Bincang lepas di Warung
Kopi Pak Bual pada sore ini mengambil judul dari syair lagu dangdut, Hilang
tanpa bekas, dihadiri oleh ucu Totil,
Wak Rasyid, dan Kantan calung. Pak Bual selaku pemilik Warkop tentu saja ikut
nimbrung. Topik bahasan mereka sore itu adalah seputar sebuah Pintu yang konon diberi
nama Nazaruddin. Sebuah nama yang tidak asing lagi bagi telinga publik, nama
tokoh penting dari sebuah Partai besar, diduga terlibat kasus Korupsi dan
terakhir diketahui berada di Singapore untuk keperluan berobat, selanjutnya
menghilang tanpa bekas.
“Sebuah pintu bernama
Nazaruddin,” Kata Wak Rasyid membuka perbincangan.
“Pintu apa tu ? Tanya
yang lain.
Mendapat pertanyaan
seperti itu, Wak Rasyid memperbaiki letak gigi palsunya, mengatur nafasnya
untuk memulai percakapan yang lebih serius.
“Nazaruddin itukan
awalnya diduga terlibat dalam kasus suap Sesmenpora Wafid Muharram, sehari
sebelum dicekal oleh KPK Nazaruddin terbang ke Singapore untuk berobat
alasannya, dan ini juga dibenarkan oleh rekan-rekannya di PD.” Wak rasyid
berhenti sejenak, dan saat yang sama Untak Saibun sang komandan Ronda memasuki
warung dan langsung mengambi tempat duduk meramaikan diskusi sore itu.
“Benarkah Nazar ke Singapore untuk berobat ?” Tanya Ucu Totil
“Kata Soetan Bhatoegana
begitu,” jawab Wak rasyid.
“Kalau menurut pikiran
Wak bagaimana ?” Tanya Untak Saibun
“Kalau menurutku itu
hanya akal-akalan belaka.”
“Apa mungkin Nazarudin
sengaja disuruh ke Singapore ?“
“Kalau menurut BBM nya
kebeberapa media seperti itu, katanya
dia berangkat atas anjuran ketua partai.”
“Sekarang Nazar ada
dimana Wak ?” Tanya Kantan Calung.
“Entahlah, kata
pemerintah Singapore Nazaruddin sudah pergi, kemana perginya tak ada yang tau,”
Jawab Wak Rasyid.
“Artinya sekarang sudah
hilang ?”
“Ya, hilangnya
Nazaruddin inilah yang merisaukan banyak pihak, karena dari tempat
persembunyiannya dia terus menerus mengirimkan kabar tak enak buat rekan –
rekan separtainya.
“Jadi, Wak ikut risau
juga ?”
“Ya iya lah, kalau dia
bisa ditangkapkan banyak hal yang bisa terungkap, Nazaruddin bisa dijadikan sebagai
pintu masuk untuk mengusut kebobrokan
orang-orang yang berada disekitarnya, terutama orang-orang yang yang
disebutkannya dalam pesan singkat dan BBMnya itu, apakah itu fitnah atau
benar-benar sebuah kenyataan yang bisa dipertanggungjawabkan.”
“Kalau begitu,
menghadirkan Nazar merupakan sebuah keharusan ?”
“Ya iya, keharusan bagi
penegak hukum, agar lembaran hitam dibalik tabir kekuasaannya sebagai Bendum
Partai penguasa bisa dibuka dengan seluas-luasnya, agar banyak hal yang bisa terungkap dan banyak
pihak yang akan tersangkut dalam kasusnya.”
“Kalau begitu, tak
mungkin Nazaruddin bisa ditangkap.” Potong Kantan calung.
“Betul, itu artinya
Nazaruddin sengaja dihilangkan.” Jawab Wak Rasyid pula.
“Jadi yang ribut soal raibnya
Nazaruddin ini, ada apa sebenarnya?”
“Ada udang dibalik
batu, ada kepura-puraan .”
“Maksudnya Wak ?”
“Ya, saya pura-pura
kehilangan Nazaruddin, padahal saya yang menyuruhnya menghilang, didepan publik
saya pura- pura marah padahal diam-diam kami bercanda, kami seakan baru kenal
dua hari yang lalu padahal kami punya kongsi dagang sudah sejak lama. Kami
seakan berada dalam jarak yang jauh padahal kami seperahu ketika sedang menjala
ikan.” Jawab Wak Rasyid sambil menyeruput kopinya.
“Kenapa harus pura-pura
Wak ?”
“Karena negeri ini
memang sudah penuh sesak oleh kepura-puraan,” jawab Wak rasyid menutup
perbicangan sore itu.
“Iya Wak, negeri ini
sudah penuh sesak oleh kepura-puraan, jawab yang lainnya sambil membubarkan
diri, dan diufuk Barat mentari sudah
hampir jatuh pertanda redup senja segera berlalu dan malam akan tiba dengan
wajah gelapnya, segelap jejak perjalanan Nazaruddin yang menghilang tanpa
bekas.
0 comments:
Post a Comment