Negeri ini nampaknya
tidak pernah lepas dari soal kegaduhan, mulai dari sikap pemerintah yang begitu
ngotot mengeluarkan Perpu tentang pembubaran Ormas, hingga sampailah kepada
urusan dapur, yakni kelangkaan Garam.
Masih soal urusan
dapur, baru-baru ini kita dikejutkan oleh hebohnya berita tentang Beras
oplosan, yang kemudian menimbulkan polemik tak berkesudahan ditengah
masyarakat, disatu pihak polisi menganggap ada pelanggaran hukum sementara
dipihak lain muncul pembelaan bahwa apa yang dilakukan oleh pedagang beras
murni urusan bisnis.
Urusan Beras ini tidak
urung memancing perdebatan, mulai dari pernyataan menteri Sosial, bulog hingga
sampai ke Senayan, pokoknya heboh dan gaduh, padahal yang dibutuhkan rakyat bukan
kegaduhan yang memuakkan, tapi ketenteraman dan ketersediaan bahan pangan yang
cukup dengan harga terjangkau.
Pekerjaan wakil rakyat
di Senayan juga masih menimbulkan kegaduhan, Rancangan Undang-Undang Pemilu
yang sudah digodok sedemikian lama akhirnya diputuskan dengan cara
vooting, bukan diselesaikan dengan jalan musyawarah mufakat
sebagaimana yang diamanatkan oleh sila keempat dari Pancasila, meskipun sudah
disyahkan menjadi Undang-Undang, namun bukan berarti polemik soal UU Pemilu
akan berhenti dengan sendirinya, tapi malah tetap gaduh karena pihak yang
merasa tidak puas masih memiliki kesempatan menggugat ke Mahkamah Konstitusi.
Diluar mahkamah,
terdengar suara para politisi yang saling berbantahan, ketua umum partai
Demokrat dan Gerindra menyebut UU itu mencederai Demokrasi dan menzolimi rakyat
sementara pemerintah dan partai pendukungnya tersenyum riang sambil menunggu
kesempatan untuk melanjutkan langkah berikutnya dalam pencalonan presiden.
Masih diseputar
Parlemen, terdengar pula gaduh antara KPK dengan Pansus Hak Angket,
Pansus berdalih ingin menguatkan KPK sementara Publik memandang Parlemen sedang
berusaha melemahkan KPK. Masing-masing pihak bersitegang urat leher dalam adu
argumentasi, disamping itu tidak pula kalah gaduhnya soal status ketua DPR yang
sudah jadi tersangka, dengan alasan demi martabat lembaga perwakilan rakyat,
banyak pihak yang meminta agar sang ketua mengundurkan diri, itu lebih baik
daripada dimundurkan secara paksa.
Kegaduhan yang
sedemikian rupa disusul pula dengan kelangkaan garam yang terjadi di berbagai
daerah. Sulitnya mendapatkan Garam menimbulkan harganya jadi melejit,
ujung-ujungnya para pedagang kecil yang memproduksi makanan skala rumahan jadi
menjerit.
Kelangkaan terjadi di semua jenis garam, mulai dari Garam dapur, Garam halus, hingga garam kasar semuanya langka. Kelangkaan ini membuat harganya naik tinggi, berlipat-lipat, yang tidak langka barangkali hanya rokok merk Gudang Garam yang tentunya tidak sehat bila dicampur dengan bumbu masakan.
Kelangkaan terjadi di semua jenis garam, mulai dari Garam dapur, Garam halus, hingga garam kasar semuanya langka. Kelangkaan ini membuat harganya naik tinggi, berlipat-lipat, yang tidak langka barangkali hanya rokok merk Gudang Garam yang tentunya tidak sehat bila dicampur dengan bumbu masakan.
Dampak hilangnya Garam
dipasaran ini membuat rakyat yang usahanya menggunakan garam untuk pembuatan
produk. Usaha Ikan Asin, Telur Asin, dan usaha-usaha kecil lainnya menjadi
terpukul, dan lebih terpukul lagi, kelangkaan ini terjadi diluar perhitungan,
sebab tidak masuk akal rasanya negeri dengan garis pantai terpanjang kedua di
dunia ini akan mengalami krisis garam, semestinya menjadi produsen Garam
terbesar dunia.
Hilangnya Garam
dipasaran ini bukan hanya sekedar menimbulkkan kegaduhan, tetapi memunculkan
kecurigaan, jangan-jangan ada tangan kotor yang bermain sehingga Garam menjadi
hilang dan pemerintah didesak untuk mengatasinya dengan cara mengimpor Garam
dari luar, kalau ini yang terjadi tentulah akan membuat keringat petani Garam
menjadi lebih asin dan semakin gaduh.
0 comments:
Post a Comment