa rekannya yang lain.
Perbincangan mereka semakin hangat, mulai dari perumpamaan kata - kata Nazar dengan seekor anak pari yang keluar masuk hingga sampailah kesoal yang lain, termasuk soal olengnya Demokrat diterpa badai kasus tersebut. Sejenak kemudian seorang temannya bertanya
"Kira Nazarudin berobat ke Singapore itu karena sakit apa ?"
"Mungkin sakit gigi ?" Jawab Cu Totil dengan enteng.
"Koq tau ?"
"Tau betul tu tidaklah, tapi kalau dilihat dari gejalanya dia itu sedang sakit gigi."
"Apa gejalanya Cu ?"
"Orang sakit gigi itukan kalau bicara gagah sekali, kalau marah seperti mau menelan lawan bicaranya, tapi tak berani keluar, bahkan sejaripun tak beranjak dari tempat tidur. "
"Kalau begitu nazar saat ini sedang sakit gigi di Singapore ?"
"Ya, karena sakit gigi itu pulalah kata-katanya meluncur tanpa filter, seperti seekor anak Pari." Jawab ucu Totil sambil beranjak meninggalkan tempat duduknya.
Ucu Totil dan Nazaruddin
Written By lungbisar.blogspot.com on Wednesday, July 6, 2011 | 12:10 AM
Labels:
Politik
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment