Selepas membaca statement Ketua Umum Partai Demokrat Anas
Urbaningrum, saya bergegas mengajak Lung Bisar sang penjaga Pos Ronda
Dusun Teluk Bano pergi ke dokter mata untuk memeriksakan matanya. Saya
khawatir apa yang dikatakan Anas bahwa pengkritik pemerintah itu "rabun
secara politik" benar adanya, sehingga dia perlu melakukan penggantian
kaca mata.
Begitu tawaran kedokter itu saya sampaikan kepadanya, Lung Bisar
mencak-mencak dihadapan saya, niat baik saya benar-benar tak
dihargainya, dia malah balik membentak saya
"Tidak ada masalah dengan Mata saya,"
"Tapi Anas bilang mata pengkritik pemerintah itu Rabun secara Politik, Lung Bisar kan sering mengkritik pemerintah, boleh jadi apa yang dikatakan Anas itu benar." Jawabku dengan sedikit ragu.
"Oooo ....... Kalau begitu anda keliru, seharusnya bukan saya yang
dibawa kedokter mata, tapi Anaslah yang harus anda bawa ke psikiater,"
bentaknya dengan nada tinggi.
"Lho, koq begitu ?" Tanya ku.
"Barangkali jiwanya sedang terganggu oleh situasi saat ini.
Pernyataan Nazar didepan pengadilan membuat dia tergoncang, isi eksepsi
Nazar itu menjadi tiupan angin kencang kearahnya, membuat Anas linglung
dan mabuk bagai penumpang kapal laut, sehingga dia tidak bisa melihat
dengan baik dan benar. Maka keluarlah pernyataan politik yang menuding
orang yang kritis terhadap pemerintah dan presiden SBY itu sebagai orang
yang rabun dalam politik.
"Apa tujuannya ?" Tanya ku dengan heran.
"Dalam situasi seperti itu, Anas butuh perlindungan. Dan tempat
berlindung yang paling nyaman adalah orang kuat seperti SBY, Presiden
sekaligus ketua Dewan Pembina Partai yang dipimpinannya. Jadi untuk
menambah simpati dan rasa sayang SBY, Anas perlu membuat pernyataan yang
menyenangkan, sehingga SBY bisa melindungi Anas dibawah ketiaknya,"
hening sejenak nampak Lung Bisar sedang menarik nafas, mengumpulkan
tenaga , mengendalikan emosinya yang tiba-tiba memuncak.
"Negeri ini sedang amburadul, dianggapnya sudah berada dijalur yang
tepat, baru saja kita dikejutkan oleh peristiwa pembantaian di Mesuji,
lalu pemerintah pusat seperti buang badan, dengan pernyataan menhut yang
menyebutkan bahwa itu sebagai urusan daerah, entah apa maksudnya.
Segepuk uang negara ini ditilap oleh hantu dalam kasus Century, Gayus
Tanmbunan, Wisma Atelit, Papua masih bergolak tembak menembak sesama
sebangsa, dan lain sebagainya." Tambah Lung Bisar dengan nada tinggi.
"Tapi kan semenjak SBY jadi presiden, orang miskin dan pengangguran jadi berkurang ?" Tanyaku
"Itukan kata Anas, kata LSM dan pengamat sosial tidak, lihat sajalah
kenyataannya, masih ada beribu anak jalanan yang merangkai hari tanpa
masa depan yang jelas. Televisi sepanjang hari menyiarkan berita duka
anak bangsa ini. Jembatan roboh sebelum waktunya menelan korban jiwa.
Kehormatan kita sebagai bangsa tercabik-cabik, dengan ringan tangan
negara sekecil Malaysia berangan mencaplok wilayah kita tanpa ada
perlawanan sedikitpun. Hampir tiap bulan kita menerima peti mati
membungkus warga kita yang dibunuh dari luar negeri, kita menjual
bangsa kita sendiri untuk menjadi babu diluar negeri dengan bungkusan
elok yang disebut TKW dan diberi gelar kehornmatan sebagai pahlawan
devisa." Jawab Lung Bisar sambil menyeruput kopinya.
"Tapi Lung,"
"Tak ada tapi-tapian, pergi ke Anas tu dan katakan padanya,
berhentilah memutar balikan fakta, jangan bermain retorika yang tak
jelas ujung pangkalnya," jawab Lung Bisar sambil membuang mukanya.
Melihat sikap Lung Bisar seperti itu, mengertilah saya bahwa sudah
tak sudi lagi meneruskan pembicaraan, saya harus beranjak dari situ, tak
elok terus menerus berada dekat orang tua yang sedang emosi, lebih baik
cepat pergi daripada diusir dengan siraman kopi panas. Ngaciiiiiir.
0 comments:
Post a Comment