Sidang Tanwir Muhammadiyah yang dalam dua hari ini berlangsung
di Samarinda Kalimantan Timur menarik untuk dicermati. Acara yang dihadiri oleh
kedua capres ini seakan membuka wacana Muhammadiyah sedang mempertimbangkan
merubah sikap netralnya.
Masing-masing capres diberikan ruang dan kesempatan yang sama
untuk berbicara memaparkan sikap dan pandangannya dihadapan peserta sidang
Tanwir, dan dilanjutkan dengan diskusi yang dipimpin langsung oleh ketua
umumnya Din Syamsuddin.
Kehadiran kedua capres dalam sidang Tanwir Muhammadiyah ini
memang tidak serta merta akan merubah pandangan warga Muhammadiyah yang selalu
bersikap netral, tetapi kehadiran dua capres ini menjadi sesuatu yang menarik, mengingat hal
ini tidak pernah terjadi sebelumnya.
Sejak zaman Orde Baru, Muhammadiyah bersikap netral dalam
setiap Pemilu, tidak berpihak kesalah satu parpol tetapi tidak membatasi
kadernya untuk berkhikmad dalam salah satu partai politik. Muhammadiyah memang
bukan sebuah partai politik, namun bukan berarti anggotanya anggotanya, dan
terbukti dengan banyaknya anggota Muhammadiyah yang menjadi pengurus parpol.
Diawal era Reformasi,
Muhammadiyah ikut membidani lahirnya Partai Amanat Nasional, yang
kemudian dipimpin oleh Amin Rais yang juga merupakan Tokoh Muhammadiyah. Sebagian
besar pengurus partai ini direkrut dari kalangan Muhammadiyah, bahkan hingga
sekarangpun pucuk pimpinannya dipegang oleh kader Muhammadiyah, maka patai
inipun menjadi sangat identik dengan Muhammadiyah, ditambah lagi lambang partai dibuat semirip mungkin dengan
lambang Muhammadiyah.
Karena PAN identik dengan Muhammadiyah, sehingga awam berpandangan
bahwa PAN itu adalah partainya Muhammadiyah. Namun sesungguhnya antara Muhammadiyah
dan PAN itu adalah dua hal yang terpisah, baik secara institusi maupun secara
struktural, tidak memiliki hubungan apapun,
kecuali hanya sebatas hubungan historikal. Muhamadiyah tetap bergerak dalam
bidang sosial (Kesehatan dan pendidikan) sesuai dengan tujuan awal berdirinya.
Dalam setiap Pemilu Muhammadiyah tetap bersikap netral dan berpihak
kepada PAN, tidak mewajibkan anggotanya untuk memilih PAN serta membebaskan
anggotanya untuk memilih atau menjadi pengurus partai lain. Sikap Netral
Muhammadiyah yang sedemikian rupa inilah yang membuat citra Muhammadiyah masih
tetap terjaga dengan baik sebagai sebuah organisasi Islam terbesar di
Indonesia.
Mengingat pentingnya sikap netral Muhammadiyah itu, maka
perlu diingatkan kepada capres dan cawapres yang akan bertarung dalam pilpres
mendatang agar tidak menarik-narik Muhammadiyah keranah politik, biarkanlah
Muhamadiyah seperti apa adanya sekarang ini. Warga Muhammadiyah memang harus
faham berpolitik, tetapi tidak baik ikut campur dalam politik praktis.
Jika diantara capres dan cawapres itu ada yang mengaku
sebagai kader Muhammadiyah, maka tunjukkanlah
sikap bagaimana semestinya seorang Muhammadiyah bertarungan dalam meraih
kekuasaan politik, tetapi jangan membawa – bawa
nama besar Muhammadiyah untuk kepentingan merebut kursi kekuasaan.
Segenap pimpinan dan
warga Muhammadiyah juga harus mampu menjaga diri, jangan sampai silau
dan termakan bujuk rayu dari pasangan capres – cawapres. Jangan menggadaikan Muhammadiyah untuk
kepentingan politik sesaat. Jagalah sikap netral itu dengan sebaik mungkin,
jangan sampai gerbong besar yang bernama Muhammadiyah ini dihela keranah
politik praktis.
Wassalam
0 comments:
Post a Comment