(Catatan ringan untuk
Tuan Hidayat Nur Wahid)
Dalam satu
kesempatan di Bengkulu, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengingatkan agar
masyarakat mempergunakan hak pilihnya dalam pemilu dan tidak mengambil sikap
Golput. Menggunakan hak suara dengan baik merupakan salah satu tanda mencintai
Indonesia.
Apa yang
disampaikan oleh HNW ini, sesungguhnya rakyat sudah mahfum, bahwa menggunakan hak
suara itu merupakan wujud peran aktif rakyat dalam menentukan masa depan
bangsanya. Rakyat sadar sesadarnya bahwa Pemilu dilaksanakan sebagai pemenuhan
amanah konstitusi yang menyebutkan kedaulatan berada ditangan rakyat, justeru
itulah rakyat diundang untuk memberikan suaranya, menentukan siapa yang akan
menjadi wakilnya dilegislatif dan siapa yang dipercaya untuk menjadi pemimpin.
Wakil rakyat dan
pemimpin terpilih akan bekerja dengan sepenuh hati untuk dan atas nama
kepentingan rakyat, berpikir sekuat tenaga bagaimana nasib rakyat hari ini
lebih baik dari kemarin dan bisa menatap hari esok dengan harapan hidup yang
lebih sejahtera, justeru itu pulalah kiranya rakyat ikhlas merogoh koceknya
untuk membayar gaji wakil dan pemimpinnya.
Menggunakan hak
pilih dengan cara datang ketempat pemungutan suara sesungguhnya bukanlah hal
yang berat, tapi masalahnya bukan sesederhana itu. Pertanyaan selanjutnya yang
perlu dijawab oleh HNW adalah “Apakah Wakil rakyat dan pemimpin yang sudah
memenuhi kehendak rakyat, bekerja dan berbuat untuk dan atas nama kepentingan
rakyat.
Pertanyaan ini
perlu dijawab dengan secermat mungkin sebelum himbauan itu dilontarkan secara
berulang-ulang. Dimata rakyat hari ini terdedah sikap prilaku sebagian wakil
rakyat dan pemimpin yang korup. Mereka bekerja asal-asalan tetapi hak dan
pendapatan mereka tidak boleh berkurang.
Daya beli masyarakat
menurun ditengah gencarnya usaha pemerintah menguber-ubar rakyat sebagai wajib
pajak. Artinya, pemerintah hanya mengejar pendapatan Negara tanpa melihat
kondisi hidup masyarakat.
Hampir tiap hari
media cetak dan elektronik memberitakan sikap dan prilaku buruk wakil rakyat.
Sejumlah anggota DPR menjadi pesakitan dikursi terdakwa karena mencuri uang
rakyat. Bahkan Ketua DPR saat ini sedang menjalankan persidangan karena
terjerat kasus korupsi e – KTP. Kasus ini baru diumulai dan berkemungkinan juga
akan menyeret nama lain dari Senayan.
Partai politik
sebagai pilar demokrasi, yang seharusnya menyiapkan kader partai untuk menjadi
pemimpin bangsa dan wakil rakyat yang baik juga banyak yang dalam keadaan
bermasalah. PKS belum selesai urusannya Fachri Hamzah. Partai Golkar dalam lima
tahun terakhir ini sempat melakukan Munaslub, itu artinya masih ada masalah.
PPP sampai hari ini juga belum selesai urusannya dengan Jan Farid dan masih
terlalu panjang bila diurai satu persatu.
Memang tidak
semua anggota DPR itu berprilaku buruk dan korup, masih ada yang baik dan
berpikiran jernih, tapi sederet nama politisi Senayan yang tertangkap karena
korupsi itu tidak bisa disangkal telahmelukai perasaan rakyat yang memilihnya,
sehingga rakyat sampai pada kesimpulan bahwa yang terlihat bersih itu hanya
karena bernasib baik, belum tertangkap saja.
Kinerja wakil
rakyat sekarang ini juga sangat buruk,untuk tahun 2017, target Prolegnas sebanyak 52 RUU, realisasinya hanya enam yang mampu
diselesaikan.
Rakyat tau bahwa
Gedung Parlemen juga diisi oleh orang-orang malas, sering bolos dan mengantuk
disaat siding. Tingkat kehadiran anggota DPR sepanjang tahun 2017 ini di bawah
50 persen. Yang paling parah adalah Fraksi PKB, hanya 33,71 persen, dan tingkat
kehadiran tertinggi Fraksi Hanura sebesar 50,76 persen.
Paparan kondisi
sikap dan prilaku wakil rakyat seperti diatas itu, merupakan jawaban atas
himbauan HNW tentang Pemilu, bukan rakyat yang tidak mau berpartisipasi, bukan
rakyat tidak sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga Negara, tetapi sikap
dan prilaku wakil rakyat itulah yang membuat rakyat enggan mengikuti PEMILU.
0 comments:
Post a Comment