Motto :

Membaca sebanyak mungkin, Menulis seperlunya
Powered by Blogger.

Visitors

Powered By Blogger

Featured Posts

Like us

ads1

Komisi Pencegahan Korupsi

Written By lungbisar.blogspot.com on Friday, February 27, 2015 | 4:23 PM

Desakan agar KPK mengedepankan tindakan pencegahan korupsi sudah lama didengung-dengungkan oleh elite bangsa ini, terutama oleh kelompok yang selama ini merasa terganggu dengan kehadiran KPK yang begitu garang menyikat para pejabat dan politisi yang  korup dan menyeretnya ke meja hijau.

Tindakan pencegahan itu sendiri sebenarnya merupakan bagian dari tugas pokok dan fungsi KPK. Lembaga anti rasuah ini diharapkan tidak hanya menindak para koruptor tetapi juga melakukan tindakan preventif agar korupsi tidak terjadi. Dengan demikian diharapkan kejahatan korupsi bisa ditekan dan angkanya semakin hari kian berkurang.

Soal pentingnya pencegahan itu ditegaskan kembali oleh presiden pada hari Rabu yang lalu. “Saya minta KPK, dan perintahkan Polisi dan Kejagung betul-betul serius tangani kasus korupsi, tapi berikan prioritas pada pencegahan,” ujar presiden. Ucapan yang sama disampaikan kembali oleh Plt Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki saat jumpa pers digedung KPK.

Pencegahan itu memang penting, bila dilakukan sebelum kejhatan itu terjadi, dalam hal sudah terjadi maka pencegahan tidak lagi memiliki arti apa-apa, kecuali tindakan tegas untuk memberantasnya.

Dinegeri ini, Korupsi bagaikan penyakit kronis yang menggerogoti tubuh bangsa ini, bahkan ada yang menyimpulkan sudah menjadi budaya. Terjadi hampir diseluruh tingkatan, tidak mengenal ruang dan waktu, tergantung pada kesempatan yang dimiliki, yang tidak korup hanyalah orang tidak mendapat kesempatan. Sehingga orang yang terlihat bersih dari prilaku korup itu hanya karena belum terungkap.

Karena tingkat penyakit korup ini sudah sedemikian parahnya, maka arahan presiden agar KPK , Jaksa dan Polisi  sungguh-sungguh menangani kasus korupsi dengan  menempatkan tindakan pencegahan sebagai prioritas terasa agak kurang pas.

Pencegahan tanpa pemberantaan (atau lebih tepatnya penindakan) tidak akan membuat orang berhenti melakukan korupsi, karena dalam pencegahan tidak ada sanksi hukumnya. Seseorang yang disuatu ketika dicegah melakukan korupsi akan mengulanginya kembali ketika ada peluang dan kesempatan. Jadi, mengedepankan pencegahan saja tidaklah cukup membuktikan keseriusan kita dalam upaya memberantas korupsi.

Jika presiden memang serius ingin memberantas korupsi, seharusnya beliau mengingatkan para penegak hukum agar menghukum para koruptor itu dengan hukuman yang seberat-beratnya, minimal 20 tahun penjara atau dihukum seumur hidup tanpa memperoleh remisi
.
Saat ini hukuman untuk para koruptor itu masih sangat ringan dirasakan dan itupun masih ditambah lagi dengan memberikan berbagai kemudahan kepada mereka selama menjalankan hukuman. Dalam beberapa kali sidak petinggi Kemenkum-Ham kedapat ruang tahanan koru[tor disulap menjadi kamar pribadi dilengkapi dengan alat komunikasi dan televisi yang seharusnya tidak boleh ada. Kemudian pada hari-hari besar mereka masih mendapat pengurangan masa tahanan berupa remisi.

Selain fasilitas didalam tahanan dan remisi yang diberikan, harta benda yang mereka peroleh dari hasil korupsi itu masih bisa pula dinikmatinya bersama keluarga. Hukuman denda yang ditetapkan pengadilan tidak membuat koruptor menjadi jatuh miskin.

Hal – hal seperti inilah yang membuat orang tidak pernah berpikir untuk berhenti menjadi pencoleng uang negara. Tidak merasa malu dan jera dan bahkan dalam setiap kesempatan wajah koruptor yang muncul dimedia selalu nampak tersenyum ceria, meskipun statusnya sebagai terpidana.

Lebih dari itu, ucapan presiden yang meminta agar KPK, mengedepankan tindakan pencegahan sebagai prioritas bisa disalah artikan oleh pihak-pihak tertentu, akibatnya KPK yang semula merupakan lembaga yang diharapkan rakyat untuk memberantas korupsi berubah wujud menjadi Komisi PENCEGAHAN Korupsi. Sebuah perubahan yang sudah lama ditunggu oleh para koruptor.
4:23 PM | 0 comments | Read More

Kembalilah ke KUHAP

Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menerima gugatan Praperadilan Budi Gunawan itu disambut gembira oleh para tersangka korupsi, mereka seolah mendapat asupan gizi dan kekuatan baru untuk melawan langkah KPK dalam memberantas tindak pidana korupsi.

Suryadharma Ali misalnya telah mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka korupsi dana haji kepengadilan, meskipun pada akhirnya nanti tergantung pada keputusan hakim pengadilan, namun setidak-tidaknya para koruptor yang jadi tersangka masih berpeluang bebas lewat praperadilan.

Mantan Menteri Agama era pemerintahan SBY itu hanyalah salah satu dari tersangka korupsi yang memanfaatkan kesempatan ini, salah satunya adalah Mukti Ali, tersangka kasus korupsi di Banyumas Jawa Tengah yang kini sedang menuntut balik kepolisian yang menetapkannya sebagai tersangka dengan menempuh praperadilan.
Tidak tertutup pula kemungkinan akan ada lagi tersangka lain yang akan mengikuti langkahn kedua tersangka tersebut, dan selentingan kabar angin ada sederetan nama tersangka yang kini tengah bersiap-siap untuk mengajukan praperadilan.

Akibat dari kesemuanya ini tentu pengadilan kita akan disesaki oleh kesibukan baru yakni menyidangkan gugatan praperadilan yang diajukan oleh tersangka, utamanya tersangka yang memiliki banyak uang dan mampu menyewa sederetan pengacara ternama, dan dengan sendirinya pula akan menambah panjang waktu proses penindakan terhadap seorang tersangka.

Hal seperti ini seharusnya tidak perlu terjadi, jika permohonan praperadilan yang diajukan oleh Budi Gunawan ditolak oleh Pengadilan, karena menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP penetapan tersangka bukanlah objek dari praperadilan. Namun Hakim pengadilan Negeri Jakarta Selatan berkata lain, gugatan praperadilan atas penetapan tersangka diterima dan disidangkan, sehingga keputusan tersebut menjadi yurisprudensi.

Boleh jadi keputusan hakim tersebut menjadi terobosan baru dalam sistem hukum kita, sesuatu yang sebelumnya tidak  diatur kini sudah ada acuan hukumnya untuk dilaksanakan. Namun anehnya ketika KPK mengajukan Kasasi atas putusan dimaksud pengadilan serta merta menolak dengan alasan tidak dibenarkan oleh KUHAP. Untuk menerima gugatan KUHAP diabaikan, sementara dalam upaya KASASI yang diajukan KPK, KUHAP dikedepankan.

Jika praperadilan atas penetapan tersangka bisa diterima sebagai terobosan hukum, maka upaya Kasasi yang diajukan KPK juga harus dapat diterima dengan dalih yang sama. Tapi yang terjadi tidak demikian pengadilan menolak kasasi yang diajukan oleh KPK.

Bagi KPK sendiri tidak ada jalan lain, kecuali menempuh upaya hukum luar biasa dengan mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung, dan sebagai beteng terakhir dari penegakan hukum negeri ini kita berharap MA dapat bersikap tegas dan memberikan kepastian hukum dengan mengembalikannya kepada tatan dan aturan hukum yang sudah baku, maksudnya kembali kepada KUHAP yang tidak memberi ruang untuk menggugat penetapan tersangka lewat praperadilan.
4:20 PM | 0 comments | Read More

Lelucon Praperadila

Hakim Sarpin Rizaldi sudah mengetuk palu, status tersangka bagi Komjen Budi Gunawan gugur dengan sendirinya. Keputusan itu melapangkan jalan baginya untuk dilantik sebagai Kapolri, sejalan dengan harapan PDI-P dan partai yang tergabung dalam KIH yang sejak awal menginginkan agar presiden tetap melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri.

Jauh sebelum adanya keputusan pengadilan atas sah tidaknya penetapan tersangka atas diri Budi Gunawan, KIH yang dimotori oleh PDI-P berusaha keras mendorong presiden untuk melantik calon kapolri itu, bagi PDI-P status tersangka tidak mengurangi hak seseorang untuk dilantik sebagai pejabat negara.

Persoalan yang muncul kemudian bukanlah masalah jadi atau tidaknya Budi dilantik sebagai Kapolri, tetapi pada kepercayaan publik terhadap proses penegakan hukum itu sendiri. Proses persidangan praperadilan yang disiarkan secara terbuka telah membuat rakyat negeri ini menjadi bingung akan kebenaran yang hakiki menurut para ahli hukum itu sendiri.

KPK dan Polri sama-sama mengajukan saksi ahli, masing-masing saksi ahli yang diajukan itu menyampaikan pendapat hukum yang berbeda, tergantung siapa yang menunjuknya sebagai saksi ahli. Perbedaan pendapat pakar hukum yang menjadi saksi ahli inilah yang membingungkan publik sehingga keputusan hakim yang mengadili perkara ini menjadi sesuatu yang diragukan kemurniannya secara hukum.

Keputusan seorang hakim memang tidak bisa dipengaruhi oleh apapun kecuali pada keyakinannya akan kebenaran hulkum itu sendiri, namun rangkaian peristiwa yang mengikuti perkara ini membuat publik berkesimpulan bahwa pengadilan ini hanyalah sebuah lelucon yang tidak lucu.

Rangkaian peristiwa dimaksud adalah pengajuan praperadilan itu sendiri yang menurut sebagian pakar hukum tidak bisa diterima karena berdasarkan KUHAP keputusan Penetapan Tersangka tidak termasuk sebagai objek hukum yang bisa dipraperadilankan.
Kalau merujuk pada pendapat diatas, maka dengan sendirinya permohonan praperadilan itu semestinya sejak awal sudah ditolak oleh pengadilan, dalilnya jelas karena tidak diatur dalam KUHAP.

Tetapi pendapat diatas dibantah oleh ahli hukum yang lain, dengan dalih bahwa hukum itu berkembang menurut dinamikanya, maka sesuatu yang tidak diatur oleh KUHAP bisa saja dilakukan dengan membuat terbosan hukum yang baru, dengan sendirinya pula hakim berwenang memperluas jangkauan wilayah praperadilan, meskipun tidak diatur oleh KUHAP.

Debat antar pakar hukum ini tidak hanya mempengaruhi jalannya persidangan, tetapi juga membuat publik yang menyaksikannya menjadi tertawa dalam hati. Tertawa dan merasa iba melihat orang-orang yang berprediket sebagai pakar hukum tetapi untuk satu persoalan praperdilan saja mereka berbeda pendapat, padahal mereka menggunakan sumber hukum yang sama, yakni KUHAP.

Jika perbedaan itu menyangkut kalimat yang multi tafsir barangkali bisa dimengerti, tetapi didalam pasal 77 KUHAP secara terang benderang dijelaskan bahwa objek praperadilan itu adalah tentang  (a) Sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, dan penghentian penuntutan. (b) ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidanya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penututan. Penetapan tersangka tidak tercantum dalam pasal praperadilan itu tetapi mengapa timbul perbedaan pendapat.

Perbedaan pendapat itu tidak hanya dipersidangan, tetapi juga diluar pengadilan, ada pakar  yang menilai sah dan tiak sedikit pula ahli hukm negeri ini yang menganggap cacat hukum, sehingga akhirnya hakim Sarpin memutuskan menerima gugatan praperadilan yang diajukan oleh Budi Gunawan, artinya Hakim telah membuka peluang bagi para tersangka mulai dari pencopet diterminal sampai kepada pejabat negara yang Korup untuk mengajukan praperadilan. Ini benar-benar sebuah lelucon  yang tidak lucu.
4:19 PM | 0 comments | Read More

Aku ini seorang BURUH

Belum hilang rasa perih dihati akibat ucapan Menkopolhukkam Tedjo Edhy Purdjiatno yang menyebut rakyat “Tak Jelas” pada beberapa hari yang lalu, kini ia kembali melontarkan kata-kata yang menusuk perasaan.  “Kayak BURUH saja”, katanya ketika menanggapi rencana pegawai KPK yang ingin mogok kerja jika seluruh pimpinannya dikriminalisasikan.

Jika peristiwa awal itu terjadi mungkin Menko  Khilaf dan kebablasan ngonmong saja. Barangkali keadaanlah yang membuatnya waktu itu menjadi kurang nyaman dan tak sempat berpikir normal, tertekan atau ada sesuatu yang tak terkendalikan, sehingga melihat kerumunan publik di Rasuna Said dia panik dan keluarlah kata-kata yang tak semestinya diucapkan oleh seorang pejabat negara.

Tapi, ucapan kasar itu kembali terulang, apalagi membawa-bawa BURUH sebagai sebutan yang berkonotasi merendahkan. Ucapan menko itu memang singkat, namun bagi seorang buruh seperti saya cukup bisa memaknainya bahwa Tedjo ingin mengatakan pegawai KPK tidak perlu mogok, karena MOGOK kerja itu merupakan cara-cara yang tak baik yang sering dilakukan oleh para BURUH.

Berulangya ucapan kasar seperti itu, mengindikasikan bahwa ini bukan lagi kekhilafan, tetapi merupakan suatu kesengajaan, atau mungkin juga merupakan suatu kebiasaan.  Sengaja atau biasa berkata kasar tentu tidak baik, apalagi jika yang melakukannya itu seorang pejabat negara setingkat Menko.

Ucapan yang menusuk ulu hati itu bisa menimbulkan kekacauan baru, karena Buruh adalah bagian terbesar dari bangsa ini. Jumlahnya tidak sedikit, andaikan Buruh serentak bangkit meminta pertanggungjawaban Menko atas ucapannya itu pasti negeri ini akan lumpuh total.

Buruh bisa saja melakukan sesuatu sebagai balasan atas ucapan Menko itu, dan untuk melakukannya Buruh tak perlu hiruk pikuk turun kejalan sambil memanggul senjata, cukup dengan cara berdiam diri dirumah saja, tidak melakukan apa –apa dan tidak mau bicara apa-apa.

Setelah Buruh berdiam diri, pasti akan terdengar teriakan sumbang dari orang-orang yang membutuhkannya, terutama dari kalangan pengusaha yang didalam pikirannya selalu dihantui oleh perasaan takut rugi.  Dengan diamnya Buruh, mesin yang biasanya mengaum akan kaku dan membisu, produksi terhenti, dan pada gilirannya perekonomian negara akan terganggu, bayangkan betapa gagahnya Buruh, hanya dengan berdiam diri, negara ini bisa sengsara, apalagi jika mereka menyatukan diri bergerak ke Jakarta, pasti akan lebih runyam lagi.

Oleh karenanya, selesaikan sajalah kemelut Polri – KPK itu secara arif dan bijak, sehingga pegawai KPK tidak merasa perlu lagi untuk Mogok. Andaikan  pegawai KPK itu benar-benar mogok juga, maka  itu artinya mereka sudah tak sabar lagi melihat pimpinannya diperlakukan seperti itu, dan pimpinan mereka itu merupakan pujaan hati para buruh yang sangat geram melihat tingkah laku para Koruptor,   aku tau itu karena aku ini seorang BURUH
4:18 PM | 0 comments | Read More

Batu Cincin dan Bhatoegana

Demam Batu Cincin sedang mewabah ditengah masyarakat kita saat ini, dan kegilaan masyarakat yang muncul secara mendadak ini telah pula melahirkan berbagai Kelakara canda tawa, dan Kelakar itu merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan bagi para penggemar Batu.

Seorang isteri yang mengeluh suaminya tidak pulang disarankan oleh tetangganya untuk menyusulnya ketempat pengolahan Batu Cincin. Seorang warga yang melapor bahwa Batu Nisan orang tuanya hilang dikuburan disarankan oleh Pak RT setempat untuk melacaknya ketukang olah Batu Cincin dipasar.

Ada pula yang dengan sengaja memajang Cincin lengkap dengan Batu warna warni diseluruh jarinya, sambil menulis catatan “biar susah makan asal pakai batu cincin”, dan ada pula yang nyeletuk bahwa semenjak pakai Cincin dengan Batu Permata semangatnya melenggang kelangit.

Kelakar tentang Batu ini sudah menjalar kemana-mana, seolah-olah tiada hari tanpa membicarakan BATU. Mulai dari gedung bertingkat sampai ke gubuk reot, dari Mall hingga kewarung kopi, dan merambah keberbagai professi, mulai dari kuli bangunan hingga sampai kekalangan politisi.

Ketika mencuatnya kemelut KPK dan Polri, publik masih saja bisa mengaitkannya dengan BATU. Bambang Widjojanto yang disingkat dengan inisial BW dipelesetkan menjadi  Batu Wamena, sementara Budi Gunawan yang disingkat menjadi BG diubah suaikan dengan canda menjadi Batu Giok, luar biasa.

Terakhir penahanan Sutan Bhatoegana yang tersangkut dalam kasus SKK Migas, juga dikait-kaitkan orang dengan demam Batu yang melanda masyarakat. Sutan yang sudah sudah lama ditetapkan sebagai tersangka, tetapi entah karena pertimbangan apa belum ditahan oleh KPK. Sehingga Sutan bisa tetap menghirup udara bebas sambil bercanda ria dan sesekali mengirimkan SMS tahajud ditengah malam.

Namun bersamaan dengan demam Batu yang melanda masyarkat Indonesia, KPK melakukan penhanan terhadap Sutan, barangkali ini hanya kebetulan saja dan tidak ada korelasinya sama sekali, namun oleh penggemar BATU menjadi bahan candaan, ceritapun dirangkai bahwa penyakit demam Batu sudah menjalar kelembaga anti rasuah itu, para komisioner KPK ingin memakai Bhatoegana dijarinya, atau ada juga yang menyebutkan bahwa KPK khawatir kalah cepat, jadi sebelum Sutan terlanjur diolah oleh pandai Batu, lebih baik KPK melakukan penahanan, ah bisa saja.


4:17 PM | 0 comments | Read More

Politik Pencak Silat

Banyak yang menafsirkan pertemuan Prabowo dengan Jokowi di Istana Bogor sebagai sesuatu yang bermuatan politik, padahal menurut mantan sekjen PDI-P Pramono Anung, Prabowo bertemu dengan  presiden dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Ikatan Pencak Silat.

Meskipun seratus hari yang lalu Prabowo itu adalah rival Jokowi dalam kancah politik nasional, tapi saya lebih cenderung memaknai pertemuan keduanya seperti yang disebutkan oleh kader PDI-P itu tadi, yakni Presiden ingin melihat Prabowo bermain Pencak Silat. Akan halnya jenis Silat yang dimainkan Prabowo itu adalah Silat Poitik, itu bukan urusan saya.

Negeri ini tak ubahnya sudah seperti gelanggang Pencak Silat, tiap-tiap orang membentuk kelompok menurut kepentingan politiknya, dan tiap-tiap kelompok memiliki pendekarnya. Ada kelompok politik yang menamakan dirinya KIH dengan Jokowi sebagai pendekarnya dan ada pula  KMP dengan pendekarnya handal yang bernama Prabowo.

Kalau dalam dunia persilatan yang menang jadi penguasa sementara yang kalah mati diujung keris, maka dalam gelanggang Silat Politik ceritanya menjadi lain. Yang menang boleh jadi penguasa tapi yang kalah masih tetap hidup dan bisa merecoki penguasa.

Sebagai pemenang, Jokowi boleh menguasai Eksekutif, namun para penggembira Prabowo yang jumlahnya berjibun tak akan hilang akal, mereka memainkan jurus-jurus silat politik sehingga menjadi penguasa di Parlemen. KIH terperangah, kalah selangkah dari KMP, mereka terpaksa merajuk sambil menggertak ingin membentuk DPR tandingan, sebuah istilah yang tidak pernah dijumpai dalam konstitusi negara manapun.

Bujuk punya bujuk akhirnya KMP mengalah dan membagikan sedikit alat kelengkapan DPR kepada KIH, bagai anak kecil mendapatkan permen kemarahan merekapun menjadi sedikit reda dan rencana membentuk Parlemen tandingan tinggal dalam catatan sejarah sebagai bagian dari gertak sambal.

Seratus hari pemerintahan Jokowi, gelanggang politik negeri ini kembali gonjang ganjing.  Bermula dengan pengajuan Budi sebagai Kapolri, kemudian dihadang oleh KPK, lalu berlanjut dengan penangkapan Bambang, dan dalam waktu bersamaan muncul pula cerita Rumah Kaca Abraham Samad, yang diperkuat oleh keterangan PLT Sekjen PDI-P, Ujung-ujungnya kepala presiden jadi mumet, dihadapkan pada pilihan sulit, melantik Budi atau membatalkannya.

Melantik Budi Gunawan berarti dia akan berhadapan dengan publik yang sudah terlanjur menolak seorang tersangka menjadi Kapolri, membatalkan pencalonan Budi berarti dia akan berhadapan dengan DPR dan partai pendukungnya yang telah menyetujui Budi Gunawan sebagai Kapolri, Presiden menghadapi pilihan sulit.

Disaat seperti ini, Jokowi kembali menunjukan kemahirannya bermain Silat, dia tidak hanya minta pertimbangan dari Wantimpres, tetapi membentuk Tim Independen yang bertugas secara khusus. Artinya, Jokowi tidak tergantung pada satu kelompok pendekar saja, tetapi memiliki pendekar lain diluar gelanggang. (ini  menurut istilah dunia persilatan lho).

Kemudian terdengar lantang suara Effendi Simbolon yang melontarkan ide pemakzulan, Jokowi menjawabnya dengan mengadakan pembicaraan empat mata dengan Prabowo, ketua Ikatan Pencak Silat yang juga pendekar diperguruan KMP.
Pertemuan itu seakan memberi signal kepada KIH, terutama kepada Mega dan Paloh, bahwa Jokowi juga sedang merangkai tarian pencak silat yang bukan hanya indah dilihat tetapi juga bisa dijadikan sebagai alat untuk membela diri.

Usai pertemuan itu Jokowi seakan mendapat asupan gizi, kuda-kudanya menjadi lebih kokoh.  Fadli Zon yang biasanya garang kini bersikap ramah, dan Hatta Rajasa mengapresiasi pertemuan itu sebagai sesuatu yang bernilai tambah untuk kemajuan Demokrasi Indonesia, KIH dan KMP tidak lagi berhadap-hadapan, tetapi bersinergi untuk kepentingan bangsa.

Sikap Fadli dan komentar Hatta seakan menjawab gertak sambal Simbolon, pemakzulan itu tidak gampang, masih ada kekuatan besar dibelakang Jokowi yakni Koalisi Merah Putih, jumlah anggotanya diparlemen lebih besar dari KIH.

Akhir dari pencak silat yang dimainkan oleh Jokowi digelanggang politik nasional ini belum jelas ujung pangkalnya, namun setakat ini rakyatlah yang kebingungan, apa jadinya negeri ini jika elitenya asik masuk bermain pencak silat.
4:14 PM | 0 comments | Read More

Untukmu Presiden ku

Kisruh yang terjadi antara KPK dan Polri ini merupakan ujian buat tuan presiden. Inilah saatnya beliau membuktikan bahwa dia adalah pemimpin yang memiliki rasa keberpihakan kepada rakyat, sehingga penyelesaian kusut masai KPK – Polri ini dilakukan dengan cara yang benar-benar mengikuti kehendak rakyat.
Rakyat tau betapa presiden saat ini sedang berada diposisi yang sulit, namun sesulit apapun dia harus mengambil sikap tegas untuk menghentikan perseteruan ini. Untuk itu rakyat kini menanti presiden mengambil keputusan dengan arif dan bijak, tidak merendahkan Polri dan tidak pula membiarkan KPK diobok-obok.
Rakyat maunya negeri ini aman dan tenteram, tidak ada perseteruan antara sesama penyelenggara negara. Polri dan KPK diharapkan bisa bersinergi, bahu membahu dalam penegakan hukum sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Bukan sebaliknya malah ada gesekan yang menimbulkan percikan api.
Gesekan ini muncul akibat keputusan tuan presiden yang tergesa-gesa mengajukan BG sebagai calon tunggal Kapolri. Sementara tuan sendiri tau bahwa menurut catatan PPATK, yang bersangkutan memiliki rekening yang mencurigakan dan KPK sudah memberi tanda merah saat namanya masuk dalam daftar calon anggota kabinet.
Rakyat merasa heran melihat ketergesa-gesaan tuan itu, tidak biasanya tuan seperti itu. Rakyat jadi menduga bahwa ada tangan kuat yang mendorong tuan dari belakang sehingga dalam hitungan jam surat tuan sudah sampai ke DPR untuk meminta dilakukannya fit and proper tes terhadap BG. Sementara dalam waktu yang hampir bersamaan KPK menetapkan BG sebagai tersangka.
Pengajuan nama BG sudah terlanjur disetujui DPR, tapi karena statusya sebagai tersangka pelantikannya sebagai Kapolri tuan tangguhkan  , dan inilah pangkal bala yang menyebabkan timbulnya gesekan itu.
Percik api dari gesekan itu nampak secara kasat mata, bermula dari munculnya photo ketua KPK Abraham Samad bermesum ria dengan seorang wanita cantik, lalu dibumbui dengan cerita rumah kaca Abraham Samad di Komapsiana, dan cerita itu diamini oleh pejabat sekjen PDI-P.
Dihari berikutnya, atas laporan seorang kader PDI-P, wakil ketua KPK Bambang Widjoyanto ditangkap dan dijadikan tersangka. Polri bisa saja berdalih bahwa penangkapan Bambang tidak ada kaitannya dengan status BG, tetapi publik sudah terlanjur curiga dan tidak percaya pada penjelasan Polri.
Kecurigaan publik diperkuat lagi dengan munculnya  nama kader PDI-P dibalik kedua peristiwa itu. Sehingga tidak dapat disalahkan jika publik membuat kesimpulan sendiri bahwa ada kepentingan politik dari kelompok tertentu dalam kemelut ini.
Dan oleh karena itu Presiden ku,
Sebagai rakyat kami berharap, kembalilah kejati diri tuan sebagai seorang Jokowi yang kami kenal merakyat dan teguh pendirian. Bila mengambil keputusan tidak bisa dipengaruhi oleh siapapiun, tidak berpihak pada kepentingan apapun, kecuali untuk dan atas nama kepentingan rakyat.

Salam
4:13 PM | 0 comments | Read More

Sikap Ksatria

Awalnya saya menduga bahwa Bambang Widjayanto akan “minta” perlindungan pada presiden, agar dirinya dibebaskan atau paling tidak minta penangguhan penahanan.
Kemungkinan untuk melakukan hal itu sangat terbuka bagi Bambang karena disamping memiliki kedekatan personil dengan presiden dia juga seorang wakil ketua KPK, sebuah lembaga negara yang sampai hari ini masih dipercayai oleh rakyat.
Namun ternyata Bambang lebih memilih mundur dari jabatannya, dia tidak minta dibela apalagi memelas minta dikasihani, dia lebih memilih taat pada konstitusi yang menyebutkan bahwa seorang komisioner yang sudah ditetapkan sebagai tersangka harus mundur dari jabatannya. Disamping menunjukan dirinya sebagai orang yang taat hukum, sikap Bambang ini juga memberi pelajaran berharga bagi segenap penyelenggara negara.
Mundurnya Bambang boleh jadi akan melemahkan KPK, dan pelemahan KPK itu sudah lama terpendam dalam lubuk hati dari segenap Koruptor dan koleganya. Tapi apa nak dikata, demi tegaknya hukum, Bambang harus menentukan sikap dan rakyat harus ikhlas melepasnya.
Keikhlasan rakyat melepas Bambang mundur dari KPK jangan sampai dimanfaatkan secara salah oleh para elite dan politisi negeri ini untuk melemahkan KPK. Kecurigaan rakyat terhadap pihak-pihak yang bermain politik kotor dalam kisruh KPK dan Polisi ini sudah lama tercium oleh banyak pihak, bahkan sudah semakin kentara.
Polisi dan KPK yang hari ini berseteru hayalah korban dari sikap politisi yang memaksakan kehendaknya pada penyelenggara negara. Pemaksaan itu terdedah dengan jelas dimata publik, saat nama BG diusulkan masuk dalam jajaran kabinet, tetapi gagal karena mendapat tanda Merah dari KPK dan PPATK.
Kemudian, tanpa meminta pendapat KPK dan PPATK presiden bergegas mengirim surat ke DPR untuk melakukan uji kepatutan terhadap calon Kapolri. Padahal sebelumnya presiden pernah berjanji akan menggandeng KPK dan PPATK untuk seleksi awal terhadap calon pejabat negara. Perbedaan Sikap presiden ini membuat publik menaruh curiga, tidak mungkin presiden melanggar janji yang diucapkannya sendiri, kalau tidak ada sesuatu dibaliknya.
Situasi yang sedemikian rupa mendapat sambutan baik dari wakil rakyat di Senayan, komisi III DPR RI yang biasanya sering merecoki calon pejabat negara malah bersikap manis terhadap calon kapolri yang berstatus tersangka. BG melenggang mulus tanpa hambatan yang berarti, satu-satunya fraksi yang menolak hanyalah Partai Demokrat tapi kalah suara di sidang paripurna yang keputusan akhirnya menetapkan BG sebagai Kapolri.
Kisruhpun mulai muncul, DPR menuntut agar keputusannya dihormati, sementara rakyat menuntut aparatur negara yang bersih secara hukum. Presiden membuat penyelesaian dengan membenahi organisasi Polri, mutasi dilakukan dengan cepatnya dan Sutarman dicopot dari jabatanya, pelantikan Budi di “tunda”  dan wakapolri ditunjuk sebagai PLT, sebuah istilah yang tidak pernah ada dalam sejarah Polri.
Langkah penyelamatan yang dilakukan Presiden ternyata berbuntut dengan penangkapan wakil Ketua KPK Bambang Wijayanto, bagaimanapun kuatnya argumen Polri menjelaskan bahwa peristiwa ini tidak berkaitan dengan penetapan BG sebagai tersangka namun publik tetap tidak percaya.
Bambang ditangkap atas laporan  Sugianto Sabran, anggota DPR RI dari fraksi PDI-P, dengan tuduhan menganjurkan orang lain memberikan keterangan palsu disidang MK pada tahun 2010 yang lalu. Sidang MK itu sendiri sudah usai dan sudah mempunyai kekuatan hukum, tetapi baru sekarang muncul tuduhan Bambang memerintahkan orang lain memberikan keterangan palsu.
Pengaduan Sugianto pada waktu yang  hampir bersamaan dengan ditetapkannya BG sebagai tersangka inilah yang menguatkan dugaan bahwa politisi PDI-P ini sedang memanfaatkan situasi, atau mungkin juga Sugianto sedang dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk kepentingan politik sesaat, dampaknya Polri dan KPK jadi berseteru.

Perseteruan KPK dengan Polri ini mengingatkan kita pada perstiwa terdahulu yang disebut dengan Cicak Vs Buaya, kisruh itu membuat SBY (selaku presiden pada waktu itu) turun tangan, dan masalahnya jadi selesai. Kali ini jalan ceritanya menjadi lain, Bambang tampil dengan sikap ksatrianya, tidak meminta presiden menbela tetapi mengundurkan diri dengan sukarela, sebuah sikap yang perlu diteladani tentunya.
4:13 PM | 0 comments | Read More

Peringatan Untuk Presiden

Jokowi, sejak menjadi walikota Surakarta, hingga dilantik sebagai presiden dikenal sebagai pejabat yang bersih, justeru itulah barangkali dia mau para pembantunya juga bersih dari masalah hukum. Diawal masa pemerintahannya dia terkesan sangat hati-hati dalam menentukan anggota kabinetnya, dengan melibatkan  KPK dan PPATK sebagai filter penyaring agar nama yang tercela tidak terlanjur dilantik menjadi menteri.
Sikap Presiden yang sedemikian rupa mengundang decak kagum dari publik, dan mendapat acungan jempol dari berbagai pihak.  Meskipun terkesan lambat dalam menyusun kabinet tetapi memuaskan hati rakyat karena isi kabinetnya terbebas dari orang-orang yang cacat hukum.
Apa yang dilakukan oleh Jokowi diawal masa pemerintahannya telah menumbuhkan harapan baru untuk negeri ini, yakni harapan akan penyelenggara negara yang bersih dari perbuatan melanggar hukum.
Namun harapan yang tumbuh dengan suburnya itu tiba-tiba menguncup ketika nama Budi Gunawan dimunculkan sebagai calon pengganti Kapolri. Publik yang awalnya berdecak kagum menjadi cemas karena calon pengganti Kapolri itu dulunya pernah dihebohkan sebagai pemilik rekening gendut. Dan konon kabarnya nama Budi Gunawan juga sudah pernah diusulkan Jokowi untuk menjadi menteri dalam kabinetnya, tetapi batal dipilih karena mendapat tanda MERAH dari KPK.
Apa gerangan yang menjadi pertimbangan presiden dalam melakukan pergantian Kapolri saat ini, masa tugas Sutarman sebagai jenderal polisi masih ada hingga Oktober mendatang. Seharusnya Sutarman diberi kesempatan untuk memasuki masa pensiunnya secara terhormat sebagai seorang Kapolri, bukan diturunkan ditengah jalan dan disuruh duduk mengantuk di Mabes menunggu masa pensiun tiba.  Kalaupun Sutarman harus dicopot saat ini, tentu penggantinya harus lebih baik dan tidak punya catatan buram dari KPK.
Pertimbangan apa pula yang membuat presiden kembali mengajukan nama Budi sebagai calon tunggal Kapolri. Faktor apa yang mendorong beliau melakukan hal ini sehingga melenceng dari komitmen awalnya, apakah sikap bersih-bersih yang ditunjukan oleh presiden hanyalah pemanis bibir penyedap bual saja, atau ada kekuatan lain yang mendorong beliau sehingga menjadi ceroboh dalam bertindak ?
Presiden dianggap ceroboh karena telah mengabaikan sanggahan dan kritikan dari berbagai pihak. Tanpa memperhatikan suara-suara yang menolak Budi sebagai Kapolri, presiden langsung mengirim surat ke Senayan, dan sebagian besar wakil rakyat mendukung kebijakan presiden tersebut, sampai akhirnya KPK menentukan sikap dengan menetapkan Budi sebagai tersangka.
Penetapan Status tersangka terhadap Budi Gunawan ini merupakan lonceng peringatan buat presiden, semoga beliau sadar bahwa dinegeri ini masih ada KPK yang siap menjadikan Hukum sebagai Panglima.

Bravo KPK, 
4:11 PM | 0 comments | Read More

Sang Demokrat

Partai Demokrat sebentar lagi akan menyelenggarakan kongres nasional,  salah satu agendanya adalah memilih ketua umum yang akan mekhodai partai tersebut untuk masa lima tahun kedepan. Partai yang pernah besar dan mengantarkan SBY kekursi presiden selama dua priode ini nampaknya tak mau kehilangan tokoh besar sekaliber SBY, justeru itulah jauh-jauh hari santer terdengar bahwa dalam kongres nantinya SBY kembali akan didaulat secara aklamasi sebagai Ketua Umum Partai.
Ditengah riuhnya suara yang ingin mempertahankan SBY ini, terdengar pula kabarnya dari beberapa kader yang ingin bersaing dengan SBY dalam memperebutkan jabatan Ketua Umm tersebut. Diantaranya Max Sopacua, seniman Sys NS, dan I Gde Pasek Suardika. Nama yang terakhir ini adalah Kader Demokrat pentolan Perhimpunan Indonesia yang dikenal sebagai orang dekat Anas Urbaningrum.
Sys NS, seniman yang juga politisi ini adalah salah satu dari deklator PD, mengaku dirinya merasa terpanggil untuk maju sebagai kandidat dengan tujuan untuk membesarkan partai, barangkali dia ingin mengembalikan kejayaan PD seperti awal berdirinya dulu. Demikian jga halnya dengan Max Sopacua dan Pasek, kedua kader ini adalah politisi Senayan yang militansinya tak diragukan lagi.
Adanya nama kader lain selain dari SBY yang mencuat sebelum kongres PD itu membuktikan bahwa PD tidak kekurangan kader pemimpin. Meskipun para kader tersebut terkesan menantang ketuanya dalam pertarungan memperebutkan kursi nomor satu dalam partai, namun untuk sebuah partai yang menjunjung tinggi nilai Demokrasi itu merupakan hal yang syah-syah saja.
Adalah hal yang biasa, jika persaingan itu kian memuncak, dan menimbulkan gesekan, sepanjang tidak menimbulkan perpecahan maka dapat dianggap sebagai sebuah kewajaran yang pada akhirnya nanti bersatu kembali bekerja sama dan setia kepada yang terpilih, itulah dinamika Demokrasi.
Sebagai seorang incumbent, SBY layak mencalonkan diri, namun tidak ada jaminan akan  terpilih kembali, dan kemungkinan itu sudah diperhitungkan oleh SBY, karena dia  sangat memahami makna sebuah Demokrasi, sekaligus menghargai semua hasil dari sebuah proses yang berlangsung secara Demokrasi.
SBY itu seorang demokrat tulen,  dia akan merasa bangga karena ada kader yang mampu mengambil alih beban tugas partai yang sedemikian beratnya itu. Dia akan hidup tenang sebagai bapak bangsa, menikmati masa-masa pensiunnya dengan bercengkerama dengan cucu-cucunya. Tidak perlu memeras otak guna memikirkan nasib Partai lagi, dan satu hal yang lebih penting adalah bahwa terpilih atau tidak, SBY tetap merupakan faktor penentu ditubuh Demokrat.
Jika kondisi ini dipahami oleh semua kadernya, maka Kongres Partai Demokrat yang mendatang akan berlangsung dengan meriah serta memberikan pembelajaran tentang makna sebuah Demokrasi yang sesungguhnya. Namun, jika jauh-jauh hari sudah terdengar ada wacana untuk mempertahankan SBY dengan cara-cara yang tidak Demokrasi, merancang pemilihan secara aklamasi yang hanya ditujukan untuk memberi kesempatan pada SBY seorang, maka sepatutnyalah kita merasa bersedih.

Sedih karena Demokrasi mati dikandangnya sendiri, sedih melihat nasib Sys NS dan kawan-kawan yang sudah mempersiapkan diri untuk mengemban tugas partai namun diabaikan oleh orang-orang yang mempertahankan status quo, bila sudah begini jadinya maka pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah kita masih layak menyebutnya sebagai seorang Demokrat.
4:10 PM | 0 comments | Read More

Ketinggalan Kereta

Semoga terbaca oleh yang amat berhormat Tuan Anis Baswedan.
Nuh membelikan sepatu baru untuk Anis yang akan melanjutkan perjalanan dengan kereta senja menuju medan pengabdian. Awalnya sepatu baru itu untuk dipakainya sendiri agar bisa lebih sukses dalam menjalankan tugas pengabdian, namun nasib berkata lain, dia harus berhenti distasiun itu dan perjalanan dilanjutkan oleh Anis.
Sepatu baru dengan trade mark K 13 itu sudah lama menjadi bahan perbincangan dikalangan sesama abdi, banyak yang menolak dengan alasan sepatu itu belum siap untuk dipakai, kelengkapannya tidak jelas, talinya belum ada dan tapaknya terasa licin, hanya cocok dipakai untuk medan perkotaan, sementara didusun-dusun dan daerah terpencil  membutuhkan tapak sepatu yang pakai ladam.
Karena desakan berbagai pihak, Anis memutuskan untuk menolak pemberian sepatu itu, tetapi Nuh tetap saja ngotot meminta Anis menerimanya, akhirnya Nuh dan Anis berdebat panjang soal sepatu merek K 13 tersebut.
Waktu terus berjalan, perdebatan Nuh dan Anis masih terus berlanjut, bahkan makin melebar ke hal-hal yang lain. Nuh tidak mau hasil kerja kerasnya selama ini ditinggalkan begitu saja, sementara Anis keberatan membawa sepatu itu karena dinilai hanya menambah beban saja.
Makin condong Matahari ke Barat, semakin seru pula debat Nuh dan Anis, hingga akhirnya kereta senjapun tiba distasiun, berhenti sejenak menunggu penumpang yang akan melanjutkan perjalanan masuk kedalam kereta.
Setelah semua penumpang masuk, kereta senjapun berangkat menuju stasiun berikutnya, sementara perdebatan Anis dan Nuh belum jua berkesudahan. Mataharipun sudah benar-benar tenggelam diufuk Barat dan malampun mulai merangkak.

Pedagang yang biasa mangkal distasiun mulai berkemas untuk pulang kerumah, dan para pengemudi beca satu persatu beranjak dari situ, stasiun mulai terasa sepi dan lengang hingga akhirnya petugas jaga malam datang unuk mengunci pintu. Disaat itu pulalah Anis tersentak, sadar bahwa dia sudah ketinggalan kereta. Penumpang lain sudah sampai kemedan pengabdian, sementara dia masih saja melayani Nuh untuk berdebat soal K 13.
4:08 PM | 0 comments | Read More

Menyimpan Sampah

Dulu, (dulu sekali) dizaman  jayanya smokil*),  isi kantung Lung Bisar dipenuhi dengan Ringit. Bukan karena dia tak cinta rupiah, tetapi karena  ringgit sangat mudah didapat dan nilainya tak jauh beda dengan rupiah.
Dulu (masih pada zaman dahulu) dia diajarkan oleh Ustadz Karim agar hidup hemat dan tidak berfoya-foya, menyisihkan sebagian rezekinya untuk disimpan dibawah katil sebagai persiapan dihari tua kelak.
Dulu, orang belum terbiasa menabung di Bank, bahkan didusun tempat tinggal Lung Bisar belum ada Bank yang buka kantor, maka kasur dan katil menjadi salah satu tempat yang dianggap aman untuk menyimpan uang.
Kebiasaan mengantungi ringgit itu kemudian berubah ketika perniagaan antar negara terganggu oleh pergolakan yang dikenal dengan istilah konfrontasi. Sejak itu kejayaan Smokil tinggal menjadi kenangan, dan tabungan ringgit Lung Bisar mulai berkurang.
Sepuluh tahun kemudian, anaknya ingin melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, maka Lung Bisar menguras sisa ringgit yang disimpannya itu, hasilnya lumayan memuaskan, karena nilai tukar ringgit melonjak jauh diatas rupiah. Lung Bisar merasa lega karena upayanya berhemat berbuah manis dan menyenangkan.
Seiring dengan berjalannya waktu, kebiasaan Lung Bisar menyimpan uang dibawah bantal berubah pula dengan menabung ke Bank, yang dengan sendirinya pula uang yang ditabung itu bukan dalam bentuk ringgit tetapi rupiah.
Masa berganti, waktupun berlalu dengan cepatnya, Lung Bisar yang dulunya muda kini sudah menjadi renta, tubuhnya yang dulu kekar dan bugar kini sudah mulai dimakan usia dan digerogoti bergai macam penyakit.
Saat usia tua dengan segenap penyakit yang mendera itu pulalah ia kembali merasakan nikmatnya hidup berhemat dengan cara menabung, kebutuhan hidup dan biaya berobat bisa ditanggulangi dengan tabungan yang tersimpan di Bank.

Tapi alangkah kecewanya Lung Bisar, ketika dia sadar bahwa uang yang disimpannya dengan bersusah payah itu nilainya terpuruk jauh kedasar. Nilainya jatuh sekali, bahkan menurut berita berbagai media, rupiah termasuk salah satu dari uang yang tidak berharga, artinya menyimpan rupiah tak ubahnya seperti menyimpan sampah.
4:07 PM | 0 comments | Read More

SBY dan Jokowi Berbalas Pantun

“ Dalam berbalas pantun itu kedua tokoh ini boleh menyampaikan saran dan kritik secara bebas tanpa harus didengar oleh pihak asing. Adegan itu tentu akan menarik, karena ungkapan yang terucap dari mulut mereka akan terasa segar ditelinga, beretika dan mengandung nilai estetika meskipun sungguhnya yang terjadi adalah perang urat syaraf, saling kritik dan sindir menyindir.”
SBY  menulis dalam akun twiternya  “Petik pelajaran di dunia, pemimpin yang selalu dibenarkan perkataan & tindakannya, tak disadari akan bisa menjadi diktator  atau tiran. *SBY*”
“Setiap pemimpin pastilah ingin berbuat yang terbaik. Tidak ingin jadi diktator atau tiran & kemudian harus jatuh, spt yang kerap terjadi. *SBY*  sambung SBY lagi.
Beberapa jam kemudian terlihat pula Jokowi menulis stat di akun FB nya “ Kepemimpin yang dipercaya diperoleh melalui kesadaran rakyat atas tujuan negara, sementara kepemimpinan tirani adalah membungkam kesadaran rakyat  bisa itu dengan bayonet atau pencitraan tanpa kerja.”
Dibagian lain, Jokowi kembali menjelaskan soal kepemimpinanna, “Dalam hal kepemimpinan saya yang paling penting adalah membangun kepercayaan rakyat dengan kesadaran penuh bahwa ada tujuan-tujuan besar negara ini menuju kemakmuran Indonesia Raya.”
Tidak ada penjelasan bahwa kicauan SBY itu ditujukan secara khusus kepada orang tertentu, sebaliknya status FB Jokowi itu belum pasti pula merupakan jawaban terhadap kicauan SBY itu. Namun publik sudah terlanjur meyakini bahwa SBY sedang menyindir Jokowi lewat cuitannya dan Jokowi membalas sindiran itu lewat status FB. Jadilah SBY dan Jokowi berhadap-hadapan didunia maya, berbalut dengan jubah akun masing-masing dalam media sosial.
Jika kesimpulan publik ini benar, maka “cuitan” SBY itu bisa diartikan bahwa dia menghawatirkan pemujaan terhadap penggantinya melewati batas kewajaran, memberi peringatan agar pemimpin tidak terbuai oleh pemujaan dan pembeoan yang bisa menyebabkan sikap lupa diri dan merasa paling benar, ujung-ujungnya menjadi diktator.
Gayungpun bersambut, Jokowi menjawabnya dengan sebuah keyakinan bahwa dia menjadi seorang pemimpin atas kepercayaan yang diberikan oleh rakyat dengan penuh kesadaran akan tujuan bernegara, justeru itulah dia tidak ingin membungkam rakyat baik dengan bayonet maupun pencitraan, tetapi menunjukan bukti dengan blusukan untuk mencapai kemakmran Indonesia Raya.
Kejadian ini memunculkan banyak komentar, sebagian menilai positif dan banyak pula yang memandangnya sebagai sesuatu yang biasa saja. Namun, yang pasti adalah bahwa telah terjadi pergeseran sikap diantara tokoh negeri ini yang biasanya lebih sikap bermuka manis didepan publik.
Kritik SBY yang ditanggapi dengan baik oleh Jokowi ini menjadi angin segar untuk alam demokrasi kita, kritik bukanlah hal yang tabu lagi, bisa disampaikan secara terbuka melalui sosial media dan tidak dianggap sebagai pelanggaran hukum, sepanjang penyampaiannya dilakukan dengan cara yang santun dan beretika.
Tetapi, satu hal yang terlupakan adalah bahwa media sosial yang mereka gunakan itu berada di dunia maya.  Penyebarannya melintas tanpa mengenal batas wilayah negara. Sindiran SBY dan jawaban Jokowi itu  tidak hanya dibaca oleh rakyat Indonesia, tetapi juga diketahui oleh pemilik akun sosmed dari negara lain. Artinya, perseteruan kedua tokoh penting negeri ini disaksikan oleh penduduk dunia.
Justeru karena itu pula muncul ide dibenak saya untuk mengundang SBY dan Jokowi berada dalam satu panggung, mengisi ruang dan waktu kita dengan berbalas pantun. SBY menguraikan kisah dan pengalamannya selama sepuluh tahun memimpin negeri ini dan Jokowi menyambutnya sambil bergegas melanjutkan tugas SBY sebagai presiden.
Dalam berbalas pantun itu kedua tokoh ini boleh menyampaikan saran dan kritik secara bebas tanpa harus didengar oleh pihak asing. Adegan itu tentu akan menarik, karena ungkapan yang terucap dari mulut mereka akan terasa segar ditelinga, beretika dan mengandung nilai estetika meskipun sungguhnya yang terjadi adalah perang urat syaraf, saling kritik dan sindir menyindir.

Tapi sayangnya ide membeku, manakala keduanya terlanjur lebih memilih media sosial di dunia maya, maka sindir menyindir antar tokoh ini menyebar dengan cepatnya keseluruh penjuru dunia, bahkan mungkin sambil makan Kwaci, Barack Obama terpingkal-pingkal membacanya.
4:04 PM | 0 comments | Read More

BBM Jadi lambang Kesombongan

Menteri keuangan menjelaskan bahwa  untuk menaikan harga BBM, pemerintah tidak perlu berkonsultasi dengan DPR. Dalam UU APBN  tidak ada aturan yang menyebutkan seperti itu. Dengan kata lain, menkeru ingin menegaskan, pemerintah boleh saja menetapkan harga BBM tanpa harus konsultasi dengan siapapun, termasuk dengan DPR.
Kalau pemerintahan sebelumnya untuk menaikan harga BBM melakukan konsultasi dengan DPR maka itu urusan masa lalu, pemerintah sekarang tidak perlu ikut-ikutan seperti itu, bila perlu cara-cara pemerintahan terdahulu yang sudah kuno dan tak ada dalam aturan harus ditinggalkan, ini pemerintahan Jokowi yang mendapat mandat dari rakyat untuk merubah total segala kebiasaan dimasa lalu,  meskipun hari ini Jusuf kalla yang menjadi wakil presiden itu adalah bagian dari pemerintahan masa lalu.
Zaman SBY, kewajiban konsultasi itu juga tidak ditegaskan dalam APBN, tetapi setiap ada perubahan harga BBM pemerintah tetap berkonsultasi dengan DPR. Karena permasalahannya bukanlah sekedar pada naik turunnya harga BBM, tetapi pada besar kecilnya nilai subsidi yang melekat pada setiap sen harga BBM itu.
Tinggi rendahnya harga BBM menentukan besar kecilnya nilai subsidi yang diperoleh rakyat, jika pemerintah memutuskan harga BBM naik, maka itu berarti terjadi pengurangan nilai subsidi untuk rakyat, dan pengurangan subsidi ini perlu dijelaskan oleh pemerintah, mau dipergunakan untuk keperluan apa, dialihkan kemana dan lain sebagainya.
Pengalihan subsidi inilah yang harus dikonsultasikan dengan wakil rakyat, disitu menyangkut hajat hidup rakyat banyak. Subsidi itu hak rakyat, hak yang wajib diberikan negara,  jika sebagian dari jumlahnya  dialihkan, maka selayaknya dibicarakan dulu dengan wakil rakyat agar tidak menimbulkan permasalahan baru sebagai dampak dari naiknya harga BBM

Barangkali itulah pertimbangannya, sebelum memutuskan naiknya harga BBM pemerintahan terdahulu selalu melakukan konsultasi dengan DPR. Meskipun tidak ada UU yang mengatur, namun perlu dilakukan agar kenaikan harga BBM  tidak menjadi isu poitik yang bergerak liar kian kemari. Tanpa berkonsultasipun pemerintah bisa saja menetapkan naiknya harga BBM, tetapi sikap itu tidak santun bahkan terkesan mencerminkan kesombongan
3:59 PM | 0 comments | Read More

Tuk Guru Nik Aziz Nik Mat, Telah Pergi Untuk Selamanya

Written By lungbisar.blogspot.com on Friday, February 13, 2015 | 2:27 PM

Mursyidul Am PAS, Datuk Nik Abdul Aziz Nik Mat meninggal dunia pada Kamis Malam jam 9.40 waktu setempat  di kediamannya, Kampung Pulau Melaka, Kota Baharu, Kelantan.
2:27 PM | 0 comments | Read More