Motto :

Membaca sebanyak mungkin, Menulis seperlunya

Jual Beli Pasal

Written By lungbisar.blogspot.com on Thursday, November 17, 2011 | 7:44 AM

Sejak tahun 2003 ada 406 kali uji materi terhadap berbagai produk UU. Sementara yang dikabulkan oleh MK ada 97 buah. Ada tiga hal yang melatarbelakangi buruknya produk legislasi di DPR tersebut. Salah satunya karena ada praktik jual beli pasal. Demikian ungkap ketua MK Mahfud MD,  yang dikutip oleh beberapa media.
Secara rinci Mahfud menyebutkan "Pertama, ada tukar menukar isi pasal antarpemain politik yang bukan didasarkan pada kepentingan rakyat, tapi kepentingan politik. kedua, ada pemaksaan agar sebuah RUU dibuat meski tak ada naskah akademik dan tak jelas urgensinya,dan ketiga  ada lembaga di luar yang menyediakan uang besar untuk menggolkan isi UU,"  ujarnya lebih lanjut.

Pernyataan Mahfud ini diamini oleh pengacara senior Adnan Buyung Nasution, mantan Wantimpres bidang Hukum ini menjelaskan "Itu betul. Saya pernah dengar sendiri dari pemerintah. Bagaimana sulitnya pemerintah waktu saya menjabat sebagai Wantimpres dulu," katanya seusai acara dialog tentang 'Status GKI Yasmin' di YLBHI, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Rabu (16/11/2011).
Mahfud, bagaikan menabuh genderang, pernyataannya membuat sebagian anggota Dewan bagaikan kebakaran jenggot, sebut saja Ganjar Pranowo, wakil ketua Komisi II DPR ini menyeret pernyataan Mahfud ini kepertarungan 2014, Ganjar seakan melihat Mahfud sedang bermanuver menjelang pilpres yang akan datang.  Lebih kurang sama tak encutnya dengan Ganjar, Ruhut Sitompul juga melihatnya sedemikian rupa, sehingga dia menyarankan agar para komisioner tetap on the track, bekerja dengan baik untuk rakyat, ojo kesusu londo masih jauh, maksudnya tak usah terburu nafsu mempersiapkan diri untuk maju kepilpres 2014.
Selanjutnya Marzuki Alie, sang ketua DPR juga membantah bahwa selama beliau memimpin DPR tidak pernah terjadi jual beli pasal dalam UU. Benarkah ?
Terlepas dari siapa yang benar, apakah Mahfud dan  Buyung, atau Ganjar,Marzuki  dan Ruhut Sitompul. Para elite ini sebenarnya tak perlu ribut sehingga suara debat kusir mereka memenuhi ruang publik, jika memang jantan dan merasa tidak terima dengan pernyataan Mahfud tersebut, DPR sebagai lembaga bisa menyeret Mahfud kepengadilan, dengan tuduhan pencemaran nama baik. Disitulah diuji kebenarannya.
Jika pernyataan Mahfud itu hanya dijawab dengan pernyataan, maka yang muncul kepermukaan adalah perang pernyataan, saling tuding dan bisa menimbulkan fitnah, sementara kebenarannya tak pernah terungkap secara jelas, yang ada hanyalah energi dan waktu yang  terbuang dengan percuma, bak kata pribahasa "Arang habis besi binasa,"  kemudian publik menyimpan persoalan ini dalam almari "LUPA"  sampai esoknya muncul debat kusir yang baru lagi, dan begitulah seterusnya.
Terhadap debat kusir, dan saling tuding diantara pejabat negara soal politik dagang sapi, jual beli pasal UU dan lain sebagainya ini  hanyalah memancing rasa ketidakpuasan dihati publik. Jika DPR tak mau dituding macam-macam, maka mulailah memperbaiki diri, termasuk diantaranya membuat keputusan secara transparan. Tidak seperti sekarang ini masih ada rapat tertutup Di DPR dalam pembahasan RUU, "Hal ini yang secara tidak langsung menyuburkan dan memuluskan dugaan praktik jual beli pasal," jelas peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, Ronald Rofiandri sebagaimana yang dikutip oleh detikcom, Rabu (16/11/2011).

0 comments: