"PBNU dan nahdlyin lagi marah
besar. Panas dan keras di dalam. Apalagi sikap ansor. (Ahok) jangan
mempolitisir urusan hukum Kiai Ma'ruf mau ditelepon atau menelepon siapa pun
adalah hak beliau," kata Wasekjen PKB Daniel Johan, sebagaimana yang dikutip
oleh beberapa media.
Pernyataan tersebut muncul setelah
melihat prilaku Ahok yang kasar terhadap Ketua Umum MUI dan sekaligus Rois Aam
PBNU Makruf Amin dalam persidangan kasusnya yang ke 8 tanggal 31 Januari
yang lalu.
Dalam persidangan itu Ahok menuding
Makruf Amin menerima telepon dari SBY, yang isinya terkait dengan keputusan MUI
soal penistaan Agama. Tudingan Ahok itu dibantah oleh Makruf dan akhirnya
terjadilah perdebatan sengit dalam persidangan dimaksud. "Meralat tanggal
7 Oktober ketemu paslon nomor 1, jelas-jelas itu mau menutupi Saudara Saksi
menutupi riwayat hidup pernah menjadi Wantimpres SBY. Tanggal 6 (Oktober)
disampaikan pengacara saya ada bukti telepon (dari SBY) untuk minta
dipertemukan. Untuk itu, Saudara Saksi tidak pantas menjadi saksi, tidak
objektif lagi ini, sudah mengarah mendukung paslon 1," ujar Ahok saat
menanggapi kesaksian Ma'ruf dalam persidangan tersebut.
Karena bantahan soal telepon SBY itu,
Ahok mengaku berencana akan melaporkan Ma'ruf ke polisi "Saya berterima
kasih Saudara ngotot di depan hakim meralat ini, mengaku tidak berbohong. Kami
akan memproses secara hukum. Untuk bisa membuktikan bahwa kami punya data
lengkap," sambung Ahok lagi. Menurut Ahok, apa yang disampaikannya dalam
persidangan tersebut adalah sebuah proses yang ada dalam persidangan.
“Saya sebagai terdakwa sedang mencari
kebenaran untuk kasus saya,” katanya dalam sebuah klarifikasi. Namun dia lupa
bahwa pencarian kebenaran tidak harus bersikap angkuh dan berbicara kasar
terhadap orang lain. Mencari kebenaran harus dengan cara yang benar pula,
bukan dengan cara memaksa orang mengaku apa yang tidak dilakukannya. Soal
benar tidaknya Makruf menerima telpon dari SBY masih perlu dibuktikan, dan
tidak perlu sesumbar menuding Makruf bersaksi bohong, karena yang berhak menilai
kesaksian Makruf bukanlah Ahok tetapi merupakan kewenangan majelis Hakim.
Sikap Ahok tersebut memang terkesan
lancang dan kasar, apalagi yang dihadapinya itu adalah seorang Ketua umum MUI
dan sekalgus Rais Aam PBNU. Dia merupakan seorang kiyai sepuh yang dihormati
dan menjadi panutan bagi kaum Nahdliyin, justeru itulah dia dipilih sebagao
Rais Aam. Sebagai tokoh bangsa dan mantan anggota Wantimpres, dia bisa saja
bergaul dan menerima telpon dari siapapun, termasuk dari mantan presiden. Dan
itu tidak ada batasannya, karena undang-undang tidak melarang seorang Makruf
menerima dan atau menelpon mantan presiden.
Soal isi pembicaraan telpon yang
diduga berupa permintaan SBY masih perlu pembuktian lebih lanjut dan itupun
tidak serta merta menjadi penyebab keluarnya keputusan MUI yang menyebabkan
Ahok jadi tersangka. MUI adalah sebuah organisasi, kepengurusannya bersifat
kolektif, keputusannya bukan atas keinginan Makruf Amin secara pribadi, tapi
merupakan keputusan bersama yang didasari oleh berbagai pertimbangan. Jadi
sangatlah tidak masuk akal jika keputusan MUI keluar atas permintaan dari
seorang SBY. Itu tuduhan yang tak berdasar, fitnah yang sangat keji dan
terkesan merendahkan martabat MUI sebagai majelis yang dihormati oleh ummat
Islam.
Sikap Ahok terhadap Makruf yang
sedemikian rupa inilah pemicu keluarnya pernyataan dari Sekjen PKB. Sebuah
Partai yang lahir dan dibesarkan oleh kaum Nahdliyin dengan tradisi
menghormati kiyai sepuh. Justeru itu pula kiranya Kaum Nahdliyin dan Anshor
pantas merasa marah dan tersinggung terhadap sikap AHOK.
0 comments:
Post a Comment