Hasrat hati nak bertemu
dengan Ngah Leman, teman lamanya yang beladang di Teluk Bano, namun karena
sampannya bocor dilambung membuat dia harus berlabuh menambatkan sampannya dipinggir
sungai dan Lung Bisar kemalaman diperjalanan.
Saat berlabuh itu dia
melihat ada bayangan yang bergerak dalam gelap kearahnya, sebuah sampan sedang
dikayuh oleh seseorang melintasi tempat dia menambatkan sampannya. Dia
perhatikan dengan seksama, perlahan namun bisa dipastikan bahwa orang yang
mengayuh sampan itu adalah BUDUL.
Budul, tokoh yang cukup
dikenal oleh masyarakat Rokan Hilir, di era tujuh puluhan dulu namanya menjadi
momok yang menakutkan, dia adalah pimpinan perampok yang menjarah disepanjang
Sungai Rokan,waktu itu hampir tidak ada orang yang tidak mengenalnya. Sampannya
besar, bertuliskan kata NUN dengan lambang Jari Telunjuk berukuran besar dengan
warna Merah. Tapi si Budul peampok ulung itu sudah lama meninggal, bahkan Lung Bisar ikut mengantar jenazahnya
kepemakaman, tapi kenapa kini malah ada dihadapannya, ada apa ini ? Tanya Lung
Bisar dalam hatinya.
“Jangan bingung Lung,”
tiba-tiba terdengar suara orang yang melintas itu menyapanya. “Aku memang sudah
lama meninggal, tapi kini sudah lahir BUDUL-BUDUL yang baru, BUDUL dengan
penampilan yang berbeda, tapi kerja kami tetap sama yakni “merampok uang rakyat”
, Lihatlah si Nazar, Gayus, dan lain-lainnya,” kata orang itu sambil menghilang
dalam gelapnya malam, meninggalkan Lung Bisar yang termenung sendiri
kebingungan, dan diujung lamunannya dia berkata lirih, “Ternyata BUDUL masih
hidup.” Kata-kata itu menutup lamunannya,
dan saya menutup tulisan ini,
selanjutnya marilah istighfar “Na’zubillahi min zaliqa.
0 comments:
Post a Comment