Motto :

Membaca sebanyak mungkin, Menulis seperlunya

Written By lungbisar.blogspot.com on Saturday, November 5, 2011 | 9:54 PM

Pemerintah mengeluarkan kebijakan berupa Moratorium (Penghentian sementara) pemberian remisi dan bebas bersyarat untuk napi korupsi dan teroris. Kebijakan itu menjadi bahan perdebatan ditingkat elit, bahkan banyak yang menentangnya dan menilai sebagai tindakan melawan hukum. Belakangan pemerintah cq. Kemenkum HAM melunak dengan dalih bukan penghentian sementara  (Moratotium) tapi menyebutnya dengan kebijakan "Pengetatan Remisi dan pembebasan bersyarat".
Publik berharap agar para Koruptor, Teroris dan juga Bandar Narkoba dihukum dengan seberat-beratnya, dan tidak diberikan remisi atau pembebasan bersyarat.  
Kita juga sepakat dengan wamenkum Ham Denny Indrayan bahwa perlakuan terhadap Koruptor harus dibedakan dengan maling ayam.
Rakyat sudah lama gerah melihat para Koruptor, merampok uang rakyat dengan seenaknya, memperkaya diri sendiri  tetapi tidak mendapat hukuman yang setimpal. Hukumannya bukan saja tergolong ringan, tetapi lebih dari itu mereka mendapat perlakuan istimewa. Meskipun bersatuts nara pidana mereka bisa bebas melenggang keluar, ruang tahannya dilengkapi pendingin udara,  memiliki pembantu, tersedia tempat pijat dan lain sebagainya.
Meskipun berada dibalik terali besi mereka bebas berkomunikasi dengan pihak luar untuk mengatur rencana bisnis dan keperluan lainnya, penjara bukanlah tempat mereka menjalani hukuman tapi hanya sekedar tempat istirahat sejenak waktu.
Selain itu para koruptor juga mendapat pengurangan masa tahanan (remisi) disetiap hari besar, mereka juga memperoleh fasilitas bebas bersyarat, keluar sebelum masa tahanannya berakhir dengan menjalankan asimilasi. Dan bila dihitung-hitung, akhirnya mereka menjalani hukumannya didalam bui hanya separoh dari vonis hakim.
Tapi sayangnya pemerintah mengatasinya dengan kebijakan setengah hati berupa Moratorium Remisi  dan kebijan itu sendiri ditentang oleh banyak pihak.  Kebijakan itu sendiri tidak memiliki payung hukum, dan terkesan hanya sebagai pencitraan belaka.  Bertentangan dengan  UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Khususnya Pasal 14 yang mengatur hak-hak nara pidana.
Jika memang ada niat untuk memperlakukan para koruptor berbeda dengan maling jemuran, maling ayam, atau maling sendal jepit, maka tidak ada jalan lain kecuali dengan memperberat hukumannya, minimal  25 tahun dan maksimal seumur hidup dipenjara, harta bendanya disita untuk negara, dan bila perlu dijatuhi hukuman mati didepan regu tembak. Bila ini bisa diterapkan mungkin tak diperlukan lagi kebijakan pengetatan pemberian remisi dan lain sebagainya yang hanya terkesan sebagai upaya pencitraan belaka.

0 comments: