Motto :

Membaca sebanyak mungkin, Menulis seperlunya
Powered by Blogger.

Visitors

Powered By Blogger

Featured Posts

Like us

ads1

Wakil Rakyat Makan Sumpah

Written By lungbisar.blogspot.com on Saturday, December 23, 2017 | 11:03 AM

(Catatan ringan untuk Tuan Hidayat Nur Wahid)
Dalam satu kesempatan di Bengkulu, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengingatkan agar masyarakat mempergunakan hak pilihnya dalam pemilu dan tidak mengambil sikap Golput. Menggunakan hak suara dengan baik merupakan salah satu tanda mencintai Indonesia.
Apa yang disampaikan oleh HNW ini, sesungguhnya rakyat sudah mahfum, bahwa menggunakan hak suara itu merupakan wujud peran aktif rakyat dalam menentukan masa depan bangsanya. Rakyat sadar sesadarnya bahwa Pemilu dilaksanakan sebagai pemenuhan amanah konstitusi yang menyebutkan kedaulatan berada ditangan rakyat, justeru itulah rakyat diundang untuk memberikan suaranya, menentukan siapa yang akan menjadi wakilnya dilegislatif dan siapa yang dipercaya untuk menjadi pemimpin.
Wakil rakyat dan pemimpin terpilih akan bekerja dengan sepenuh hati untuk dan atas nama kepentingan rakyat, berpikir sekuat tenaga bagaimana nasib rakyat hari ini lebih baik dari kemarin dan bisa menatap hari esok dengan harapan hidup yang lebih sejahtera, justeru itu pulalah kiranya rakyat ikhlas merogoh koceknya untuk membayar gaji wakil dan pemimpinnya.
Menggunakan hak pilih dengan cara datang ketempat pemungutan suara sesungguhnya bukanlah hal yang berat, tapi masalahnya bukan sesederhana itu. Pertanyaan selanjutnya yang perlu dijawab oleh HNW adalah “Apakah Wakil rakyat dan pemimpin yang sudah memenuhi kehendak rakyat, bekerja dan berbuat untuk dan atas nama kepentingan rakyat.
Pertanyaan ini perlu dijawab dengan secermat mungkin sebelum himbauan itu dilontarkan secara berulang-ulang. Dimata rakyat hari ini terdedah sikap prilaku sebagian wakil rakyat dan pemimpin yang korup. Mereka bekerja asal-asalan tetapi hak dan pendapatan mereka tidak boleh berkurang.
Daya beli masyarakat menurun ditengah gencarnya usaha pemerintah menguber-ubar rakyat sebagai wajib pajak. Artinya, pemerintah hanya mengejar pendapatan Negara tanpa melihat kondisi hidup masyarakat.
Hampir tiap hari media cetak dan elektronik memberitakan sikap dan prilaku buruk wakil rakyat. Sejumlah anggota DPR menjadi pesakitan dikursi terdakwa karena mencuri uang rakyat. Bahkan Ketua DPR saat ini sedang menjalankan persidangan karena terjerat kasus korupsi e – KTP. Kasus ini baru diumulai dan berkemungkinan juga akan menyeret nama lain dari Senayan.
Partai politik sebagai pilar demokrasi, yang seharusnya menyiapkan kader partai untuk menjadi pemimpin bangsa dan wakil rakyat yang baik juga banyak yang dalam keadaan bermasalah. PKS belum selesai urusannya Fachri Hamzah. Partai Golkar dalam lima tahun terakhir ini sempat melakukan Munaslub, itu artinya masih ada masalah. PPP sampai hari ini juga belum selesai urusannya dengan Jan Farid dan masih terlalu panjang bila diurai satu persatu.
Memang tidak semua anggota DPR itu berprilaku buruk dan korup, masih ada yang baik dan berpikiran jernih, tapi sederet nama politisi Senayan yang tertangkap karena korupsi itu tidak bisa disangkal telahmelukai perasaan rakyat yang memilihnya, sehingga rakyat sampai pada kesimpulan bahwa yang terlihat bersih itu hanya karena bernasib baik, belum tertangkap saja.
Kinerja wakil rakyat sekarang ini juga sangat buruk,untuk tahun 2017, target Prolegnas sebanyak 52 RUU, realisasinya hanya enam yang mampu diselesaikan.
Rakyat tau bahwa Gedung Parlemen juga diisi oleh orang-orang malas, sering bolos dan mengantuk disaat siding. Tingkat kehadiran anggota DPR sepanjang tahun 2017 ini di bawah 50 persen. Yang paling parah adalah Fraksi PKB, hanya 33,71 persen, dan tingkat kehadiran tertinggi Fraksi Hanura sebesar 50,76 persen.

Paparan kondisi sikap dan prilaku wakil rakyat seperti diatas itu, merupakan jawaban atas himbauan HNW tentang Pemilu, bukan rakyat yang tidak mau berpartisipasi, bukan rakyat tidak sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga Negara, tetapi sikap dan prilaku wakil rakyat itulah yang membuat rakyat enggan mengikuti PEMILU.
11:03 AM | 0 comments | Read More

Novanto, Bernyanyilah

Setya Novanto kembali menjalani sidang lanjutan pada Rabu kemarin (20.12.17) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Terdakwa kasus korupsi proyek e-KTP itu kini sudah sehat wal afiat dan mampu menjawab pertanyaan hakim.
Novanto berjalan sendiri menuju kursi terdakwa, tanpa dipapah oleh siapapun seperti pada permulaan sidang perdana pekan lalu. Ketika hakim menanyakan kesehatannya dia menjawab dengan nada datar "Sehat, yang mulia,".
Pengadilan terhadap Novanto menjadi babak baru dalam kasus korupsi e KTP, public berharap Novanto akan membuka lembaran  ingatannya dan menyingkap tabir hitam dibalik kasus yang menelan segudang uang rakyat.
Uang yang nilainya triliyunan rupiah itu diduga mengalir keberbagai pihak, dan daftar nama-nama pihak yang menerimanya ada dalam memory Novanto, atau setidak-tidaknya sudah pernah diungkap dalam dakwaan dan keputusan hakim terhadap terdakwa sebelumnya.
Dalam surat dakwaan pertama terhadap Novanto yang telah digugurkan oleh praperadilan mencantumkan tiga nama elit partai yang kemudian pada surat dakwaan yang kedua menjadi hilang.
Hilangnya beberapa nama kader partai dimaksud sempat menjadi pertanyaan bagi pengaca Novanto, dan KPK menjawabnya dengan enteng, dalam keterangan KPK yang terakhir nama tersebut bukan dihilangkan, tetapi disusun berdasarkan kluster.
Pertanyaan penasehat hukum Novanto tersebut menyiratkan bahwa nama yang hilang  timbul dalam surat dakwaan itu mungkin bakal muncul kembali. Kemungkinan itu sangat besar sekali , karena pada dakwaan dalam kasus yang sama terhadap mantan pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto, , nama empat kader PDI-P, Arif Wibowo, Yasonna Laoly, Olly Dondokambey dan Ganjar Pranowo, disebut-sebut sebagai pihak yang kebagian Durian runtuh e-KTP. Arif Wibowo disebut-sebut menerima USD108.000, Olly Dondokambey senilai USD1,2 juta, Ganjar Pranowo senilai USD520 ribu, dan Yasonna Laoly sebesar USD84 ribu.
Menurut keterngan Ganjar saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (30/3) lalu, dia pernah tiga kali ditawarkan uang terkait proses pembahasan proyek e-KTP. Ia juga pernah diberikan bungkusan yang diduga berisi uang oleh  anggota Komisi II DPR Mustoko Weni, tetapi ditolaknya.
"Saya enggak ingat, sekali, dua kali atau tiga kali di dalam ruang sidang. Dia bilang, 'Dek ini ada titipan'. Saya bilang tidak usah. Dari awal saya tidak mau terima, saya bilang ambil saja," kata Ganjar kepada majelis hakim.
Ganjar, atau pihak lainnya bisa saja membantah pernah menikmati hasil jerih payah kong kalikong uang siluman e-KTP, tapi KPK tentu tidak akan berhenti disitu saja. Saat melakukan jumpa pers di Kuningan pada Rabu 20 Des kemarin, Juru bicara KPK Febri memastikan bahwa nama tiga politisi PDI-P dimaksud tetap ada dalam rangkaian kasus E-KTP.
Bukan hanya sebatas tiga nama itu saja, masih ada kemungkinan nama lain, karena menurut dugaan uang yang dibagi-bagikan kepada sejumlah anggota DPR itu jumlahnya sangat besar sekali, yakni senilai US $ 12,8 juta plus Rp. 44 miliar. (waw), siapa saja yang menerima dan dari Partai mana saja mereka ?.
Pertanyaan inilah yang bermain dibenak public, dan untuk menjawabnya dibutuhkan keikhlasan Novanto untuk berdendang ria, bersiul-siul kecil sambil menyebut nama teman dan koleganya yang telah ikut serta menikmati uang tersebut.
Jika Novanto bungkam dan menyimpan rapat-rapat dalam hatinya, maka samalah artinya dia ingin tenggelam sendiri dilautan kasus yang purna dahsyat ini. Tapi kemungkinan itu sangat kecil sekali, karena kita yakin bahwa Novanto tentu tidak mungkin mau memikul beban yang berat ini dipundaknya sendiri, kebersamaan harus dibangun, sebagaimana dulunya mereka berjamaah saat menikmati lezatnya uang e-KTP.

Untuk itu mari kita berdoa dengan tulus ikhlas, agar NOVANTO tetap sehat wal afiat dan mau bernyanyi dengan lantang, tanpa dihalangi serta tidak ada pula tangan kuat yang membungkamnya.
10:57 AM | 0 comments | Read More

Fachri dan KPK

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menjalankan tugasnya dengan baik. Untuk itu, lanjut dia, saat ini peran KPK sudah tidak diperlukan lagi.
"Saya kira 14 tahun ini KPK sudah menjadi trigger. Itu menurut saya sudah cukup," ujar Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (13/10/2017).
Pernyataan Fachri ini sangat menarik untuk disimak, karena selama ini kita tau sang wakil rakyat ini amat getol menyerang KPK, dia seperti gerah atas keberadaan lembaga anti rasuah ini.
Tercatat sejak KPK menciduk Luthfi Hasan yang waktu itu menjabat sebagai presiden PKS, mulailah nampak rasa tidak puasnya terhadap KPK, pernyataan Fachri berhamburan dikutip oleh berbagai media yang isinya tentu saja mengumbar kelemahan KPK.
Fachri mungkin sudah sampai pada titik jenuh, hak angket yang digunakannya untuk membenamkan KPK kedasar laut yang paling dalam belum jua menunjukkan hasil.
Benar adanya, bahwa KPK sudah berusia 14 tahun, dan keberadaannya selama ini tidak membuat koruptor makin berkurang, malah sebaliknya semakin menggila. Pelaku kejahatan tindak pidana Korupsi bukannya surut tapi malah kwalitas dan kwantitasnya makin canggih, kalau dulu korupsi dibawah meja sekarang habis dengan meja-mejanya sekalian dikorup.
Merajalelanya tindak pidana korupsi ini bukan berarti KPK lemah, tapi karena kekuatan koruptor itu yang luar biasa. KPK memang memiliki fungsi pencegahan, namun bila tidak tercegah tentu penindakan yang harus dilakukan. Barangkali inilah yang membuat Fachri dan sekelompok orang tertentu merasa gerah, karena mereka ingin dicegah tetapi keberatan bila ditindak.
Keberatan atas kerja KPK dalam hal penindakan ini tercermin dari sikap Fachri yang selalu mempersoalkan operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK, bahkan secara detail dan panjang lebar dia menjelaskan bahwa dalam literature hukum  kita tidak mengenal istilah operasi tangkap tangan, artinya Fachri dengan serius mempersolkan kerja KPK yang belakangan ini sangat getol menangkap para pencoleng uang rakyat.
Sebagai sebuah lembaga yang sudah bekerja selama 14 tahun, KPK sangat diapresiasi oleh rakyat, bahkan sampai hari ini rakyat masih percaya bahwa KPK mampu menjalankan fungsinya sebagai lembaga yang bekerja untuk memberantas korupsi.

Pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK yang jumlahnya masih banyak berkutat pada penindakan dan belum menunjukkan hasil dalam hal pencegahan adalah hal lain, dan tidak berkurangnya jumlah pelaku korupsi tidak dapat dianggap sebagai kegagalan KPK, dan justeru karenanya Fachri tidak dapat menjadikan itu sebagai alasan untuk membubarkan KPK, bahkan sebaliknya sebagai wakil rakyat Fachri harus berjuang untuk membuat KPK lebih kuat lagi, sehingga tak satupun ada Koruptor yang lolos dari jeratan hukum.
10:54 AM | 0 comments | Read More

Dibawah Pohon Beringin

Rapat pleno DPP Partai Golkar akhirnya memutuskan Airlangga Hartanto sebagai Ketua Umum Partai Golkar definitif mengantikan Setya Novanto. Keputusan ini diambil dalam rapat yang berlangsung alot dan diwarnai mundurnya Azis Syamsudin dalam perebutan kursi pucuk pimpinan Golkar.
Keputusan Rapat pleno ini tentunya membuat lega sebagian besar kader Golkar yang sejak awal menginginkan perubahan, terlebih setelah Setya Novanto, ketua umum Partai ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka untuk yang kedua kalinya.
Novanto, walaupun sudah berstatus sebagai tahanan, namun dia tetaplah seorang Ketua Umum, dan bisa mengendalikan partai secara syah. Untuk itulah barangkali dia membuat kebijhakan dengan menunjuk Aziz Syamsuddin sebagai penggantinya ketika  dia menyatakan mundur dari ketua DPR. Keputusan itu syah adanya, dan ditandatangani oleh ketua dan sekejen Partai, namun menimbulkan riak kecil ditubuh Partai,  dan berujung pada penolakan sebagian besar anggota Fraksi Golkar di DPR.
Penetapan tersangka terhadap Novanto berdampak pada tingkat elektabilitas Golkar, kepercayaan public jadi menurun, nama baik partai jadi tercoreng. Dan terlebih lagi dimedia social bertebaran meme yang menyudutkan sang ketua, para pemegang kepentingan dan segenap kader Golkar tentu tidak ingin pimpinannya menjadi bahan olok-olokan, dan bila keadaan ini terus berlanjut bukan tidak mungkin akan membuat Golkar akan terpuruk dan sulit bangkit menghadapi tahun – tahun politik kedepan. Kekhawatiran yang sama juga diungkapkan oleh sesepuh Golkar seperti Akbar Tanjung dan Jusuf Kalla.
Untuk itulah barangkali demi menyelematkan nama besar partai, keputusan harus diambil dan ketua umum harus diganti. Kerindangan Pohon Beringin harus tetap dijaga, agar seluruh kader golkar bisa nyaman berteduh dibawahnya, maka rapat pleno memutuskan, menetapkan Airlangga sebagai ketua umum.
Setelah rapat pleno memutuskan Airlangga menggantikan Novanto sebagai Ketua Umum, bukan berarti masalahnya selesai, penetapan itu masih sangat premature, masih bisa dipersoalkan oleh pihak-pihak yang mungkin memiliki kepentingan atas jabatan tersebut. Masih ada dua tahap lagi yang harus diselesaikan oleh Airlangga, yakni Rapim dan Munslub.
Rapim akan memutuskan kapan saatnya Munaslub, dan Munaslub akan melakukan pengesahan Airlangga Hartanto sebagai Ketua Umum Golkar secara definitif, namun tidak tertutup kemungkin saaat Munaslub berlangsung isunya jadi berkembang, sehingga terjadi pemilihan Ketua Umum yang akan diikuti oleh beberapa calon.

Kemungkinan itu bisa saja terjadi, karena  menurut AD/ART Golkar kewenangan memilih dan menetapkan ketua umum bukanlah Rapat Pleno, tapi Munas atau Munaslub, namun sungguhpun demikian, keputusan rapat pleno itu sudah menjadi titik terang bagi Golkar untuk menyelesaikan kusut masai dan kemelut ditubuh Partai, lebih dari itu semua Jokowi tentu ikut bergembira, karena sejenak setelah terpilih dengan lantang Airlangga menyebutkan bahwa "Partai Golkar berkomitmen mendukung pemerintahan Pak Jokowi-JK sanpai 2019 dan rapimnas lalu mendukung Bapak Presiden mencalonkan diri 2019-2024. Dan keputusan itu membuat Jokowi menjadi nyaman berteduh dibawah Pohon Beringin yang rindang.
10:52 AM | 0 comments | Read More

Coin Untuk Novanto

Sebuah foto yang menunjukkan Setya Novanto sedang terkulai layu di RS. Premier Jakarta, dia terbaring di ranjang dengan wajah lemah. Nampak terlihat  selang dan masker menutupi hidungnya, sebuah selang oksigen yang berfungsi sebagai alat bantu pernapasan.
Dilengannya terpasang pula selang infus dilengkapi dengan layar monitor  penunjuk data rekam detak jantung di kiri atas. Setnov, demikian dia biasa dipanggil, terbaring karena menderita berbagai macam penyakit, seperti jantung, vertigo, dan penyakit gula darah.
Hari-hari sebelumnya, Setnov Nampak terlihat segar bugar, tanpa sedikitpun ada tanda-tanda bahwa dia sedang menyimpan berbagai penyakit, namun ketika panggilan KPK yang berbarengan dengan sidang praperadilannya muncul disaat itu pula ada gambar beliau, terbaring dirumah sakit.
Saya tak bermaksud mengaitkan persoalan hukum yang sedang dihadapinya dengan penyakit yang sedang dideritanya, saya hanya merasa iba melihatnya. Justeru itu pulalah kiranya muncul ide untuk meringankan beban beliau.
Melalui tulisan singkat ini saya  ingin mengetuk pintu hati pembaca yang budimaan untuk urun rembug. Jika ada yang berkenan saya ingin mengajak rekan-rekan mengumpulkan koin yang nantinya disumbangkan kepada beliau.
Barangkali, sebagai wakil rakyat dan ketua Parlemen, sudah banyak hasil jerih payah dan sumbangan pikirannya yang kita nikmati, namun mungkin kita tidak menyadarinya, dan dengan dasar itu rasanya cukup sudah alasan kita untuk meringankan tangan, menyisihkan sebagian rezeki kita untuk membantu beliau.
Tidak banyak, cukup seribu rupiah perorang, dan bila kita kumpulkan secara bersama hasilnya pasti memuaskan, dan saya juga berkeyakinan Pak Novanto tidak keberatan menerimanya, bahkan mungkin beliau akan sadar bahwa sesungguhnya rakyat Indonesia cukup memperhatikannya.
Saya sadar, bahwa seorang Setnov tidak mengharapkan hal ini. Apa kurangnya beliau, dari segi finansial dia sangat berkecukupan. Jika hanya sekedar untuk biaya perawatan seperti ini sangat kecil artinya bila diukur dengan ketebalan kantong Setnov. Tapi, ya itu tadi, sebagai rakyat yang diwakilinya tentu tidak ada salahnya jika kita turut merasakan deritanya dengan urun rembug membantunya.
Saya tidak mengda-ada, tetapi hanya sekedar ingin turut merasakan kesulitan yang sedang dihadapi oleh seseorang yang sudah bersedia mewakili kita selama bertahun-tahun di Parlemen. Dan semoga koin yang terkumpul itu, akan menjadi bukti bahwa rakyat Indonesia masih ingin melihat beliau bangkit, berdiri gagah tegak lurus menghadapi tuduhan KPK.



10:51 AM | 0 comments | Read More

Demokrasi dan TNI

Reformasi yang digulirkan pada Mei 1998, menjadi awal dari sebuah era baru dalam sejarah Indonesia yang sebelumnya dikungkung oleh rezim Orde Baru yang katanya otoriter. Sejak itu negeri ini melangkah kedepan memasuki gerbang kehidupan baru  yang disebut dengan istilah Era Reformasi.
Era ini dipandang sebagai awal kebangkitan demokrasi dengan system perpolitikan yang lebih terbuka dan liberal, kekuasan Negara diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat sipil (civil society). Daerah diberikan kekuasaan (Otonom) yang lebih luas dan tidak lagi sepenuhnya diatur  oleh Pemerintah Pusat (desentralisasi).
Dwifungsi ABRI yang semula memberikan kesempatan kepada TNI untuk memainkan peran politik dan menduduki jabatan sipil ditiadakan dan sejak itu pula TNI dikembalikan kepada fungsinya semula sebagai pertahanan Negara, atau yang lebih dikenal dengan istilah Back to Basic (kembali kebarak).
Bergulirnya Reformasi diharapkan mampu menjawab tuntutan rakyat sesuai dengan cita-cita kemerdekaan bangsa yakni mencapai masyarakat adil dan makmur. menjauhi prilaku korupsi dan berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.  Justeru itulah peran masyarakat sipil ditingkatkan dan Dwifungsi ABRI ditiadakan.
Setelah hampir dua puluh tahun berlalu, jabatan politik sepenuhnya sudah menjadi hak sipil, TNI sudah benar-benar kembali kebarak, meninggalkan kursi birokrasi, dan TNI bahkan rela tidak diikutsertakan dalam pemilu, maka pertanyaan yang muncul adalah apakah pelaksanaan demokrasi yang dielu-elukan itu sudah berjalan sesuai dengan cita-cita reformasi ?
Kenyataannya kemudian yang terjadi adalah sebatas janji manis penghias bibir, ungkapan muluk saat kampanye, sisanya rakyat menyaksikan korupsi semakin parah. Setengah dari jumlah kepala daerah menjadi tersangka korupsi. Puluhan anggota DPR dan sebagian anggota kabinet tersangkut kasus Korupsi, berbagai pimpinan birokrasi semakin korup, pungli merajalela, sehingga memunculkan istilah kalau dulu pejabat korupsi dibawah meja, kini dikorup sama mejanya sekalian.
Negeri ini seperti sudah kehilangan arah, ibarat  kapal yang terombang ambing dilaut, dipukul ombak badai tanpa pernah mencapai pelabuhan tujuan. Demokrasi yang kita dengungkan sebagai koreksi total terhadap pemerintahan Orba yang Otoriter tidak labih hanya sebuah slogan kosong tanpa isi. Kesejahteraan rakyat dan ketenteraman hidup semakin jauh dari harapan.
Partai Politik yang diharapkan menjadi Pilar Demokrasi ternyata lebih sibuk dengan urusannya sendiri, menyelesaikan masalah internal partai, dualisme kepemimpinan, hiruk pikuk dan cakar-cakaran sesama kader dan pengurus partai.
Ada Partai Politik yang hanya dikuasai oleh trah tertentu, yang pengurus terasnya terdiri dari ayah, anak, ipar dan keluarga dekatnya. Pendidikan kader partai hampir tak pernah kedengaran, sehingga yang maju dan berkuasa disebuah partai tertentu orangnya diseputar itu saja, kader karbitan yang masak dipaksa sesuai dengan kebutuhan sesaat.
Ternyata menyerahkan urusan politik sepenuhnya ketangan sipil bukanlah merupakan jaminan Demokrasi akan berjalan dengan baik, dan campur tangan TNI dalam kekuasaan Negara seperti masa lalu ternyata bukan pula hal yang buruk, dan inilah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri oleh bangsa ini

Tulisan ini bukan bermaksud ingin mendorong TNI untuk kembali berpolitik, dan bahkan saya masih berharap agar itu tidak terjadi, tapi jika keadaan sudah memaksa, dan rakyat tidak bisa berharap lagi pada demokrasi, maka kehadiran tentara dalam politik kita menjadi sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi.
10:47 AM | 0 comments | Read More

Negeri Gaduh

Negeri ini nampaknya tidak pernah lepas dari soal kegaduhan, mulai dari sikap pemerintah yang begitu ngotot mengeluarkan Perpu tentang pembubaran Ormas, hingga sampailah kepada urusan dapur, yakni kelangkaan Garam.
Masih soal urusan dapur, baru-baru ini kita dikejutkan oleh hebohnya berita tentang Beras oplosan, yang kemudian menimbulkan polemik tak berkesudahan ditengah masyarakat, disatu pihak polisi menganggap ada pelanggaran hukum sementara dipihak lain muncul pembelaan bahwa apa yang dilakukan oleh pedagang beras murni urusan bisnis.
Urusan Beras ini tidak urung memancing perdebatan, mulai dari pernyataan menteri Sosial, bulog hingga sampai ke Senayan, pokoknya heboh dan gaduh, padahal yang dibutuhkan rakyat bukan kegaduhan yang memuakkan, tapi ketenteraman dan ketersediaan bahan pangan yang cukup dengan harga terjangkau.
Pekerjaan wakil rakyat di Senayan juga masih menimbulkan kegaduhan, Rancangan Undang-Undang Pemilu yang sudah digodok sedemikian lama akhirnya diputuskan dengan cara  vooting, bukan  diselesaikan dengan jalan musyawarah mufakat sebagaimana yang diamanatkan oleh sila keempat dari Pancasila, meskipun sudah disyahkan menjadi Undang-Undang, namun bukan berarti polemik soal UU Pemilu akan berhenti dengan sendirinya, tapi malah tetap gaduh karena pihak yang merasa tidak puas masih memiliki kesempatan menggugat ke Mahkamah Konstitusi.
Diluar mahkamah, terdengar suara para politisi yang saling berbantahan, ketua umum partai Demokrat dan Gerindra menyebut UU itu mencederai Demokrasi dan menzolimi rakyat sementara pemerintah dan partai pendukungnya tersenyum riang sambil menunggu kesempatan untuk melanjutkan langkah berikutnya dalam pencalonan presiden.
Masih diseputar Parlemen, terdengar pula  gaduh antara KPK dengan Pansus Hak Angket, Pansus berdalih ingin menguatkan KPK sementara Publik memandang Parlemen sedang berusaha melemahkan KPK. Masing-masing pihak bersitegang urat leher dalam adu argumentasi, disamping itu tidak pula kalah gaduhnya soal status ketua DPR yang sudah jadi tersangka, dengan alasan demi martabat lembaga perwakilan rakyat, banyak pihak yang meminta agar sang ketua mengundurkan diri, itu lebih baik daripada dimundurkan secara paksa.
Kegaduhan yang sedemikian rupa disusul pula dengan kelangkaan garam yang terjadi di berbagai daerah. Sulitnya mendapatkan Garam menimbulkan harganya jadi melejit, ujung-ujungnya para pedagang kecil yang memproduksi makanan skala rumahan jadi menjerit.
Kelangkaan terjadi di semua jenis garam, mulai dari Garam dapur, Garam halus, hingga garam kasar semuanya langka. Kelangkaan ini membuat harganya naik tinggi, berlipat-lipat, yang tidak langka barangkali hanya rokok merk Gudang Garam yang tentunya tidak sehat bila dicampur dengan bumbu masakan.
Dampak hilangnya Garam dipasaran ini membuat rakyat yang usahanya menggunakan garam untuk pembuatan produk. Usaha Ikan Asin, Telur Asin, dan usaha-usaha kecil lainnya menjadi terpukul, dan lebih terpukul lagi, kelangkaan ini terjadi diluar perhitungan, sebab tidak masuk akal rasanya negeri dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia ini akan mengalami krisis garam, semestinya menjadi produsen Garam terbesar dunia.

Hilangnya Garam dipasaran ini bukan hanya sekedar menimbulkkan kegaduhan, tetapi memunculkan kecurigaan, jangan-jangan ada tangan kotor yang bermain sehingga Garam menjadi hilang dan pemerintah didesak untuk mengatasinya dengan cara mengimpor Garam dari luar, kalau ini yang terjadi tentulah akan membuat keringat petani Garam menjadi lebih asin dan semakin gaduh.
10:36 AM | 0 comments | Read More

Angel Elga, Cawapres PPP

Written By lungbisar.blogspot.com on Monday, July 24, 2017 | 3:38 PM

Jumat, 21 Juli 2017, ketua umum PPP, Muhammad Romahurmuziy mengumumkan salah satu keputusan Mukernas PPP yang mencalonkan Joko Widodo sebagai presiden di Pemilu 2019.

"Karena itu ijinkan kami mengungkap secara singkat soal pencalonan Presiden. Bahwa kami kembali mencalonkan Bapak Presiden Jokowi di tahun 2019. Takbir. Allahu akbar. Takbir. Allahu akbar," ujar Romi dengan raut wajah yang berseri-seri, dan penuh percaya diri.

Keputusan Mukernas PPP yang disampaikan oleh Ketua Umumnya ini tentu sudah melalui pertimbangan yang matang, sebagaimana yang pernah disampaikannya beberapa waktu yang lalu bahwa PPP sudah sangat mantap untuk mengajukan Jokowi kembali sebagai calon presiden.

Jokowi, menurut Romi adalah sosok yang sederhana, memiliki sejumlah keberanian luar biasa di sejumlah bidang, sangat agresive dalam mengejar ketertinggalan. Tak heran bila terjadi pembangunan infrastruktur di segala bidang, Jokowi menurut Romi lagi, memiliki Etos kerja yang sangat luar biasa.

Tidak ada yang istimewa dengan keputusannya ini, dan merupakan hal yang lumrah jika menjelang pemilu sebuah Parpol membuat sebuah keputusan politik. Tapi sayangnya keputusan Romi ini terkesan setengah hati, karena keputusan ini masih menggantung, tidak menyebutkan nama calon wakil yang diusungnya.

Bagi awam seperti saya, kosongnya nama calon wapres ini akan menduga-duga, mungkinkah Romi berniat untuk mencalonkan diri sebagai cawapres, sehingga nanti pada waktu dan kesempatan yang tepat diungkapkan kepublik.
Atau bisa jadi PPP masih mempertimbangkan beberapa nama untuk diusulkan, dan nama itu bisa jadi dari kadernya sendiri atau bisa pula kader partai lain yang dicalonkan secara bersama, bahkan tidak tertutup pula kemungkinnya Romi akan sowan keistana minta petunjuk kepada Jokowi siapa nama cawapres yang dikehendakinya.

Terlepas dari semua kemungkinan diatas, bila Romi dan koleganya dipartai agak kesulitan mencari figur untuk dicalonkan maka izinkanlah saya mengusulkan nama ANGEL ELGA untuk diajukan sebagai calon wapres dari PPP. Kenapa harus Angel Elga, karena dia adalah kader PPP, dari pada memilih orang lain lebih baik mencalonkan kader sendiri. Toh Angel Elga juga merupakan kader yang memiliki potensi, dalam Pemilu tahun 2014 yang lalu dia merupakan kader yang diajukan sebagai Caleg PPP dari Dapil V Solo, sekampung dengan Jokowi.

Meskipun gagal ke Senayan, namun menurut data hasil rekapitulasi penghitungan suara KPU, pada Pileg 2014 untuk di Dapil V wilayah Solo, artis Angel Lelga Anggreyani memperoleh suara yang cukup banyak dibanding caleg lainnya dari Partai Persatuan Pembangunan. Dari sebanyak 8 caleg PPP, mantan istri raja dangdut Rhoma Irama itu memperoleh suara yang cukup banyak daripada caleg PPP lainnya yakni sebesar 1617 suara. Gagal sebagai Caleg bukan berarti menutup kemungkinan jadi Wapres.

Kekalahan Angel saat Pemilu lalu karena faktor lawan yang dihadapinya sangat berat, yakni Puan Maharani sang puteri Megawati yang dicalonkan oleh PDIP. Suara untuk caleg Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hanya mendapat 1.617 suara. Sementara Puan Maharani memperoleh 72.869 suara.


Dengan diajukannya Angel Elga, saya berharap kinerja Jokowi akan lebih bagus lagi, Elga itu seorang kader PPP dari Dapil yang sama dengan Jokjowi, penyanyi dangdut terkenal dan berwajah cantik pula. Potensi ini bisa mendongkrak elektabilitas Jokowi dan bisa pula memacu produktivitas meningkat etos kerja bangsa ini, bila gagal kita tak perlu lagi berunjuk rasa cukup menampilkan Elga untuk  berdangdut ria.
3:38 PM | 0 comments | Read More

Mungkinkah Ahok Menajukan Grasi

Ahok yang kita ketahui begitu keras melawan tuduhan yang dialamatkan padanya, seketika melunak ketika tiba pada puncak perlawanannya. Upaya Banding yang sejak awal sudah diproklamirkan dan direncanakan dengan rapi ternyata ditarik kembali. Pengacaranya yang sudah siap memasukkan memori banding harus rela jerih payahnya tidak menghasilkan apa-apa karena Ahok lewat sepucuk surat memutuskan untuk tidak melakukan banding.

Apa gerangan yang membuat Ahok tiba-tiba berpaling tadah, awalnya ngotot melawan keputusan hakim malah berubah menjadi orang yang menerima dengan ikhlas. Sikap Ahok ini juga membuat Jaksa Penuntut Umum menjadi repot yang selama ini sudah banyak mengumbar alasan dan jawaban atas penting tidaknya Jaksa melakukan banding.

Bagi terdakwa yang merasa tidak mendapatkan keadilan atas putusan hakim ditingkat pertama dapat melakukan upaya hukum dengan mengajukannya banding kepada pengadilan diatasnya, bila tidak puas juga masih ada upaya hukum yang bisa dilakukan dengan mengajukan kasasi, dan bila masih tetap merasa kurang puas siterdakwa dapat mengajukan peninjauan kembali dengan membawa bukti-bukti baru.

Tapi apa yang dilakukan Ahok nampaknya tidak sedemikian rupa, Banding yang direncanakan sejak awal ternyata dia batalkan. Keputusan tidak melakukan banding ini menyiratkan bahwa Ahok menerima keputusan hakim dan sekaligus sebagai tanda dia mengakui kesalahannya.

Perubahan sikap Ahok ini tidak ayal lagi berbuntut pada munculnya berbagai dugaan, mungkin Ahok sudah berhitung secara cermat bahwa kemungkinan untuk mendapatkan keringan hukuman ditingkat banding sangat tipis karena apa yang diputuskan hakim ditingkat pertama sudah merupakan sesuatu yang sangat meringankannya.

Kemungkinan lainnya adalah, bahwa Ahok sedang menyiapkan langkah-langkah untuk langsung mengajukan grasi kepada presiden, jadi tidak perlu bersusah payah lagi mengajukan banding yang bertingkat-tingkat dan memakan waktu yang lama sampai kepada upaya peninjauan kembali, cukup menerima apa adanya dan keputusan hakim dinyatakan incrah.

Jika memang ini yang diinginkan Ahok, maka dia harus berupaya membujuk Jaksa untuk mencabut upaya bandingnya, sehingga tidak ada lagi ganjalan baginya karena keputusan hakim ditingkat pertama sudah memiliki kekuatan hukum (incrah)  dengan demikian Ahok bisa dengan leluasa mengajukan Grasi.

Syarat mengajukan Grasi itu tidak terlalu berat, cukup dengan menyatakan menerima keputusan hakim, mengakui perbuatannya dan menyatakan salah, dan selanjutnya minta maaf kepada negara. Tapi prosesnya bisa memakan waktu yang lama, karena selama ini kita ketahui bahwa permohonan Grasi yang diajukan oleh para terpidana itu tidak serta merta dipenuhi oleh presiden.

Bagi Ahok sendiri, mengakui perbuatannya dan minta maaf itu mungkin sesuatu yang berat, karena selama menjalani persidangan kita lihat dia berusaha sekuat tenaga mengatakan tidak bersalah dan berupaya mematahkan semua tuduhan yang ditujukan kepadanya. Namun karena ini merupakan jalan terbaik dan singkat menuju kebebasan tentu dia akan berpikir ulang. Apa salahnya mengalah untuk menang, menarik langkah mundur untuk maju pada langkah berikutnya.


Jika dugaan ini benar, maka proses selanjutnya tentu menjadi urusan Presiden, dimaafkan atau tidak tergantung pada pertimbangannya. Dan biasanya dinegeri ini, untuk seorang Ahok selalu saja ada cara untuk mudahkan urusannya, termasuk urusan untuk membebaskannya. 
3:36 PM | 0 comments | Read More

Teater Koma

Sekelompok pengemis kota dibawah komando juragan Picum (diperankan oleh Budi Ros) tampil mengisi panggung, dengan terampil dan mahir mereka melakoni bujuk rayu pada setiap orang untuk menyisihkan uang recehannya. Itulah awal dari pementasan Opera Ikan Asin yang dimainkan oleh Teater Koma pada awal Maret lalu di Artpreneur Theater Jakarta, pementasan mana dimaksudkan sebagai perayaan hari ulang tahun Teater Koma yang ke 40.

Opera Ikan Asin ini berkisah tentang kedongkolan hati Picum terhadap Mat Piso (diperankan oleh Rangga Riantiarno) si Raja Bandit yang telah mempersunting anak daranya bernama Poli Picum (diperankan oleh Sekar Dewantari). Pernikahan puterinya dengan Mat Piso dilaksanakan tanpa restu darinya, sehingga Picum merasa dendam, dan berupaya untuk menyingkirkan Mat Piso.

Alkisah, atas bantuan dari seorang wanita penghibur bernama Yeyen (diperankan oleh Cornelia Agatha) akhirnya Mat Piso bisa ditangkap dan dijatuhi hukuman gantung, namun ketika Mat Piso sudah diseret ketiang gantungan yang terjadi bukanlah eksekusi hukuman mati, tapi malah sebaliknya Mat Piso dilantik menjadi anggota Volksraad (wakil rakyat).

Demikianlah penggalan kisah yang dimainkan oleh kelompok Teater Koma, sebuah  kelompok seni Teater yang didirikan N Riantiarno pada 1 Maret 1977 silam. Teater yang kini sudah berusia 40 tahun itu hingga kini masih tetap eksis dan menjadi kelompok teater yang terbilang ramai dijubeli oleh penonton.

Naskah aslinya berjudul The Beggar’s Opera,karya John Gay yang pernah dipentaskan dilondon sekitar tahun 1728. Naskah The Beggar’s Opera itu kemudian diubahsuaikan oleh N Riantiarno menjadi Opera Ikan Asin, sebuah kalimat pendek yang akrab ditelinga publik dan menjadi bagian dari hidup kita sehari-hari.

Cerita yang pada mulanya mengisahkan kehidupan masyarakat dikota London pada abat ke 19, diubah oleh Sutradaranya Teater Koma N Riantiarno menjadi kisah masyarakat Betawi pada zaman pemerintahan Hindia Belanda. Meskipun rentang waktunya jauh berbeda namun sesungguhnya bila dicermati dengan seksama, lakon cerita ini masih terasa relevan dengan kehidupan dinegeri kita pada saat ini, dimana seorang Bandit yang berkongsi Ria dengan penegak hukum mampu mengubah keputusan hakim, Mat Piso si Raja Bandit yang semestinya mati ditiang gantungan mendapat kehormatan menjadi wakil rakyat.

Kelompok Teater Koma memang tidak pernah berhenti berproduksi, dimulai sejak tahun 1977 dengan mementaskan Lakon Rumah kertas di Teater tertutup Taman Ismail Marzuki, hingga sekarang sudah tak terhitung lagi jumlah pementasan mereka,  data akurat tentang hitungan tampilan panggung mereka memang tidak ditemukan, namun tidak diragukan lagi jumlahnya lebih dari 1.500 kali pementasan.

Selain naskah Opera Ikan Asin dan Rumah Kertas, Teater Koma juga pernah memainkan lakon yang berjudul Sampek Engtay, Opera Kecoa, Opera Ular Putih, Sie Jin Kwie, Maaf Maaf Maaf,Inspektur Jenderal, Buriswara, Suksesi, Semar Gugat, Kala, Republik Bagong, Republik Togog, Republik Cangik dan Republik Petruk.

Khusus untuk Naskah Sampek Eng Tay, Teater Koma mendapat penghargaan MURI sebagai lakon yang pernah dipentaskan secara berturut-turut selama 15 tahun (1988 – 2004) dengan delapan pemain dan tujuh pemusik yang sama. Kemudian sepanjang rentang waktu dari tahun 1998 hingga tahun 2015, lakon Sampek Eng Tay, dibawa oleh Teater Koma berkeliling ditujuh kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Batam dan Medan dengan jumlah total pementasan sebanyak 103 kali.

Sepanjang sejarah berdirinya Teater Koma, juga pernah mengalami masa kelam, pada tahun kedua berdirinya ( 1978) pementasan naskah Maaf – Maaf – Maaf, dibatalkan oleh penguasa rezim Orde Baru, kemudian pada tahun 1990 Teater Koma kembali dilarang mementaskan lakon “Suksesi” dan yang sangat menyedihkannya lagi, ketika kelompok teater ini akan mementaskan Opera Kecoa pihak berwenang membatalkannya padahal saat itu tiket sudah ludes terjual.

Teater Koma memang kenyang dengan pelarangan, dan tidak jarang usai pementasan sutradaranya diintrerogasi dan diintimidasi, namun kesemuanya itu tidak membuat langkah mereka berhenti disuatu titik, bak namanya yang memakai tanda baca “Koma” , yang berarti jeda sejenak, kemudiantanpa merasa jera dia berproduksi kembali. 

Empat puluh tahun hanyalah sebuah bilangan, tapi untuk ukuran sebuah Teater, rentang usia sepanjang itu adalah sebuah bilangan yang luar biasa, Teater Koma masih tetap eksis ditengah banyaknya kelompok teater lain yang tenggelam ditelan zaman.


3:34 PM | 0 comments | Read More

Pelajaran Berharga dari Soni dan Liza

Sepasang anak muda Rokan Hilir Soni dan Nurliza, lolos dalam audisi Akademi  D4 Indosiar, Soni berasal dari Bagan Batu dan bermukim di Yogyakarta, sementara Nurliza masih duduk dibangku Madrasah Aliyah Bagansiapi-api. Keduanya mendapatkan golden tiket untuk maju dalam pertarungan berikutnya yang diselenggarakan oleh Indosiar di Jakarta.

Keberhasilan awal yang diraih oleh Soni dan Nurliza, membuat masyarakat Rokan Hilir, khususnya masyarakat Bagansiapi-api mendadak sadar, bangkit dari tidur panjangnya. Merekapun mulai bergegas, menghimpun kekuatan untuk memberikan dukungan dengan harapan agar kedua anak Jati Rokan Hilir  itu menjadi penyanyi Dangdut kenamaan, atau minimal salah satu diantaranya menjadi juara dalam kompetisi bergengsi tersebut.

Untuk memenuhi harapan inilah kiranya mendadak muncul himbaua agar warga Rokan Hilir khususnya warga Bagansiapi untuk mengirimkan dukungan SMS sebanyak-banyaknya, selain itu ada pula yang sengaja datang ke Jakarta menyaksikan langsung pertunjukan tersebut distudio 5 Indosiar Jakarta, “memberi Support,” demikian alasannya

Setelah beberapa kali tampil, akhirnya Nurliza dan Soni tersenggol, perjuangan mereka kandas, SMS dukungan yang diberikan tidak cukup untuk mengantarkan keduanya kebabak berikutnya, dan kehadiran warga Rohil distudio Indosiar juga tidak memberi bekas apapun. Keduanya harus menerima kenyataan bahwa dalam sebuah kompetisi menang dan kalah itu merupakan sebuah kewajaran.

Sebaliknya, bagi masyarakat Rokan Hilir sendiri kesadaran yang mendadak muncul akan arti pentingnya memiliki seniman besar yang berprestasi ditingkat Nasional perlu ditindak lanjuti, jangan sampai kekalahan Soni dan Liza membuat semangat masyarakat menjadi padam. Semangat berkesenian seperti itu perlu terus dikobarkan dengan kesadaran baru bahwa seorang seniman tidak lahir dari sebuah persitiwa dadakan seperti itu.

Kekalahan Soni dan Liza seharusnya menjadi cambuk pemicu bagi pemerintah Rohil dan segenap masyarakatnya, bahwa untuk tampil ditingkat nasional, untuk meraih prestasi gemilang tidak cukup hanya dengan mengirimkan SMS dan dukukungan semata, tapi perlu pengasuhan yang berkesinambungan dan pelatihan yang serius.

SMS yang dikirim dalam jumlah yang banyak belum tentu dihitung oleh penyelenggara, karena tidak tertutup kemungkinan berlaku ketentuan bahwa satu SMS untuk satu nomor telepon genggam, jadi jika ada satu nomor telpon yang mengirimkan SMS dalam jumlah yang banyak adalah sebuah dukungan yang salah kaprah, karena satu nomor hanya boleh mengirimkan satu SMS

Justeru itulah kiranya, kepulangan Soni dan Liza tidak perlu disambut dengan ratap tangis dan sikap saling menyalahkan, tapi perlu dihadirkan sebuah pemikiran bahwa untuk melahirkan seniman berbakat, memerlukan kerja keras dari semua pihak . Upaya konkrit dan terjadwal harus dilakukan, umpamanya dengan cara mengadakan latihan vokal secara rutin, pendidikan berkesian yang berkesinambungan, melaksanakan pestival ditingkat daerah dan lain sebagainya. Upaya ini jauh lebih baik dari pada melakukan umpat puji kepada orang lain yang tak jelas juntrungannya.

Untuk ananda Soni dan Liza, kami ucapkan terima kasih, kehadiran ananda berdua telah memberikan pelajaran berharga bagi segenap pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan di Rokan Hiril (terutama Dewan Keseniannya) akan arti pentingnya sebuah kerja pembinaan bakat seni yang selama ini sangat terabaikan. Lebih dari itu kehadiran ananda berdua telah membuat mata semua pihak jadi terbuka hingga mampu membedakan mana yang loyang dan mana pula tembaga.


3:29 PM | 0 comments | Read More

Jongos Atau Tuan dirumah sendiri

(Catatan ringan Tentang Ijin Usaha Keagenan Kapal)
Pemerintah RI cq Menteri perhubungan telah menerbitkan Peraturan yang melegalkan berdirinya usaha keagenan kapal (SIUPKK), baik untuk kapal dalam negeri maupun kapal asing. Selama ini ijin usaha keagenan kapal tersebut melekat pada Ijin usaha Perusahaan Angkutan Laut (SIUPAL).

Sepintas, Peraturan yang tertuang dalam Permenhub No. 11 tahun 2016 ini memang terasa memberikan kemudahan bagi siapapun untuk melakukan usaha keagenan, dapat menumbuhkan iklim usaha didalam negeri. Dan tentunya diharapkan dapat menciptakan persaingan sehat dibidang maritim mengingat jasa keagenan kapal tidak lagi menjadi monopoli dari pemegang SIUPAL.

Pemegang Ijin Usaha Keagenan (SIUPKK) tidak perlu menanam modal yang besar sebagaimana yang diwajibkan kepada Pemegang SIUPAL, cukup sekedar mencantumkan modal senilai Rp. 6 Milyard dalam akta pendirian perusahaan dan modal setornya seperempat dari itu atau senilai Rp. 1,5 Milyar. Perusahaan keagenan juga tidak diwajibkan memiliki kapal, cukup memiliki kantor sendiri atau sewa, serta seperangkat komputer yang bisa dihubungkan dengan internet.

Namun, dibalik kemudahan berusaha yang diberikan oleh pemerintah, muncul kekhawatiran kita akan nasib pemilik kapal dalam negeri. Mudahnya usaha mendirikan usaha keagenan kapal ini membuat sebagian orang berpikir untuk memutar haluan dari usaha angkutan laut menjadi usaha keagenan kapal.

Pemerintah lupa, bahwa negeri ini membutuhkan armada yang cukup banyak untuk mengangkut hasil muatan interinsuler maupun hasil produksi yang diekspor keluar negeri. Kekurangan armada inilah yang menyebabkan banyaknya kapal-kapal berbendera asing yang melayari laut Indonesia yang pada gilirannya menumbuh suburkan kegiatan keagenan kapal.

Tol Laut yang dicanangkan pemerintah sebagai Program unggulan untuk merangkai Nusantara ini, sangat membutuhkan armada dalam jumlah yang banyak, negeri ini terdiri dari beribu pulau yang hanya bisa dijangkau dengan kapal sebagai alat angkut. Meskipun pemerintah sudah menetapkan aturan yang ketat tentang muatan dari dan kepelabuhan  didalam negeri harus diangkut oleh kapal berbendera Indonesia, namun karena kurangnya jumlah kapal, kesempatan dan peluang itu tetap terbuka bagi kapal asing.

Demikian juga halnya dengan hasil produksi industri yang diekspor keluar negeri, seyogyanya ini merupakan kesempatan dan peluang emas bagi perusahaan angkutan laut Indonesia untuk mengangkutnya kepelabuhan tujuan diluar negeri, namun  kenyataannya pada hari ini, sebagian besar komiditi ekspor kita masih diangkut oleh kapal-kapal berbendera asing.

Ramainya kapal-kapal asing melayari laut dan sungai kita bukan karena pengusaha angkutan laut kita tidak mau melayani kepentingan dalam negeri, tetapi lebih karena pengusaha kita kekurangan armada, sehingga terpaksa menggunakan kapal berbendera asing.

Masuknya kapal-kapal asing ini pulalah yang menjadi penyebab tumbuh suburnya usaha keagenan, sebagian dari pengusaha kita yang tidak mau memanam modal besar, memilih menjadi representasi dari perusahaan angkutan laut asing dengan menjadi agen-agen kapal mereka, sehingga yang terjadi adalah persaingan usaha dibidang keagenan kapal antara perusahaan angkutan laut dengan perusahaan keagenan kapal.

Persaingan ini cepat atau lambat akan membat usaha angkutan laut mati dengan sendirinya, dan menumbuh suburkan usaha keagenan kapal. Perusahaan angkutan laut akan terseok-seok karena terbebani oleh persyaratan modal dan harus memiliki kapal, sementara usaha keagenan kapal cukup menyewa kantor dan memiliki satu unit komputer.

Karena tidak tahan dengan beban yang berat itu, bukan tidak mungkin pengusaha angkutan laut berubah pikiran menjadi pengusaha keagenan kapal. Modal usaha mereka alihkan kebidang yang lain, dan kapal yang ada dijual untuk mendapatkan dana segar. Akibatnya , kita bukan hanya kekurangan armada tapi juga kehilangan harga diri, karena kita tidak lagi berjalan menuju cita-cita menjadi tuan dilaut sendiri, tetapi menjadi jongos yang mengurus kapal-kapal asing yang berseliweran dinegeri ini.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah kita ingin menciptakan “Tuan atau Jongos” dirumah sendiri, dan oleh karena Itulah, banyak pihak yang merasa khawatir atas keputusan pemerintah tentang ijin usaha keganenan kapal dimaksud, kekhawatiran itu bukan disebabkan oleh persaingan usaha tetapi lebih dikarenakan oleh akibat yang ditimbulkannya.
Selamat berpikir.


3:28 PM | 0 comments | Read More

Panas Dingin Hubungan DPR dan KPK

Ditengah kesibukan KPK membongkar kasus Korupsi disekitar E-KTP, kembali pula muncul upaya DPR untuk melemahkan lembaga anti rasuah itu dengan cara mengajukan usulan revisi atas Undang-Undang KPK.  Salah satu isi yang termaktub dalam draft revisi yang kini gencar-gencarnya disosialisasikan dari kampus kekampus itu adalah larang terhadap KPK melakukan penyadapan tanpa seijin pengadilan.  Hal inilah yang diyakini oleh khalayak ramai merupakan akal-akalan anggota DPR untuk melemahkan KPK.

Usulan yang sama sebenarnya bukanlah hal baru, tapi sudah muncul sejak lama dan kandas ditengah jalan.  Bulan  Oktober 2010 muncul wacana  dari komisi III DPR untuk melakukan revisi UU KPK, wacana ini disikapi oleh pimpinan dewan dan kemudian pada Januari 2011 Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengirim surat ke Komisi III untuk membuat naskah akademik tentang revisi UU KPK, dan sejak itu rencana revisi UU KPK masuk dalam program legislasi nasional untuk tahun 2011.

Setahun kemudian Naskah Revisi UU KPK itupun rampung, isinya tentu saja dapat diduga berupa langkah-langkah yang bersifat melemahkan KPK.  Dalam naskah tersebut dicantumkan , antara lain hilangnya kewenangan penuntutan, izin penyadapan oleh ketua pengadilan, pembentukan dewan pengawas, dan batas penanganan kasus korupsi oleh KPK harus di atas Rp 5 miliar.
Naskah yang semula sudah dipersiapkan oleh Badan legislasi DPR itu ternyata batal dibahas, SBY selaku Presiden waktu itu menyatakan belum siap untuk membahasnya. Diluar gedung DPR terdengar pula teriakan berbagai pihak yang meminta DPR membatalkan Revisi UU dimaksud, dan akhirnya naskah revisi benar-benar tidak jadi dibahas.

Berhentikah DPR ? tentu saja tidak, semangat wakil rakyat untuk mempreteli kewenangan KPK tetap menggebu-gebu, penolakan SBY tidak membuat anggota Dewan patah Arang. Setelah pemerintahan berganti dan Jokowi terpilih menjadi presiden wacana itu mencuat kembali dan masuk dalam prolegnas tahun 2015.

Naskah revisi kali ini tidak hanya membatasi kewenangan KPK, tetapi malah muncul ide untuk membatasi usia KPK hanya sampai 12 tahun, setelah itu KPK dengan sendirinya akan bubar. Naskah revisi yang menmgerikan ini mendapat tantangan yang luar biasa dari publik, akhirnya pada bulan Februari 2016 Presiden dan DPR sepakat untuk menunda pembahasannya.

Kesepakatan antara presiden dan pimpinan Dewan itu hanya menunda pembahasan, dan ketika Ade Komarudin menjabat sebagai ketua DPR wacana itu hidup kembali, kali ini rencana Revisi UU KPK itu bukan lagi usulan pemerintah, tetapi merupakan inisiatif DPR, artinya Parlemen berupaya keras untuk merevisi UU KPK yang isinya membuat KPK tidak berdaya.

Meskipun Revisi UU KPK tidak masuk dalam prolegnas tahun 2017, namun Badan Keahlian DPR sibuk melakukan sosialisasi tentang pentingnya Revisi UU KPK, dengan cara melakukan seminar diberbagai kampus, seperti di Universitas Andalas, Padang, pada 9 Februari 2017, Universitas Nasional, Jakarta (28 Februari 2017), dan Universitas Sumatera Utara (17 Maret 2017).
Ditengah kesibukan sosialisasi Revisi UU KPK tersebut, DPR mendapat pukulan telak atas mecuatnya kasus E KTP. Kasus ini melibatkan banyak nama dari Senayan, termasuk salah satunya nama ketua DPR Setya Novanto, dalam kondisi seperti ini rasa tidak puas DPR terhadap sepak terjang KPK tentu semakin menjadi-jadi.


Kegagalan DPR mengjukan revisi UU KPK ingin dibayar oleh Fachri Hamzah dengan mengajukan hak angket, tapi usulan Fachri itu tidak mendapat respon dari anggota Dewan yang lain, bahkan menurut Eva Kusuma Sundari, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, menilai seharusnya langkah penegakan hukum tak perlu dikaitkan dengan hak politik DPR. Menurutnya, KPK mestinya diberi keleluasaan bekerja tanpa direpotkan oleh hak angket DPR. 
3:23 PM | 0 comments | Read More

Kemarahan Nahdliyin

Written By lungbisar.blogspot.com on Tuesday, February 28, 2017 | 12:50 PM

"PBNU dan nahdlyin lagi marah besar. Panas dan keras di dalam. Apalagi sikap ansor. (Ahok) jangan mempolitisir urusan hukum Kiai Ma'ruf mau ditelepon atau menelepon siapa pun adalah hak beliau," kata Wasekjen PKB Daniel Johan, sebagaimana yang dikutip oleh beberapa media.
Pernyataan tersebut muncul setelah melihat prilaku Ahok yang kasar terhadap Ketua Umum MUI dan sekaligus Rois Aam PBNU Makruf Amin dalam persidangan kasusnya yang ke 8  tanggal 31 Januari yang lalu.
Dalam persidangan itu Ahok menuding Makruf Amin menerima telepon dari SBY, yang isinya terkait dengan keputusan MUI soal penistaan Agama. Tudingan Ahok itu dibantah oleh Makruf dan akhirnya terjadilah perdebatan sengit dalam persidangan dimaksud. "Meralat tanggal 7 Oktober ketemu paslon nomor 1, jelas-jelas itu mau menutupi Saudara Saksi menutupi riwayat hidup pernah menjadi Wantimpres SBY. Tanggal 6 (Oktober) disampaikan pengacara saya ada bukti telepon (dari SBY) untuk minta dipertemukan. Untuk itu, Saudara Saksi tidak pantas menjadi saksi, tidak objektif lagi ini, sudah mengarah mendukung paslon 1," ujar Ahok saat menanggapi kesaksian Ma'ruf dalam persidangan tersebut.
Karena bantahan soal telepon SBY itu, Ahok mengaku berencana akan melaporkan Ma'ruf ke polisi "Saya berterima kasih Saudara ngotot di depan hakim meralat ini, mengaku tidak berbohong. Kami akan memproses secara hukum. Untuk bisa membuktikan bahwa kami punya data lengkap," sambung Ahok lagi. Menurut Ahok, apa yang disampaikannya dalam persidangan tersebut adalah sebuah proses yang ada dalam persidangan.
“Saya sebagai terdakwa sedang mencari kebenaran untuk kasus saya,” katanya dalam sebuah klarifikasi. Namun dia lupa bahwa pencarian kebenaran tidak harus bersikap angkuh dan berbicara kasar terhadap orang lain. Mencari kebenaran harus dengan cara yang benar pula,  bukan dengan cara memaksa orang mengaku apa yang tidak dilakukannya. Soal benar tidaknya Makruf menerima telpon dari SBY masih perlu dibuktikan, dan tidak perlu sesumbar menuding Makruf bersaksi bohong, karena yang berhak menilai kesaksian Makruf bukanlah Ahok tetapi merupakan kewenangan majelis Hakim.
Sikap Ahok tersebut memang terkesan lancang dan kasar, apalagi yang dihadapinya itu adalah seorang Ketua umum MUI dan sekalgus Rais Aam PBNU. Dia merupakan seorang kiyai sepuh yang dihormati dan menjadi panutan bagi kaum Nahdliyin, justeru itulah dia dipilih sebagao Rais Aam. Sebagai tokoh bangsa dan mantan anggota Wantimpres, dia bisa saja bergaul dan menerima telpon dari siapapun, termasuk dari mantan presiden. Dan itu tidak ada batasannya, karena undang-undang tidak melarang seorang Makruf menerima dan atau menelpon mantan presiden.
Soal isi pembicaraan telpon yang diduga berupa permintaan SBY masih perlu pembuktian lebih lanjut dan itupun tidak serta merta menjadi penyebab keluarnya keputusan MUI yang menyebabkan Ahok jadi tersangka. MUI adalah sebuah organisasi, kepengurusannya bersifat kolektif, keputusannya bukan atas keinginan Makruf Amin secara pribadi, tapi merupakan keputusan bersama yang didasari oleh berbagai pertimbangan. Jadi sangatlah tidak masuk akal jika keputusan MUI keluar atas permintaan dari seorang SBY. Itu tuduhan yang tak berdasar, fitnah yang sangat keji dan terkesan merendahkan martabat MUI sebagai majelis yang dihormati oleh ummat Islam.

Sikap Ahok terhadap Makruf yang sedemikian rupa inilah pemicu keluarnya pernyataan dari Sekjen PKB. Sebuah Partai yang  lahir dan dibesarkan oleh kaum Nahdliyin dengan tradisi menghormati kiyai sepuh. Justeru itu pula kiranya Kaum Nahdliyin dan Anshor pantas merasa marah dan tersinggung terhadap sikap AHOK.
12:50 PM | 0 comments | Read More

Zaskia dan Rizieq

Polisi telah menetapkan Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan lambang negara, Pancasila, dan pencemaran nama baik Presiden Indonesia pertama, Soekarno, Senin (30/1/2017).

Berita ini mengingatkan kita pada seorang penyanyi Dangdut yang bernama Zaskia Gotik, yang sempat terjerat dalam kasus Penistaan terhadap lambang Negara. Dalam sebuah Acara hiburan berbalut musik dan komedi yang ditayangkan oleh salah satu stasiun tivi swasta penyanyi Dangdut yang dikenal sebagai pemilik Goyang Itik itu mengatakan proklamasi kemerdekaan RI dilakukan setelah azan subuh pada 32 Agustus, dan lambang sila ke-5 dari Pancasila adalah bebek nungging.

Perbuatan Zaskia tersebut mendapat kecaman dari berbagai pihak, bahkan LSM Komunitas Pengawas Korupsi (KPK) berencana akan melaporkan Zaskia ke Polisi, tetapi akhirnya batal karena polisi terlebih dahulu sudah menentukan sikap untuk langsung menangani kasus tersebut tanpa menunggu laporan dari masyarakat.

Waktu itu, Kanit 1 Subdit Cybercrime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, yang dijabat oleh Komisaris Nico Setiawan, mengatakan, pihaknya mulai menangani itu setelah melakukan Patroli Cyber dan menonton tayangan Zaskia Gotik tersebut.

"Jadi kami melakukan pelaporan sendiri. Ini pelaporan model A dan polisi bisa menanganinya langsung tanpa laporan masyarakat," kata Nico kepada wartawan, di Polda Metro Jaya, Kamis (17/3/2016) pagi. Karena yang dilakukan oleh si Goyang Itik itu adalah tindakan penghinaan terhadap negara, maka Polisi boleh melakukan pelaporan sendiri, dan  Zaskia akan dijerat dengan Pasal 24 UU Nomor 24 tahun 2009 serta Pasal 158 KUHP. Meskipun proses hukum yang dilakukan polisi sudah sedemikian rupa, namun Zaskia bisa bernapas lega. Nasibnya tidak seburuk Riziek yang berujung jadi tersangka, tetapi malah mendapat kehormatan menjadi Duta Pancasila. Zaskia bisa melenggang bebas tanpa sanksi hukum sementara Rizieq harus mempertanggungjawabkan perbuatannya didepan hakim yang mengadilinya.

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mengungkit-ungkit kisah lama dan mendorong polisi untuk membuka kembali proses hukum terhadap Zaskia, dan tidak pula bermaksud ingin membela Rizieq yang kini jadi tersangka, tetapi hanya sekedar ungkapan kegelisahan hati tentang makna kesetaraan hukum bagi tiap-tiap warga negara.

Kesetaraan hukum itu mewajibakan kita memperlakukan tiap-tiap warga negara sama hak dan kedudukannya didepan hukum, tidak pandang apakah dia seorang penyanyi Dangdut atau seorang Ulama. Dan kesetaraan hukum itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya menegakkan hukum secara adil, bermartabat, dan berdaulat.
12:34 PM | 0 comments | Read More