Motto :

Membaca sebanyak mungkin, Menulis seperlunya

Nazaruddin, Hilang Tanpa Bekas

Written By lungbisar.blogspot.com on Tuesday, July 19, 2011 | 1:13 AM


Bincang lepas di Warung Kopi Pak Bual pada sore ini mengambil judul dari syair lagu dangdut, Hilang tanpa bekas,  dihadiri oleh ucu Totil, Wak Rasyid, dan Kantan calung. Pak Bual selaku pemilik Warkop tentu saja ikut nimbrung.  Topik bahasan mereka sore itu  adalah seputar sebuah Pintu yang konon diberi nama Nazaruddin. Sebuah nama yang tidak asing lagi bagi telinga publik, nama tokoh penting dari sebuah Partai besar, diduga terlibat kasus Korupsi dan terakhir diketahui berada di Singapore untuk keperluan berobat, selanjutnya menghilang tanpa bekas.
“Sebuah pintu bernama Nazaruddin,”  Kata Wak Rasyid  membuka perbincangan.

“Pintu apa tu ? Tanya yang lain.
Mendapat pertanyaan seperti itu, Wak Rasyid memperbaiki letak gigi palsunya, mengatur nafasnya untuk memulai percakapan yang lebih serius.
“Nazaruddin itukan awalnya diduga terlibat dalam kasus suap Sesmenpora Wafid Muharram, sehari sebelum dicekal oleh KPK Nazaruddin terbang ke Singapore untuk berobat alasannya, dan ini juga dibenarkan oleh rekan-rekannya di PD.” Wak rasyid berhenti sejenak, dan saat yang sama Untak Saibun sang komandan Ronda memasuki warung dan langsung mengambi tempat duduk meramaikan diskusi sore itu.
“Benarkah Nazar  ke Singapore untuk berobat ?” Tanya Ucu Totil
“Kata Soetan Bhatoegana begitu,”  jawab Wak rasyid.
“Kalau menurut pikiran Wak bagaimana ?” Tanya Untak Saibun
“Kalau menurutku itu hanya akal-akalan belaka.”
“Apa mungkin Nazarudin sengaja disuruh ke Singapore ?“
“Kalau menurut BBM nya kebeberapa  media seperti itu, katanya dia berangkat atas anjuran ketua partai.”
“Sekarang Nazar ada dimana Wak ?” Tanya Kantan Calung.
“Entahlah, kata pemerintah Singapore Nazaruddin sudah pergi, kemana perginya tak ada yang tau,” Jawab Wak Rasyid.
“Artinya sekarang sudah hilang ?”
“Ya, hilangnya Nazaruddin inilah yang merisaukan banyak pihak, karena dari tempat persembunyiannya dia terus menerus mengirimkan kabar tak enak buat rekan – rekan separtainya.
“Jadi, Wak ikut risau juga ?”
“Ya iya lah, kalau dia bisa ditangkapkan banyak hal yang bisa terungkap, Nazaruddin bisa dijadikan sebagai pintu masuk  untuk mengusut kebobrokan orang-orang yang berada disekitarnya, terutama orang-orang yang yang disebutkannya dalam pesan singkat dan BBMnya itu, apakah itu fitnah atau benar-benar sebuah kenyataan yang bisa dipertanggungjawabkan.”
“Kalau begitu, menghadirkan Nazar merupakan sebuah keharusan ?”
“Ya iya, keharusan bagi penegak hukum, agar lembaran hitam dibalik tabir kekuasaannya sebagai Bendum Partai penguasa bisa dibuka dengan seluas-luasnya, agar  banyak hal yang bisa terungkap dan banyak pihak yang akan tersangkut dalam kasusnya.”
“Kalau begitu, tak mungkin Nazaruddin bisa ditangkap.” Potong Kantan calung.
“Betul, itu artinya Nazaruddin sengaja dihilangkan.” Jawab Wak Rasyid pula.
“Jadi yang ribut soal raibnya Nazaruddin ini, ada apa sebenarnya?”
“Ada udang dibalik batu, ada kepura-puraan .”
“Maksudnya Wak ?”
“Ya, saya pura-pura kehilangan Nazaruddin, padahal saya yang menyuruhnya menghilang, didepan publik saya pura- pura marah padahal diam-diam kami bercanda, kami seakan baru kenal dua hari yang lalu padahal kami punya kongsi dagang sudah sejak lama. Kami seakan berada dalam jarak yang jauh padahal kami seperahu ketika sedang menjala ikan.” Jawab Wak Rasyid sambil menyeruput kopinya.
“Kenapa harus pura-pura Wak ?”
“Karena negeri ini memang sudah penuh sesak oleh kepura-puraan,” jawab Wak rasyid menutup perbicangan sore itu.
“Iya Wak, negeri ini sudah penuh sesak oleh kepura-puraan, jawab yang lainnya sambil membubarkan diri, dan diufuk Barat mentari  sudah hampir jatuh pertanda redup senja segera berlalu dan malam akan tiba dengan wajah gelapnya, segelap jejak perjalanan Nazaruddin yang menghilang tanpa bekas.

0 comments: