Bermula dari terungkapnya kasus suap dalam proyek pembangunan gedung
Wisma atlit Sea game yang melibatkan Nazaruddin, keterlibatan
Nazaruddin ini membuat elte PD jadi terbelah dalam menyikapinya, membela
dan membiarkannya menjalankan proses hukum, dan inilah yang tercermin
dari sikap Tim Pencari Fakta dengan Dewan Kehormatan PD yang akhirnya
memutuskan pemecatan Nazaruddin dari jabatannya sebagai Bendum PD.
Beberapa saat setelah diberhentikan dari Bendahara Partai dia
melenggang ke Singapore, persisi sehari sebelum KPK mengeluarkan
permintaan Cekal. Keberangkatannya ini diiringin dengan berita tak sedap
karena ada yang menduga bahwa Nazar sengaja disuruh menjauh agar tidak
membuat keruh, dan sebelumnya juga Nazaruddin sudah bernyanyi lantang
akan membuka borok Partai terkait dengan kasusnya.
Keberangkatannya ke Singapore inilah yang membuat PD dan penegak
hukum menjadi bulan-bulanan media, ditambah lagi munculnya SMS dan BBM
yang menyudutkan elite Partai . Berbagai pihak mendorong KPK agar
segera menetapkan Nazaruddin sebagai tersangka, sementara itu para
Loyalisnya masih saja tetap mebela Nazaruddin, sehingga akhirnya
keluarlah keputusan KPK yang menetapkan Nazaruddin sebagai tersangka dan
berbarengan dengan itu pula Nazar raib dari peredaran hingga tidak
diketahui keberadaannya.
Raibnya Nazaruddin ini ternyata membuat serangan ketubuh Demokrat
semakin gencar, dibumbui oleh SMS dan BBM Nazaruddin yang kian menusuk
PD, dan akhirnya mengundang SBY urun rembug bicara dari Puri Cikeas
untuk menangkis serangan , membela Partai binaannya, dan sayangnya
pidato SBY dalam hal ini terkesan menyalahkan Media.
Pembelaan inilah yang menuai kontroversi, SBY terkesan sangat
memperhatikan nasib partainya ketimbang kepentingan negara yang saat ini
sedang dalam keadaan butuh perhatian serius dari seorang kepala negara.
Rakyat saat ini sedang memikul beban yang berat, harga beras merambat
naik, para orang tua murid sedang puyeng memikirkan uang untuk biaya
anak sekolah, dan lain sebagainya.
Seharusnya problem Partai itu menjadi PR pengurus Partai dalam hal
ini DPP Demokrat yang dinakhodai oleh Anas Urbaningrum, bukan SBY sang
presiden dan Kepala Negara. Masalah partai biarlah menjadi urusan
Partai mengapa presiden harus turun tangan, bukankah kewajiban mengurus
negara jauh lebih penting dari sekedar urusan sekelompok orang ditubuh
partai. Akibatnya SBY terkesan lebih mementingkan Partainya dari pada
nasib rakyat yang telah memilihnya jadi presiden
0 comments:
Post a Comment