Keputusan Abu Rizal
Bakrie berkoalisi dengan Prabowo menimbulkan gejolak ditubuh Golkar sendiri.
Sebagian kader muda Partai Golkar plus beberapa seniornya menolak untuk
mendukung Prabowo dan menyatakan dukungannya kepada Jokowi – JK. Alasannya sederhana
sekali, dari pada mendukung orang lain lebih mendukung kader sendiri.
Disisi lain, Abu Rizal
nampaknya seperti sedang menghadapi sesuatu yang pelik, keputusan rapimnas
partai Golkar beberapa hari lalu memberi tiga kewenangan sekaligus kepada Abu
Rizal Bakrie. Pertama menjadi capres, kedua menjadi cawapres dan ketiga
menentukan arah koalisi partai.
Untuk mengemban amanah
rapimnas tersebut Abu Rizal langsung menghubungi SBY selaku ketua Partai
Demokrat. Kans untuk menjadi capres masih ada dengan mengajak partai besutan
SBY itu berkoalisi dengan mengajukan Abu Rizal sebagai capres dan Demokrat
mengusulkan nama Pramono Edi Wibowo sebagai cawapresnya.
Wacana koalisi Golkar
Demokrat ini juga tidak diterima oeh beberapa kader Golkar, bahkan menjadi
bahan olok-olokan oleh Bambang Soesetyo sebagai koalisi odong-odong. Wakil
Bendahara Golkar ini menolak wacana itu karena tidak mungkin Golkar berkoalisi
dengan partai yang sudah ditinggalkan oleh rakyat, dan lebih tidak mungkin lagi
jika ketua umum Golkar disandingkan dengan calon dari hasil konvensi
lucu-lucuan.
Abu Rizal juga sudah
berusaha menjajaki koalisi dengan PDI-P, tetapi Megawati dengan tegas
menyebutkan koalisi tanpa syarat, termasuk persyaratan bagi-bagi kursi kabinet,
apatah lagi untuk meminta jadi cawapres karena PDI-P dan rekan koalisinya
sudahmemutuskan Jusuf Kala sebagai cawapres untuk Jokowi.
Gagal membangun Koalisi
dengan Demokrat dan PDI-P akhirnya ARB memutuskan bergabung ke Gerindra,
mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai capres dengan janji memberian
kewenangan kusus kepada ARB sebagai menteri utama.
Keputusan terakhir
inilah yang menjadi pemicu keriuhan dan penolakan dari kader-kader muda Golkar.
Sebagian besar diantara mereka menginginkan Golkar berkoalisi dengan PDI-P
untuk memperkuat dukungan terhadap
mantan Ketua Umum Golkar Jusuf Kala sebagai cawapres.
Bergabungnya Golkar
dengan PDI-P, diharapkan akan menjadi
nilai tambah tersendiri bagi JK, karena disamping faktor ketokohannya
secara personal, ada partai besar dibelakangnya. Agaknya itulah
harapan kader muda Golkar sehingga mereka berusaha menarik Golkar untuk
berkoalisi dengan PDI-P.
Tetapi nampaknya ARB
punya alasan sendiri mengapa dirinya memilih Gerindra sebagai teman koalisi
ketimbang PDI-P. Yang pertama tentu tawaran menarik yang diberikan oleh prabowo
kepada ARB yang direncanakan menjadi menteri utama, meskipun gagal menjadi
wapres tetapi memiliki kewenangan yang lebih besar dari menteri kabinet.
Kedua, barangkali ARB
enggan mendukung Jusuf Kala, karena keberadaan JK telah menghambat langkahnya
menuju kursi cawapres Jokowi, dan yang ketiga ada ketersinggungan atas sikap
PDI-P yang hanya mau menerima Golkar sebagai teman koalisi jika Golkar tidak
mengajukan syarat apapun.
Koalisi tanpa syarat
yang diajukan oleh PDI-P inilah yang membuat ARB balik kanan, karena bagi
Golkar, hasil akhir dari koalisi adalah berbagi kekuasaan.
0 comments:
Post a Comment