Lung
Bisar, berdiri kaku didepan sekolah dasar Muhammadiyah tempat dia pertama kali
menuntut ilmu, ditelinganya masih
terngiang suara Pak Kasim mengeja aksara dan menghitung angka, diruang matanya terbayang wajah guru idolanya
itu. Pak Kasim, guru yang mendedikasikan hidupnya untuk dunia pendidikan
dikampung halamannya. Dialah yang mengajarkan banyak murid yang kini menjadi
elite dinegeri ini.
Bagi Lung Bisar, Pak
Kasim bukan hanya sekedar mengajarkan ilmu disekolah, tapi juga menjadi guru
kehidupan bagi banyak orang, hidup sederhana (karena tak gaji tak cukup untuk
bermewah-mewah) kesehariannya menjadi panutan, dan meskipun memiliki kharisma dan pengaruh
ditengah masyarakat tapi tak ikut dalam politik praktis, apalagi menjadi tim
sukses dalam pemilukada.
Wajah Pak Kasim semakin
jelas bermain dipelupuk mata Lung Bisar, saat mana media sedang sibuknya
memberitakan pernikahan Ibas dan Alya. Media cetak maupun televisi dengan
gencarnya menyiarkan berita pernikahan sepasang anak petinggi negeri itu,
mengulas habis secara detail, mengupas tuntas dari berbagai aspek kehidupan dan
sudut pandang. Mulai dari acara akad nikah di Cipanas hingga sampai pada
persiapan pesta di JCC. Pakaian apa yang dipakai mempelai, siapa yang menghias
dan siapa artis yang turut menghibur tetamu juga dibicarakan, liputan nikah ini
begitu lengkapnya, termasuk setelah nikah nanti Ibas dan Alya akan berbulan
madu kemana dan tinggal dirumah yang mana.
Berita Nikah anak
pejabat negeri ini telah menenggelamkan ingatan sementara orang bahwa hari ini
adalah hari yang bersejarah dan penting untuk diingat, yaitu hari GURU, hari
yang ditetapkan untuk memperingati jasa Bapak dan Ibu Guru, hari yang semestinya
dijadikan momentum untuk merenung kembali akan arti pentingnya keberadaan
seorang guru. Hari yang semestinya kita mulai memikirkan nasib para pendidik
yang sudah berjasa banyak membesarkan isi kepala kita.
Tapi itulah ironisnya,
berita seputar Hari GURU tenggelam oleh hiruk pikuknya keramaian suara yang
memperbincangkan pernikahan sepasang anak pejabat yang sesungguhnya tidaklah
penting untuk didengarkan.
Lung Bisar melangkah
dengan perlahan sambil diraut wajahnya masih terlukis rasa kecewa, dan wajah
Pak Kasim semakin redup dalam ingatannya, seredup wajah GURU dengan beban yang lebih
berat dari “PENDAPATANNYA”.
0 comments:
Post a Comment