Sepasang anak muda
Rokan Hilir Soni dan Nurliza, lolos dalam audisi Akademi D4 Indosiar,
Soni berasal dari Bagan Batu dan bermukim di Yogyakarta, sementara Nurliza
masih duduk dibangku Madrasah Aliyah Bagansiapi-api. Keduanya mendapatkan
golden tiket untuk maju dalam pertarungan berikutnya yang diselenggarakan oleh
Indosiar di Jakarta.
Keberhasilan awal yang
diraih oleh Soni dan Nurliza, membuat masyarakat Rokan Hilir, khususnya
masyarakat Bagansiapi-api mendadak sadar, bangkit dari tidur panjangnya.
Merekapun mulai bergegas, menghimpun kekuatan untuk memberikan dukungan dengan
harapan agar kedua anak Jati Rokan Hilir itu menjadi penyanyi Dangdut
kenamaan, atau minimal salah satu diantaranya menjadi juara dalam kompetisi
bergengsi tersebut.
Untuk memenuhi harapan
inilah kiranya mendadak muncul himbaua agar warga Rokan Hilir khususnya warga
Bagansiapi untuk mengirimkan dukungan SMS sebanyak-banyaknya, selain itu ada
pula yang sengaja datang ke Jakarta menyaksikan langsung pertunjukan tersebut distudio
5 Indosiar Jakarta, “memberi Support,” demikian alasannya
Setelah beberapa kali
tampil, akhirnya Nurliza dan Soni tersenggol, perjuangan mereka kandas, SMS
dukungan yang diberikan tidak cukup untuk mengantarkan keduanya kebabak
berikutnya, dan kehadiran warga Rohil distudio Indosiar juga tidak memberi
bekas apapun. Keduanya harus menerima kenyataan bahwa dalam sebuah kompetisi
menang dan kalah itu merupakan sebuah kewajaran.
Sebaliknya, bagi
masyarakat Rokan Hilir sendiri kesadaran yang mendadak muncul akan arti
pentingnya memiliki seniman besar yang berprestasi ditingkat Nasional perlu
ditindak lanjuti, jangan sampai kekalahan Soni dan Liza membuat semangat
masyarakat menjadi padam. Semangat berkesenian seperti itu perlu terus
dikobarkan dengan kesadaran baru bahwa seorang seniman tidak lahir dari sebuah
persitiwa dadakan seperti itu.
Kekalahan Soni dan Liza
seharusnya menjadi cambuk pemicu bagi pemerintah Rohil dan segenap
masyarakatnya, bahwa untuk tampil ditingkat nasional, untuk meraih prestasi gemilang
tidak cukup hanya dengan mengirimkan SMS dan dukukungan semata, tapi perlu
pengasuhan yang berkesinambungan dan pelatihan yang serius.
SMS yang dikirim dalam
jumlah yang banyak belum tentu dihitung oleh penyelenggara, karena tidak
tertutup kemungkinan berlaku ketentuan bahwa satu SMS untuk satu nomor telepon
genggam, jadi jika ada satu nomor telpon yang mengirimkan SMS dalam jumlah yang
banyak adalah sebuah dukungan yang salah kaprah, karena satu nomor hanya boleh
mengirimkan satu SMS
Justeru itulah kiranya,
kepulangan Soni dan Liza tidak perlu disambut dengan ratap tangis dan sikap
saling menyalahkan, tapi perlu dihadirkan sebuah pemikiran bahwa untuk
melahirkan seniman berbakat, memerlukan kerja keras dari semua pihak . Upaya
konkrit dan terjadwal harus dilakukan, umpamanya dengan cara mengadakan latihan
vokal secara rutin, pendidikan berkesian yang berkesinambungan, melaksanakan
pestival ditingkat daerah dan lain sebagainya. Upaya ini jauh lebih baik dari
pada melakukan umpat puji kepada orang lain yang tak jelas juntrungannya.
Untuk ananda Soni dan
Liza, kami ucapkan terima kasih, kehadiran ananda berdua telah memberikan
pelajaran berharga bagi segenap pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan di
Rokan Hiril (terutama Dewan Keseniannya) akan arti pentingnya sebuah kerja
pembinaan bakat seni yang selama ini sangat terabaikan. Lebih dari itu
kehadiran ananda berdua telah membuat mata semua pihak jadi terbuka hingga
mampu membedakan mana yang loyang dan mana pula tembaga.
0 comments:
Post a Comment