Motto :

Membaca sebanyak mungkin, Menulis seperlunya
Powered by Blogger.

Visitors

Powered By Blogger

Featured Posts

Like us

ads1

Jenderal ! Berhentilah Berdebat

Written By lungbisar.blogspot.com on Thursday, June 26, 2014 | 12:39 AM

(Jangan buang waktu dan energimu untuk sesuatu yang tak berguna).

Pemilihan presiden kali ini seakan bergeser dari persaiangan antar capres menjadi ajang debat melelahkan antar jenderal purna bhakti.  Para jenderal yang dulunya masih aktif dan memegang jabatan penting di tubuh ABRI (sekarang TNI) pada saat – saat terakhir dari kekuasan Soeharto itu kini berdebat soal keterlibatan Prabowo dalam penculikan para aktivis.

Dalam wawancara dengan Metro TV pada 8 Juni yang lalu, Fachrul Razi, menyebutkan bahwa Prabowo terlibat dalam kasus penculikan para aktivis. Mantan wakil ketua Dewan Kehormatan Perwira (DKP)  itu menegaskan bahwa DKP telah merekomendasikan agar Prabowo diberhentikan dari dinas ketentaraan.

Atas dasar surat dari DKP itu pulalah, Wiranto selaku Menhankam/Pangab waktu itu  mengirim surat surat usulan kepada presiden. Hasilnya sama – sama kita ketahui bahwa Presiden  Habibie memutuskan  Prabowo diberhentikan dengan hormat dan mendapat hak pensiun.

Penculikan, Itulah kata yang kerap muncul dan menjadi bahan perdebatan yang tak berkesudahan ini. Kubu Prabowo tetap beranggapan bahwa dirinya bersih dan tidak bersalah dalam kasus penculikan yang dituduhkan kepadanya, justeru karena tidak bersalah itu pulalah presiden memberhentikannya dengan hormat dan mendapat hak Pensiun.

Tapi Wiranto dengan retorikanya yang khas menyebutkan bahwa seorang tentara aktif itu hanya diberhentikan dengan hormat jika sudah masuk usia pensiun atau atas permintaan sendiri karena alasan sakit. “Selain dari itu anda terjemahkan sendiri,” kata Wiranto seakan ingin berteka teki.

Prabowo dalam debat capres beberapa hari yang lalu dengan jantan mengakui tindakan penculikan tersebut, tapi itu dilakukannya sebagai seorang tentara yang taat pada perintah atasan. Tidak ada penjelasan lebih lanjut siapa atasan yang dimaksudkan Prabowo itu,tetapi kalau dirunut saat  terjadinya penculikan dimaksud atasan Prabowo selaku Danjen Kopasus pada saat itu adalah Subayo HS selaku Kasad dan Wiranto sebagai Pangab.

Jika Prabowo dipersalahkan melakukan tindakan atas perintah atasannya, tentu tidak pada tempatnya bila kesalahan tersebut dipikulkan kepada dirinya sendiri, Kasad dan Pangab waktu itu juga harus  bertanggung jawab, sama seperti yang dilakukan Prabowo mengambil alih tanggung jawab anak buahnya dari Kopasus.

Tudingan terhadap Prabowo yang melakukan penculikan atas inisiatifnya sendiri selaku Danjen Kopasus, bertolak belakang dengan keputusan DKP yang hanya merekomendasikan agar Prabowo diberhentikan, padahal sesuai dengan kesalahan yang dituduhkan kepadanya adalah pelanggaran HAM berat , hukuman yang setimpal untuk Prabowo seharusnya DIPECAT  dan diadili di Mahkamah Militer, tetapi ternyata itu tak dilakukan dan oleh karenanya publik menjadi bingung dengan apa yang diributkan oleh para jenderal purnawirawan diseputar kasus penculikan itu.

Semakin diikuti perkembangan tentang kasus penculikan itu semakin tidak jelas siapa yang harus bertanggung jawab, para jenderal terus berdebat membuat publik semakin bingung mendengarkannya, sementara perasaan keluarga korban semakin teriris, pilu  dalam penantian yang tak berujung. 


Agar masalah ini tidak semakin kabur, sebaiknya seluruh anggota DKP duduk bersama memberikan penjelasan secara lengkap kepada masyarakat, menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dan berbicara dengan niat yang tulus untuk kepentingan bangsa ini secara keseluruhan.  Jika tidak Jenderal, berhentilah berdebat, jangan buang waktu dan energimu untuk sesuatu yang tak berguna.
12:39 AM | 0 comments | Read More

Wimar Menghina Muhammadiyah

Wimar Witular mengunggah gambar yang menampilkan  salah satu pasangan capres – cawapres di akun jejaring sosialnya. Dalam gambar tersebut capres – cawapres didampingi oleh elit partai pendukung dan tokoh agama Islam. 

Dibagian bawahnya terdapat lambang partai pendukung dan lambang beberapa organisasi Islam termasuk salah satunya  lambang Muhammadiyah. Dilatar belakangnya dijajarkan gambar beberapa teroris yang sudah dihukum mati, dan postingan gambar tersebut diberi judu Gallery Of Rogues, atau pajangan gambar bajingan.

Mungkin saja Wimar ingin menyatakan pendapatnya bahwa Capres – cawapres dan para pendukungnya ini terdiri dari para bajingan dan oleh karenanya rakyat pemilih perlu diingatkan jangan sampai pemilihan presiden mendatang menjadi era kebangkitan orang jahat.

Terlepas dari benar tidaknya dugaan diatas, ada satu hal yang menyayat hati saya sebagai seorang Muslim, yakni dicantumkannya lambang MUHAMMADIYAH dalam galery bajingan tersebut. Tidak  bisa dipungkiri bahwa pencantuman lambang organisasi Islam itu merupakan bentuk pelecehan terhadap ummat Islam, khususnya terhadap warga Muhammadiyah.

Mungkin Wimar lupa bahwa  Muhammadiyah bukanlah partai politik, tetapi organisasi sosial kemasyarakatan yang tidak ikut campur dalam urusan pilpres, meskipun dijajaran pendukungnya ada pentolan Muhammadiyah seperti Amien Rais dan tokoh lainnya.
Muhammadiyah bersikap Netral, tidak berpihak kesalah satu calon, bahkan selaku Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin dengan tegas menyatakan bahwa secara pribadi beliau tidak mendukung salah satu capres.

Tindakan Wimar ini disamping keliru secara politik, juga menghina warga Muhammadiyah dengan menampilkan postingan yang berjudul Gallery Of Rogues yang berarti pajangan gambar BAJINGAN. Apapun alasannya, gambar tersebut akan menimbulkan penafsiran bahwa menurut Wimar Muhammadiyah termasuk dalam kelompok atau sama prilakunya dengan organisasi para bajingan, untuk itu warga Muhammadiyah perlu menuntut penjelasan dari Wimar, apa yang menjadi dasar pemikirannya.

Wimar Witoelar memang sudah minta maaf atas foto dan status yang ia unggah di akun medsos pada Ahad (15/6). Ia mengaku tak berniat untuk menghina Muhammadiyah atau pun organisasi Islam lainnya. 
"Saya ini tak ada apa-apanya dibanding Muhammadiyah," ungkap Wimar sebagaimana dikutip oleh beberapa media, dan dia juga mengaku sangat dekat dengan beberapa tokoh Muhammadiyah seperti Syafi’i Maarif, Din Syamsuddin dan Amien Rais. “Mereka itu semuanya mitra saya, ujarnya lebih lanjut.

Tetapi permintaan maaf didepan media seperti itu tidaklah akan mengobati luka hati warga Muhammadiyah, kedekatannya dengan beberapa tokoh Muhammadiyah bukanlah jaminan dia tidak berniat jahat terhadap Muhammadiyah.

Jika Wimar benar tidak bermaksud ingin menghina Muhammadiyah, hanya sekedar untuk lucu-lucuan saja, maka seharusnya Wimar datang ke Muhammadiyah, menyatakan penyesalannya dan minta maaf atas kekeliruan yang telah dilakukannya, bukan minta maaf didepan awak media.  


Jika hanya sekedar mengumbar kata “mohon maaf” didepan media lalu menganggap persoalannya jadi selesai maka patut dipertanyakan siapa sebenarnya yang bersikap seperti BAJINGAN.
12:34 AM | 0 comments | Read More

Bualan Pendukung Capres

Lung Bisar dan Cu Busu adalah dua sahabat yang memutuskan pilihan berbeda dalam pilpres mendatang. Cu Busu dengan berbagai pertimbangan menjatuhkan pilihannya untuk mendukung Prabowo sementara Lung Bisar berpihak kepada Jokowi.

Cu Busu tertarik pada pemikiran dan cita-cita Prabowo yang ingin membangun Indonesia, agar bisa bangkit kembali mengaum sebagai Macan Asia. Sedangkan Lung Bisar bersimpati kepada gaya hidup Jokowi yang merakyat dan suka blusukan.

Sambil memangkas rambut pelangannya, Cu Busu bercerita tentang kebaikan Prabowo, orangnya cerdas, menguasai berbagai bahasa asing, karir militernya cemerlang, kalaupun akhirnya dia dipecat dari dinas kemiliteran itu bukan disebabkan karena dia melakukan kesalahan, tetapi karena tekanan dan pengaruh tertentu dalam situasi politik yang tidak tidak menentu.

Cu Busu juga dengan sigap menangkis tuduhan Penculik terhadap Prabowo, dia menjelaskan bahwa itu adalah bagian dari tugasnya sebagai alat negara, patuh pada perintah atasan. “Untuk apa kita sibuk mengungkit-ungkitnya, sementara orang-orang yang diculik itu kini berdiri dibarisan depan sebagai pelapis dada Prabowo.” Kata Cu Busu seakan-akan menantang lawan bicaranya.

“Sebut saja Pius, Harjanto Taslam, dan beberapa aktivis lainnya yang dulu kabarnya pernah diculik, kini aktif di Partai Gerindra, mereka yang diculik saja diam dan tidak ribut lalu kenapa kita malah yang kasak kusuk. Isu itu selalu dimunculkan saat mau pemilu terlebih-lebih saat Prabowo menjadi Capres ?” Tanya Cu Busu dengan gaya berapi-api.

Jika terpilih menjadi presiden Prabowo tidak akan meminta kenaikkan gaji, dibayar separuh dari gaji SBY juga sudah cukup baginya. Belanja dapurnya tidak terlalu mahal, dia hanya butuh belanja untuk makan satu orang saja,  dia tidak perlu mengeluarkan biaya untuk beli make up, bedak dan lipstik karena dia tidak memiliki isteri.

Sama seperti Cu Busu, Lung Bisar yang kesehariannya bekerja sebagai Tukang Beca, juga memanfaatkan tiap kesempatan untuk bercerita betapa rendah hatinya seorang Jokowi, dia pemimpin yang merakyat , sejarah mencatat bahwa dialah satu-satunya walikota dinegeri ini yang tak pernah mengambil gajinya.

Waktu di Solo dulu dia cukup belanja di Pasar Klewer, bukan di Grand mall atau Solo Square, dan kalau mau lebaran nanti tidak perlu beli baju baru, cukup pakai baju kotak-kotak yang harganya tidak mahal dan bisa dibeli di Tanah Abang.

Kesehariannya juga tidak membutuhkan biaya hidup yang tinggi, Jokowi makan lebih sedikit dari orang lain, kendatipun hal itu menyebabkan tubuhnya jadi kerempeng, tetapi dari segi biaya dia lebih irit.
Jika terpilih menjadi presiden nantinya orang Aceh bisa berkunjung ke Papua  dengan naik Esemka (begitu juga sebaliknya),  karena sebelum masa jabatannya berakhir dia akan merangkai pulau-pulau besar di Indonesia ini dengan jembatan, sekaligus menghidupkan kembali produksi mobil anak sekolah yang dulu ditungganginya.

Sakingkan gigihnya kedua sahabat ini bicara soal capres dukungannya masing-masing, maka berkembanglah pengikut Lung Bisar yang mendukung Jokowi dan pengikut Cu Busu yang mendukung Prabowo, dengan jumlah yang lumayan besar.

Suatu ketika Lung Bisar mampir kewarung Mak Sumiati, dan tanpa diduga ternyata Cu Busu sudah duluan duduk diwarung itu, alhasil bil husal keduanya duduk semeja sambil memesan PECAL (makanan favourite bersama), sebuah kebersamaan yang sudah lama mereka tinggalkan.

Sambil menunggu Mak Sumiati mengulek pecal, mereka berbincang hal ikhwal pemilihan presiden. Keduanya bersikukuh dengan pendapatnya masing-masing, capres yang didukungnyalah yang terbaik, capres yang lain tidak.

“Usai Pemilihan Presiden ini  nantinya, kalian berdua ini dapat apa ?” Tiba-tiba terdengar suara Mak sumiati disela pembicaraan mereka. Pertanyaan itu membuat Lung Bisar dan Cu Busu terdiam bagaikan kehabisan kata, tidak mampu beragumen lagi dan tidak bisa memberikan jawaban. Mereka berdua sadar akan dirinya bahwa apa yang mereka lakukan selama ini adalah sebuah kesia-siaan.

Sia-sia karena mereka bukanlah anggota tim sukses, bukan anggota parpol pendukung, hanya sebatas simapati saja. Hak mereka sama dengan hak orang lainnya, boleh memilih salah satu calon dan boleh tidak memilih keduanya, tidak lebih dari itu.

Kedua capres itu sama sebangun, sama-sama punya kelebihan dan kekurangan, tiap-tiap orang bebas menentukan pilihan sesuai dengan hati nuraninya masing-masing, tidak perlu dibujuk-bujuk karena pemilih bukanlah anak kecil lagi, tidak boleh diintervensi karena pemilihan ini bebas dan rahasia, kecuali.

“Kecuali  jika kita punya kepentingan,” Kata Lung Bisar,


“Betul, Politik itu memang sarat dengan kepentingan, paling tidak, kepentingan untuk meraih kedudukan,”  Kata Cu Busu sambil beranjak dari tempat duduknya.
12:24 AM | 0 comments | Read More

Pemimpin Kencing Berdiri, Rakyat Kencing Menari

Makin dekat dengan hari pemilihan presiden makin riuh pula suara para pendukung masing-masing calon, semakin sering para capres dan cawapres datang kedaerah semakin terkotak-kotak pula masyarakat ditingkat bawah.

Gaduh dan terkotak-kotak dibumbui dengan berbagai ungkapan kasar dan serang menyerang antara kelompok pendukung capres yang satu dengan yang lainnya inilah yang menjadi kecemasan kita. Pilpres ini seakan sudah bergeser dari pesta demokrasi untuk melahirkan pemimpin yang mempersatukan bangsa menjadi perang yang meluluh lantakkan sendi-sendi persaudaraan

Memang hingga hari ini belum ada korban yang berjatuhan secara pisik, tetapi secara moral kita ditolak mundur kezaman purba yang prilaku manusianya tak mengenal etika, mengumbar umpatan secara berlebihan dan menganggap lawan dalam kompetisi sebagai musuh digelanggang.

Mula-mula perang dengan menggunakan kata dalam bait-bait puisi, yang satu menulis puisi bernada mengejek  lalu yang satunya lagi membalasnya dengan meminjam sajak Wiji Thukul. Dilanjut dengan umpatan lewat media cetak dan televisi, lalu diramaikan oleh masing-masing pendukung dengan akun palsu dijejaring sosial. Sungguh memprihatinkan.

Persaiangan antar capres seyogyanya dilakukan secara santun dan menjunjung adat ketimuran, saling menghargai dan saling menghormati.  Pemilihan presiden ini bukanlah perang tanding antara dua pendekar dalam dunia persilatan, dimana pendekar yang menang bisa melanjutkan hidupnya dengan damai sampai ada penantang berikutnya sementara yang kalah terkapar lana bersimbah darah, mati terkubur dengan dendam kesumat.

Tanpa disadari, pemilihan presiden kali ini telah melahirkan perseteruan antar elite yang menjalar keakar rumput, perang kata-kata antar tokoh dicontoh oleh para pendukungnya ditingkat bawah. Inilah yang membuat kita menjadi khawatir.

Kekhawatiran itu dipicu oleh realita yang berkembang ditengah masyarakat saat ini yang sudah mulai terkotak-kotak, masing-masing bersitegang urat leher membela calon yang didukungnya. Perbincangan ditempat-tempat umum hingga diwarung-warung kopi saat ini penuh dengan perdebatan antar masing-masing pendukung kandidat presiden.

Debat antar mereka terkadang berisi saling hujat dan membuka aib, seperti air tumpah kelantai berserak tanpa arah, mengalir sekenanya menurut penafsiran mereka sendiri akan ucapan elite yang diekspos oeh media.

Bagi kedua kandidat (Jokowi dan Prabowo) semua persaingan itu akan berakhir seiring dengan diumumkannya hasil pilpres mendatang, kalaupun diperpanjang masalahnya, paling hanya sampai ke Mahkamah Konstitusi. Setelah itu mereka bersalaman atau duduk bersanding secara damai, tetapi ditingkat bawah urusannya bisa runyam, sikap permusuhan diantara kedua kelompok pendukung itu akan berlangsung lama. Usaia Pilpres nanti, para elite pendukung capres akan saling berangkulan sambil melirik kemungknan mendekati lawan yang menang, tetapi diakar rumput akan seperti piring retak yang sangat susah untuk merekatkannya kembali.


Pemilihan presiden ini bertujuan untuk memilih seorang pemimpin yang terbaik bagi negeri ini, bukan untuk memecah belah dan mencabik-cabik rasa persaudaraan kita sesama bangsa Indonesia. Justeru itulah para tokoh negeri ini dihimbau agar tidak mempertontonkan sikap permusuhan dihadapan publik, karena masyarakat awam memiliki kecenderung sikap meniru kelakuan para pemimpinnya. Pemimpin Kencing Berdiri, Rakyat Kencing sambil Menari
12:13 AM | 0 comments | Read More

Ulama dan Kursi

"Bahkan saya berani menjamin, jika Jokowi-JK menang, menteri agamanya pasti dari kalangan Nahdatul Ulama (NU)," kata Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, di forum silaturahim ulama di Surabaya, Minggu (25/5/2014).

Sepintas, ucapan Muhaimin ini merupakan angin segar bagi warga NU, pemilihan presiden belum dilaksanakan jatah kursi kabinet untuk warga NU sudah disediakan. Ini menandakan bahwa NU merupakan sebuah organisasi yang selalu diutamakan dan diperhitungkan oleh siapapun yang memimpin dinegeri ini.

Namun karena ucapan ini disampaikan saat mendekati masa pemilihan presiden maka maknanya  bisa melenceng  jadi pelecehan terhadap NU. Apalagi ucapan itu disampaikan didepan para ulama Jatim yang pada umumnya adalah warga Nahdliyin.

Sadar atau tidak, ucapan Muhaimin itu seakan-akan memperlakukan para ulama seperti anak kecil yang bisa diiming-imingi dengan permen. Dengan janji jabatan menteri Agama,  Muhaimin mungkin berharap para Ulama akan mengajak pengikutnya untuk memilih pasangan Jokowi – JK sebagai presiden.

Ulama yang dihadapinya itu bukanlah orang bodoh, bukan pula kumpulan orang-orang yang haus jabatan. Mereka semuanya terdiri dari orang-orang berilmu dan berdedikasi, menentukan sikap pilihan bukan karena iming-iming jabatan, tetapi tergantung pada pribadi calon yang kita sodorkan. Lagi pula kursi menteri Agama itu hanya satu, sementara warga NU jumlahnya jutaan.

Bagi para Ulama, calon pemimpin itu jelas kreterianya, berakhlak, menjadi panutan bagi pengikutnya, arif dan bijaksana, berilmu  dan istiqomah, Amanah dan Fathonah, jujur serta berkeadilan dan beberapa syarat lainnya sesuai dengan tuntunan Rosul. Kesemua persyaratan pemimpin yang diyakini oleh para Ulama itu tidak bisa ditukar dengan sebuah kursi Menteri.

Sejatinya dalam pertemuan itu Muhaimin  bisa menjelaskan kepada para ulama tentang alasannya mendukung Jokowi – JK. Dia kewajiban untuk menyampaikan sedetail mungkin tentang profile Jokowi – JK, apa kelebihannya, apa untungnya bagi ummat dan apa ruginya jika ummat tidak memilih pasangan ini. Sehingga dengan penjelasan itu Ulama akan berkeyakinan bahwa memang Jokowi – JK lah pasangan pimpinan terbaik untuk dipilih.

Sebagai seorang pemimpin partai politik seharusnya Muhaimin ikut menumbuh suburkan faham Demokrasi yang kita anut. Siapapun yang terpilih menjadi presiden itulah yang terbaik untuk bangsa ini, tidak perduli apakah dia dari kelompok kita atau bukan, yang terpenting ukhwah Islamiyah tetap terjaga dengan baik, ummat tidak terkotak-kotak dalam kelompok kecil, tetapi bersatu padu dalam wadah besar yang bernama Indonesia.


Siapapun nantinya yang terpilih menjadi presiden maka dialah yang berwenang mengangkat menteri Agama. Dalam sejarah negeri ini telah mencatat bahwa sejak era reformasi, semua Menteri Agama itu berasal dari kalangan NU, cuma masalahnya adalah dua diantaranya telah menoreh catatan kelam,  tersandung kasus Korupsi dan digaruk oleh KPK. Dan kedua mantan menteri agama itu sudah bisa dipastikan telah merugikan nama baik NU.
12:07 AM | 0 comments | Read More

Benny dan Panbers Dalam Kenangan

Terakhir kali saya bertemu dengan Benny Panjaitan di Bandara Soekarno Hatta pada pernghujung 2012 silam, waktu itu pria yang saya kagumi ini bersama adik-adiknya yang tergabung dalam group musik panbers akan berangkat ke Sumatera Utara untuk sebuah Show.

Tubuhnya terlihat sedikit agak kurus dan karena penyakit yang dideritanya memaksa Benny harus duduk dikursi roda sepanjang hari. Diruang tungu bandara aku menanyakan keadaannya termasuk tentang kegiatannya sehari-hari yang menurut pengakuannya masih tetap bermain musik.

“Sampai kapanpun aku tetap ingin bermain musik,” katanya dengan mimik serius, kemudian dia melanjutkan lagi ceritanya yang mengeaskan bahwa bagi seorang Benny Panjaitan Musik adalah bagian dari hidupnya yang tak pernah bisa dipisahkan, bahkan sampai denyut nadi terakhir dia akan tetap ingin bernyanyi dan bermain musik.

Diakui oleh Benny bahwa dia tidak produktif seperti waktu mudanya dulu, namun dia tidak ingin berhenti berkarya, sesulit apapun keadaannya dia tetap berusaha mempertahankan eksistensi Panbers diblantika musik, justeru itulah meski harus didorong diatas kursi roda dia tetap berangkat ke Sumatera Utara untuk memenuhi permintaan penggemarnya.

Sama halnya dengan Tonny dalam keluarga Koeswojo, Benny menghimpun adik-adiknya seperti Hans, Doan dan Assido dalam sebuah group band yang diberi nama Panbers, akronim dari Panjaitan Bersaudara, sebuah nama yang mengekalkan marga Batak dalam kancah musik negeri ini.

Pembicaraan kami terputus seketika, karena Benny harus masuk kepesawat yang membawanya ke Medan. 
Mataku terus menataap langkah Asido Panjaitan mendorong Benny yang duduk dikursi roda, sambil ingatan surut kebelakang, kemasa-masa jayanya Panbers.

Waktu itu Panbers bersama Koesplus, The Mercys, Bimbo dan Favourite Group masuk dalam the big five group musik Indonesia. Masing-masing group musik ini memiliki ciri khas dan keistimewaan tersendiri,  seperti Panbers yang dikenal dengan Duet mautnya.

Lagu-lagu Hitsnya seperti Akhir Dari Cinta, Gereja Tua, Hidup terkekang dan lainnya hingga kini masih segar dalam ingatan publik. Meskipun lagu-lagu tersebut sudah terbilang lama usianya tetapi masih tetap enak didengar dimasa kini, itulah suatu bukti bahwa lagu dan musik yang kwalitas akan abadi dihati pendengarnya, dan kelompok Panbers memiliki hal itu.

Lama tak terdengar kabarnya, malam ini aku kembali melihat sosok Benny dalam acara televisi yang dipandu oleh Tukul Laptop, dia hadir bersama anak dan keponakannya plus adiknya Assido panjaitan. Penampilannya malam ini membuat hatiku jadi terenyuh, Benny yang kutemui dua tahun lalu sudah diubah oleh penyakit yang menggerogoti tubuhnya, bicaranya sudah terbata-bata dan tentunya sudah tidak bisa bernyanyi lagi. Namun sungguhpun demikian, keinginannya dalam bermusik tidak pernah padam, semangatnya masih menyala-nyala terutama ketika Tukul menanyakan apakah masih menciptakan lagu dengan tegas dia menjawab “Ya.”


Itulah Benny yang sejenak melintas dalam ingatan ku, semoga Panber tetap jaya dan abadi dalam ingatan penggemarnya, mauliate lae, Horas.
12:03 AM | 0 comments | Read More

Politisi Masuk Angin

Written By lungbisar.blogspot.com on Wednesday, June 25, 2014 | 11:47 PM

Pilpres tinggal enam minggu lagi, masing-masing kubu capres bergerak cepat pada siang dan malam hari. Mereka berlari mengejar waktu, membina hubungan dengan berbagai pihak, mendatangi petani dan pemusik, merancang baju seragam sebagai uniform agar mudah dikenali dan menyerang lawan dengan berbagai cara.

Persaingan antara kedua capres nampaknya semakin keras, masing-masing kubu sudah saling melempar tuduhan dan ejekan. Ada dalam bentuk puisi berbalas puisi, ada berbentuk sindiran yang dibalas pula dengan sindiran, dan ada pula yang memanfaatkan media sosial dalam menebar fitnah dan kebencian.

Seyogyanya, masing-masing capres memaparkan kepada publik tentang apa yang ingin mereka lakukan bila kelak terpilih menjadi PRESIDEN. Kemana bangsa dan negara ini mau mereka bawa, dan apa saja langkah kongkrit yang akan mereka lakukan agar kesejahteraan rakyat bisa lebih meningkat.

Seharusnya kedua capres berdiri ditengah publik, menanyakan apa kehendak hati rakyat lalu menyusun sebuah program untuk menjawab keingin rakyat dimaksud.  Mereka berdua seharusnya bisa memaparkan berbagai rencana program yang akan mereka laksanakan.

Rakyat sungguh sudah tidak bodoh lagi, justeru karenanya jangan dijejali dengan berbagai berita miring tentang masing-masing capres, tetapi masing-masing capres cobalah bicara dengan santun tanpa harus bicara tentang keburukan calon yang lain.

Cobalah sajikan kepada rakyat tentang bagaimana nantinya seorang presiden terpilih akan melaksanakan amanat Reformasi yang diputuskan oleh Sidang Umum MPR pada 1998 tentang pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Yang mana empat Presiden sebelumnya belum mampu menunaikan amanat MPR tersebut secara tuntas.

Cobalah paparkan bagaimana langkah kongkrit yang semestinya diambil oleh pemerintahan mendatang untuk mengatasi masalah pendidikan yang sistem Ujian Nasionalnya pada hari ini masih menjadi bahan perdebatan. Atau coba sampaikan kepada rakyat tentang upaya pemberantasan korupsi sehingga KPK tidak hanya sekedar menangkap Koruptor tetapi mampu membatasi langkah orang yang ingin menggarong uang rakyat.

Sistem pelayanan haji yang amburadul dan menjadi keluhan masyarakat muslim setiap musim haji juga perlu pembenahan, masing-masing capres seharusnya mengemukakan konsep bagaimana cara mengatasinya sehingga ummat muslim Indonesia bisa menjalankan ibadah haji dengan nyaman dan aman, tanpa dirasuki oleh syak wasangka terhadap penyelenggaraan haji.

Capres juga harus bisa menjelaskan soal tindakannya kedepan untuk mengatasi lonjakan jumlah tenaga kerja, apa upaya mereka untuk menciptakan lapangan kerja dan bagaiamana caranya agar jumlah TKI / TKW setiap tahunnya bisa berkurang.

Untuk Indonesia diwilayah Timur bagaimana pula cara pengembangannya, sehingga percepatan pembangunan bisa dilakukan tanpa harus menimbulkan rasa iri bagi saudaranya yang di Barat. Demikian juga soal daerah perbatasan yang harus dijaga sehingga rakyat disana tidak memilih hijrah kenegara lain, dan atau wilayah RI menjadi berkurang karena dicaplok oleh negara tetangga.


Banyak hal lain lagi yang semestinya mereka pikirkan untuk kepentingan bangsa dan negara ini, dan itu jauh lebih penting dari pada berbicara tentang keburukan lawan. Bicara tentang kejelekan dan keburukan lawan baik ditingkat elite maupun ditingkat pendukung yang paling bawah sama saja artinya menebar kentut kepada rakyat, baunya busuk dan menyengat hidung serta tidak ada manfaatnya, pekerjaan seperti ini hanya dilakukan oleh politisi kampungan yang sedang masuk angin. Dan sebagai rakyat pemilih tentunya tidak ingin dipimpin oleh politisi masuk angin yang kerjanya sepanjang waktu hanya sekedar ,menebar KENTUT.
11:47 PM | 0 comments | Read More

SDA Tersangka, Fahri Hamzah Meradang

Ditetapkannya Suryadharma sebagai tersangka dalam kasus penyelenggaraan haji membuat Fahri Hamzah meradang. Wasekjen PKS yang biasa bicara lantang itu menilai langkah KPK itu kontra produktif dengan upaya kemenag dalam upaya membenahi sistem pelayanan haji.

"Kami sangat sayangkan saat Kemenag membuat sistem pelayanan haji yang transparan, KPK justru mengambil langkah kontra-produktif dengan upaya pembenahan yang bertujuan untuk mencegah berbagai tindak pidana korupsi," ujar Fahri sebagai mana yang dikutip oleh berbagai media.

Saat ini kementerian agama memang sedang membenahi sistem pelayanan haji agar lebih baik dan transparan, upaya ini dimotori oleh Dirjen Haji dan Umroh Abimnyu dan Irjen Kemenag M. Jasin. Namun bukan berarti penetapan Suryadharma sebagai tersangka akan menghentikan langkah kemenag dalam hal pembenahan dimaksud.

Program bersih – bersih urusan haji dimaksud bukan rencana kerja yang mencuat begitu saja, tetapi lahir atas desakan dari masyarakat muslim Indonesia yang sepanjang tahun mengeluhkan buruknya  pelayanan haji.
Penetapan SDA sebagai tersangka bukan atas keinginan dari para komisioner KPK, tetapi sebuah proses yang harus dijalani oleh KPK sebagai lembaga penegak hukum. Jadi, sangat keliru jika Fahri menilai bahwa KPK telah menghalangi langlah kemenag untuk berbenah diri.

Bisa jadi penetapan SDA sebagai tersangka merupakan langkah awal dari pembenahan sistem yang buruk itu, menjadi pelajaran bagi penggantinya agar bekerja lebih baik lagi. Tidak memanfaat kesempatan untuk memboyong sanak famili dan koleganya pergi berhaji, bersikap transparan dalam mengelola dana tabungan haji yang setiap menit jumlahnya bertambah terus.

Kembali pada penilaian Fahri terhadap kinerja KPK, belakangan ini nampaknya memang terkesan ada sesuatu yang tidak beres, apapun langkah KPK selalu dinilai oleh anggota fraksi PKS ini sebagai sesuatu yang buruk, terutama setelah KPK menangkap LHI dan melemparkannya kedalam penjara, Bahkan dalam suatu kesempatan Fahri sempat mengusulkan agar KPK dibubarkan.


Kita tidak tau apakah penilaian Fahri terhadap KPK ini keluar dari hati yang bersih dan pikiran yang jernih, atau ada sesuatu yang membuat dia meradang sepanjang waktu ?
11:43 PM | 0 comments | Read More

Jangan Dihela Muhamadiyah ke Ranah Politik

Sidang Tanwir Muhammadiyah yang dalam dua hari ini berlangsung di Samarinda Kalimantan Timur menarik untuk dicermati. Acara yang dihadiri oleh kedua capres ini seakan membuka wacana Muhammadiyah sedang mempertimbangkan merubah sikap netralnya.

Masing-masing capres diberikan ruang dan kesempatan yang sama untuk berbicara memaparkan sikap dan pandangannya dihadapan peserta sidang Tanwir, dan dilanjutkan dengan diskusi yang dipimpin langsung oleh ketua umumnya Din Syamsuddin.

Kehadiran kedua capres dalam sidang Tanwir Muhammadiyah ini memang tidak serta merta akan merubah pandangan warga Muhammadiyah yang selalu bersikap netral, tetapi kehadiran dua capres ini  menjadi sesuatu yang menarik, mengingat hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya.

Sejak zaman Orde Baru, Muhammadiyah bersikap netral dalam setiap Pemilu, tidak berpihak kesalah satu parpol tetapi tidak membatasi kadernya untuk berkhikmad dalam salah satu partai politik. Muhammadiyah memang bukan sebuah partai politik, namun bukan berarti anggotanya anggotanya, dan terbukti dengan banyaknya anggota Muhammadiyah yang menjadi pengurus parpol.

Diawal era Reformasi,  Muhammadiyah ikut membidani lahirnya Partai Amanat Nasional, yang kemudian dipimpin oleh Amin Rais yang juga merupakan Tokoh Muhammadiyah. Sebagian besar pengurus partai ini direkrut dari kalangan Muhammadiyah, bahkan hingga sekarangpun pucuk pimpinannya dipegang oleh kader Muhammadiyah, maka patai inipun menjadi sangat identik dengan Muhammadiyah, ditambah lagi  lambang partai dibuat semirip mungkin dengan lambang Muhammadiyah.

Karena PAN identik dengan Muhammadiyah, sehingga awam berpandangan bahwa PAN itu adalah partainya Muhammadiyah. Namun sesungguhnya antara Muhammadiyah dan PAN itu adalah dua hal yang terpisah, baik secara institusi maupun secara struktural,  tidak memiliki hubungan apapun, kecuali hanya sebatas hubungan historikal. Muhamadiyah tetap bergerak dalam bidang sosial (Kesehatan dan pendidikan) sesuai dengan tujuan awal berdirinya.

Dalam setiap Pemilu Muhammadiyah tetap bersikap netral dan berpihak kepada PAN, tidak mewajibkan anggotanya untuk memilih PAN serta membebaskan anggotanya untuk memilih atau menjadi pengurus partai lain. Sikap Netral Muhammadiyah yang sedemikian rupa inilah yang membuat citra Muhammadiyah masih tetap terjaga dengan baik sebagai sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia.

Mengingat pentingnya sikap netral Muhammadiyah itu, maka perlu diingatkan kepada capres dan cawapres yang akan bertarung dalam pilpres mendatang agar tidak menarik-narik Muhammadiyah keranah politik, biarkanlah Muhamadiyah seperti apa adanya sekarang ini. Warga Muhammadiyah memang harus faham berpolitik, tetapi tidak baik ikut campur dalam politik praktis.

Jika diantara capres dan cawapres itu ada yang mengaku sebagai kader Muhammadiyah, maka tunjukkanlah  sikap bagaimana semestinya seorang Muhammadiyah bertarungan dalam meraih kekuasaan politik, tetapi jangan membawa – bawa  nama besar Muhammadiyah untuk kepentingan merebut kursi kekuasaan.

Segenap pimpinan dan  warga Muhammadiyah juga harus mampu menjaga diri, jangan sampai silau dan termakan bujuk rayu dari pasangan capres – cawapres.  Jangan menggadaikan Muhammadiyah untuk kepentingan politik sesaat. Jagalah sikap netral itu dengan sebaik mungkin, jangan sampai gerbong besar yang bernama Muhammadiyah ini dihela keranah politik praktis.

Wassalam
11:41 PM | 0 comments | Read More

Peringatan Untuk SDA

Written By lungbisar.blogspot.com on Monday, June 23, 2014 | 12:43 AM

Sungguh memalukan, seorang menteri Agama yang juga ketua Partai seperti Surya Darma Ali, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi. Korupsi dalam hal urusan penyelenggaran ibadah haji bagi ummat Islam yang semestinya difasilitasi dan dibantunya dengan ketulusan sikap, dan keikhlasan niat.

Semboyan Kementerian yang dipimpinnya itu “Ikhlas Beramal”, artinya selain gaji yang diterimanya dari negara, segala amal baktinya menjadi amal ibadah yang bernilai pahala disisi Allah, justeru itulah dia harus menjalankan tugas dengan hati yang tulus ikhlas

Sang menteri pasti mengerti tentang makna Ikhlas itu, mengerti dalam hal amal ibadah bahkan mungkin sudah sering didakwahkannya, karena beliau bukan orang sembarangan, dia seorang Muslim yang berpendidikan agama dan berkecimpung dalam organisasi keagamaan.

Partai yang dipimpinnya berlambangkan Ka’bah, sebuah partai yang katanya menjadi rumah besar ummat Islam. Lambang partainya menjadi kiblat saudara seimannya dalam sholat, dan menjadi tempat ziarah bagi ummat Islam yang menunaikan ibadah haji. Tetapi kenapa dalam urusan ini dia melakukan tindak kecurangan, menilap duit ummat yang semestinya dia bantu.

Tetapi inilah yang terjadi, jabatan sebagai menteri agama yang diebannya telah membuat matanya kalap, lupa akan ayat-ayat tuhan, hilang nalar dan mati rasa sehingga dia terjerembab menjadi tersangka.
Surya Darma Ali, boleh berdalih bahwa statusnya hari ini hanyalah seorang tersangka, belum sebagai terhukum, negeri ini menganut asas praduga tak bersalah, jadi dia masih layak menyebut dirinya bersih sebelum adanya keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum. Tapi harus diingat bahwa KPK tidak pernah main-main dalam menetapkan status seseorang, dan tidak ada tersangka yang ditetapkan oleh KPK dilepas bebas tanpa hukuman.

Surya Darma Ali memimpin dua Institusi penting yang berkaitan dengan ummat islam, (Menteri dan Ketua Partai) pemimpin dalam Islam identik dengan sebutan Imam, dan kedudukan seorang Imam itu amat sangat dihormati dan menjadi panutan bagi masyarakat Islam, justeru itulah dia harus mampu menjaga diri dari perbuatan tercela, bukan sebaliknya.

Statusnya sebagai tersangka membuat nama baiknya jadi tercela, maka dia sudah tidak layak lagi menjadi imam. Islam mengajarkan imam yang tercela itu adalah imam yang batal, dan imam yang batal selayaknya mundur dengan penuh kesadaran.

Jika dia tidak mau mundur dari jabatannya, pasti akan mengganggu kehusukan ummat Islam  dalam beribadah, terlebih-lebih lagi dalam waktu dekat ini kaum muslimin akan melaksanakan ibadah puasa. Tanggal 1  Ramadlan (awal puasa) akan ditetapkan melalui  sidang isbath. Alangkah kecewanya ummat nantinya jika keputusan memulai ibadah puasa itu dilaksanakan atas keputusan sebuah sidang yang dipimpin oleh seorang tersangka korupsi.

Justeru karena itu, Surya Darma Ali perlu diingatkan bahwa mundur dengan ikhlas demi kepentingan Ummat jauh lebih terhormat dari pada bertahan menunggu keputusan pengadilan.

Sekali lagi, mundurlah Pak Surya, sebelum dimundurkan oleh alu hakim !
12:43 AM | 0 comments | Read More

SBY Memimpin Gerakan Non Block

SBY memutuskan Partai yang dipimpinnya bersikap netral dalam pilpres mendatang, tidak mendukung Jokowi – JK, dan tidak pula memihak ke Prabowo – Hatta. Meskipun sesungguhnya Demokrat masih berpeluang untuk membentuk poros ketiga, atau setidak-tidaknya bergabung dengan salah satu capres yang ada.

Perolehan suara Partai Demokrat memang melorot jauh kebawah dibanding pemilu sebelumnya, tetapi penurunan itu tidak seburuk apa yang dibayangkan oleh banyak orang. PD masih mampu meraih suara pemilih sebesar 10 %, sekaligus menempatkan partai ini pada urutan keempat terbesar.

Kendatipun perolehan suaranya tergolong besar dibanding PPP, PKS, PKB dan Hanura, namun PD gagal menjalin komunikasi dengan partai lain sehingga tidak mendapatkan teman berkoalisi, padahal sebelumnya para elite partai Demokrat sering menyebutkan bahwa SBY merupakan faktor penentu terbentuknya poros ketiga.

Sampai pada detik-detik terakhir dari masa pencalonan presiden, SBY memutuskan PD tidak memihak kemanapun, tidak membangun koalisi baru dengan Golkar dan tidak pula berkoalisi dengan PDI-P atau ke Gerindra, tetapi bersikap Netral dalam pilpres mendatang.

Keputusan inilah kiranya yangmelahirkan gurauan politik muncul dengan menyebutkan bahwa SBY kini sedang memimpin gerakan nonblok, gurauan itu disambut SBY dengan senyum khasnya, setidak-tidaknya sikap itu terungkap saat menyampaikan pidato resminya pada pembukaan Rakornas Tim Pengendalian Inflasi Daerah.

Netralnya Partai Demokrat perlu diapresiasi karena dengan demikian kecurigaan akan prilaku incumbent yang selalu menggunakan kewenanganya untuk meraih kemenangan akan terkesampingkan. Semoga saja sikap netral SBY  ini akan diikuti oleh seluruh jajaran pemerintahan dibawahnya, setidak-tidaknya itulah hikmah yang dapat diambil.

Tetapi Sikap netral Partai demokrat ini masih harus diuji lagi, apakah usai Pilpres nanti PD akan berada diluar pemerintahan sebagai partai oposisi, atau malah sebaliknya berkoalisi dengan capres yang menang. Jika PD mengambil sikap bergabung dengan pihak yang menang, maka sikap Netral yang diputuskan SBY saat ini hanyalah cerminan dari sikap seorang pengecut yang tidak pernah siap kalah dalam sebuah pertarungan.

Namun Jika sikap netral ini berlanjut dengan menetapkan PD sebagai partai oposisi dalam pemerintahan yang akan datang, maka sikap netral yang diambil SBY ini akan menjadi nilai tambah bagi Partai Demokrat. Disamping akan dihargai sebagai ksatria dia juga memiliki waktu luang selama 5 tahun kedepan untuk berbenah diri guna merebut kembali kejayaan yang terlepas dari tangannya.


Selamat buat SBY, semoga tetap sukses memimpin gerakan nonblok dalam pilpres 2014 ini.
12:40 AM | 0 comments | Read More

Gejolak Ditubuh Golkar

Keputusan Abu Rizal Bakrie berkoalisi dengan Prabowo menimbulkan gejolak ditubuh Golkar sendiri. Sebagian kader muda Partai Golkar plus beberapa seniornya menolak untuk mendukung Prabowo dan menyatakan dukungannya kepada Jokowi – JK. Alasannya sederhana sekali, dari pada mendukung orang lain lebih mendukung kader sendiri.

Disisi lain, Abu Rizal nampaknya seperti sedang menghadapi sesuatu yang pelik, keputusan rapimnas partai Golkar beberapa hari lalu memberi tiga kewenangan sekaligus kepada Abu Rizal Bakrie. Pertama menjadi capres, kedua menjadi cawapres dan ketiga menentukan arah koalisi partai.

Untuk mengemban amanah rapimnas tersebut Abu Rizal langsung menghubungi SBY selaku ketua Partai Demokrat. Kans untuk menjadi capres masih ada dengan mengajak partai besutan SBY itu berkoalisi dengan mengajukan Abu Rizal sebagai capres dan Demokrat mengusulkan nama Pramono Edi Wibowo sebagai cawapresnya.

Wacana koalisi Golkar Demokrat ini juga tidak diterima oeh beberapa kader Golkar, bahkan menjadi bahan olok-olokan oleh Bambang Soesetyo sebagai koalisi odong-odong. Wakil Bendahara Golkar ini menolak wacana itu karena tidak mungkin Golkar berkoalisi dengan partai yang sudah ditinggalkan oleh rakyat, dan lebih tidak mungkin lagi jika ketua umum Golkar disandingkan dengan calon dari hasil konvensi lucu-lucuan.

Abu Rizal juga sudah berusaha menjajaki koalisi dengan PDI-P, tetapi Megawati dengan tegas menyebutkan koalisi tanpa syarat, termasuk persyaratan bagi-bagi kursi kabinet, apatah lagi untuk meminta jadi cawapres karena PDI-P dan rekan koalisinya sudahmemutuskan Jusuf Kala sebagai cawapres untuk Jokowi.

Gagal membangun Koalisi dengan Demokrat dan PDI-P akhirnya ARB memutuskan bergabung ke Gerindra, mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai capres dengan janji memberian kewenangan kusus kepada ARB sebagai menteri utama.

Keputusan terakhir inilah yang menjadi pemicu keriuhan dan penolakan dari kader-kader muda Golkar. Sebagian besar diantara mereka menginginkan Golkar berkoalisi dengan PDI-P untuk memperkuat dukungan terhadap  mantan Ketua Umum Golkar Jusuf Kala sebagai cawapres.

Bergabungnya Golkar dengan PDI-P,  diharapkan akan menjadi nilai tambah tersendiri bagi JK, karena disamping faktor ketokohannya secara  personal, ada  partai besar dibelakangnya. Agaknya itulah harapan kader muda Golkar sehingga mereka berusaha menarik Golkar untuk berkoalisi dengan PDI-P.

Tetapi nampaknya ARB punya alasan sendiri mengapa dirinya memilih Gerindra sebagai teman koalisi ketimbang PDI-P. Yang pertama tentu tawaran menarik yang diberikan oleh prabowo kepada ARB yang direncanakan menjadi menteri utama, meskipun gagal menjadi wapres tetapi memiliki kewenangan yang lebih besar dari menteri kabinet.

Kedua, barangkali ARB enggan mendukung Jusuf Kala, karena keberadaan JK telah menghambat langkahnya menuju kursi cawapres Jokowi, dan yang ketiga ada ketersinggungan atas sikap PDI-P yang hanya mau menerima Golkar sebagai teman koalisi jika Golkar tidak mengajukan syarat apapun.

Koalisi tanpa syarat yang diajukan oleh PDI-P inilah yang membuat ARB balik kanan, karena bagi Golkar, hasil akhir dari koalisi adalah berbagi kekuasaan.


12:38 AM | 0 comments | Read More

Poros Amper Goyang

Sambil memutar lagu Mak Inang Pulau Kampai, Lung Bisar memacu mobilnya menuju jantung kota, dengan kecpatan tinggi dia melintasi jalur sibuk dan menerobos kemacetan dijalan raya. Dia harus segera bertemu dengan seseorang untuk membicarakan bentuk sebuah POROS yang dianggap penting. Penting untuk karirnya dan  penting pula untuk bangsa dan negara ini dalam lima tahun kedepan.

Demi kepentingan POROS yang teramat penting itu pulalah dia bergegas meluncur, menyalip kenderaan didepannya, menekan pedal gas sekuatnya, menginjak rem pada waktu dibutuhkan mengendalikan stir untuk memastikan mobil melaju kearah tujuan, dan akhirnya sampailah dia  ditempat orang penting yang sedang menunggunya.

Setelah bertemu dan berbasa-basi sejenak tentang POROS yang dianggapnya penting itu, dia langsung balik kanan, seketika itu juga dia memutuskan tidak penting berbicara banyak dengan orang tersebut. Orang yang baru saja ditemuinya itu ternyata tidaklah sepenting apa yang dia bayangkan. Dia merasa bahwa masih ada orang diporos lain yang lebih penting untuk diajak bicara, diapun beregegas pergi dari situ.

Setibanya ditempat kedua, Lung Bisar harus menelan rasa kecewa, sesuatu yang dianggapnya penting untuk dibicarakan ternyata dianggap tidak penting oleh lawan bicaranya. Orang kedua yang ditemuinya itu memandang tidak ada hal penting yang harus dibicarakan lagi, dan kalau mau bicara harus menanggalkan segala kepentingan yang ada. Porosnya sudah penuh, tidak butuh energi baru, kalau mau bergabung silakan tanpa mengajukan syarat.

Pernyataan itu membuat Lung Bisar gigit jari, berlalu meninggalkan ruangan itu dengan harapan kecewa. Dalam perjalanan pulang dia melihat amper spido meternya mengalami gangguan, goyang kekiri kanan tak beraturan, seperti mengikuti irama pikirannya yang sudah mulai ragu akan keadaan sebenarnya. Indikator panas mobilnya turun naik secara mendadak, seperti radiator kekurangan air.

Dengan segala keresahan dia periksakan mobilnya disebuah bengkel, namun menurut keterangan montir tidak ada masalah dengan mobilnya. Montir itu malah menyarankan kepadanya agar menyetir mobilnya dengan hati dan pikiran yang tenang, menentukan arah dan tujuan yang jelas, bukan dengan hati dan pikiran yang goyang dengan arah dan tujuan yang tak pasti.

Dari bengkel dia kendarai mobilnya dengan santai menuju arah pulang, dia tidak terburu-buru lagi, dia merasa sudah tidak ada lagi hal penting yang harus dibicarakan, dia sampai pada suatu kesadaran bahwa dirinya bukanlah orang penting dinegeri ini.


Dalam perjalanan pulang amper mobilnya bergerak normal kembali, tidak goyang kekanan dan kiri, tenang dan nayaman sekali, setenang hati dan pikirannya yang tidak lagi “memandang dirinya sebagai orang penting untuk diajak berkoalisi”.  
12:34 AM | 0 comments | Read More

Hiburan Menjelang Turun Panggung

Meskipun perolehan suaranya pada pemilu 2014 ini anjlok dibanding dengan pemilu sebelumnya, dan rekan-rekan koalisinya sudah melenggang berkoalisi dengan partai lain,  namun kader Partai Demokrat masih optimis bisa membentuk poros baru dalam menghadapi pilpres mendatang.

Partai Golkar yang saat ini sedang menggelar Rapim untuk menentukan sikap itu kini menjadi satu-satunya tumpuan harapan mereka. Bisa jadi Golkar tidak bergabung dengan PDI-P atau Gerindra tetapi membentuk poros baru bersama Partai Demokrat, dan kemungkinan itu bisa saja terjadi, karena politik itu amat dinamis, bisa berubah dalam hitungan menit.

Harapan ini diungkapkan oleh Ramadhan Pohan sebagai sesuatu yang menarik, bahkan secara sesumbar wasekjend PD ini menyebutkan bahwa Partai Demokrat selalu lebih unggul dari partai lain. Hanya PD yang mampu meraih kemenangan berturut-turut dalam dua kali pemilihan presiden. Pohan sepertinya sedang berharap PD akan mendulang sukses seperti yang terjadi pada pilpres ditahun 2004 dan 2009 yang lalu.

Pohan mungkin lupa, bahwa zaman sudah berubah, masa lalu sudah berganti dengan kekinian, kalau dulu Demokrat bisa mendulang suara dalam pemilu legislatif dan pilpres karena faktor kepercayaan dan harapan rakyat terhadap Partai Demokrat. Kini Harapan dan kepercayaan rakyat itu sudah mulai menipis, terbukti dengan raihan suara PD yang melorot jauh kebawah dibanding pemilu sebelumnya.

Faktor utama hilangnya kepercayaan rakyat itu disebabkan banyaknya kader partai yang terlibat skandal korupsi. Slogan “Katakan tidak pada korupsi” yang diiklankan oleh kader Demokrat dilayar kaca televisi menjadi bumerang bagi partai itu sendiri, karena Angelina Sondakh dan Anas Urbaningrum yang jadi bintang iklan menolak korupsi itu justeru kini menjadi pesakitan karena terjerat kasus korupsi.

Sebelum Anas dan Anggi ada pula nama Nazaruddin yang sudah duluan divonis, disusul oleh mantan menpora Andi Malarangeng. Beberapa hari yang lalu menyusul pula Soetan Bathugana, kader Demokrat yang sering mengirimkan nasehat dengan Tahajjud Masengernya ini kini sudah ditetapkan jadi tersangka. Selanjutnya anak seorang menteri yang juga kader PD kini sedang disidangkan dipengadilan, bisa jadi akan terungkap bahwa sang anak menjadi leluasa melakukan kecurangan karena mendapat fasilitas sebagai anak menteri.

Belakangan dengan santer beberapa petinggi Partai Demokrat menyebut nama Sri Sultan untuk dijadikan calon presiden. Ini sunguh merupakan lelucon yang tidak lucu, sesuatu yang tidak mungkin dilakukan karena Demokrat tidak memenuhi syarat Presiden Treshold untuk mengajukan capres. Sri Sultan juga mengaku tidak pernah diajak bicara soal itu, dan sampai hari ini Sri Sultan masih merupakan kader Partai Golkar.

Satu hal yang lebih penting lagi, mengajukan Sri Sultan sebagai calon presiden pada hari ini berpotensi melanggar hukum. Permendagri No. 13 tahun 2009, mengatur tenggat waktu 7 (tujuh) hari sebelum mencalonkan diri seorang kepala daerah harus mengajukan permohonan Ijin kepada presiden.

Demikian juga halnya dengan Dahlan Iskan, pemenang konvensi capres Partai Demokrat ini juga sudah kadaluwarsa, dia terlambat diumumkan sebagai pemenang sehingga tidak mungkin dicalonkan lagi oleh partai mamanpun. Dia terganjal oleh aturan yang termaktub dalam UU No. 18/2013 pasal 29 yang mewajibkan pejabat negara  harus mengundurkan diri 7 (tujuh) hari sebelum mendaftar sebagai capres.

Waktu yang tersisa kini hanya tinggal 4 hari lagi.  Mustahil Sultan dan Dahlan bisa memenuhi ketentuan dimaksud, kecuali jika pemerintah berani mengambil resiko dengan seketika merubah Permendagri dan DPR merevisi UU dimaksud.


Dengan demikian, sulit rasanya PD akan mampu meraih angan-angannya untuk mengajukan calon presiden, apatah lagi untuk mengulangi kisah suksesnya dimasa lalu. Semangat Pohan yang menggebu-gebu itu tidak lebih hanya sekedar bualan penyedap hati belaka, sekedar menghibur diri menjelang masa turun panggung tiba. 
12:30 AM | 0 comments | Read More