Banyak yang menafsirkan pertemuan
Prabowo dengan Jokowi di Istana Bogor sebagai sesuatu yang bermuatan politik,
padahal menurut mantan sekjen PDI-P Pramono Anung, Prabowo bertemu dengan presiden dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum
Ikatan Pencak Silat.
Meskipun seratus hari yang lalu
Prabowo itu adalah rival Jokowi dalam kancah politik nasional, tapi saya lebih
cenderung memaknai pertemuan keduanya seperti yang disebutkan oleh kader PDI-P
itu tadi, yakni Presiden ingin melihat Prabowo bermain Pencak Silat. Akan
halnya jenis Silat yang dimainkan Prabowo itu adalah Silat Poitik, itu bukan
urusan saya.
Negeri ini tak ubahnya sudah seperti
gelanggang Pencak Silat, tiap-tiap orang membentuk kelompok menurut kepentingan
politiknya, dan tiap-tiap kelompok memiliki pendekarnya. Ada kelompok politik
yang menamakan dirinya KIH dengan Jokowi sebagai pendekarnya dan ada pula KMP dengan pendekarnya handal yang bernama
Prabowo.
Kalau dalam dunia persilatan yang
menang jadi penguasa sementara yang kalah mati diujung keris, maka dalam
gelanggang Silat Politik ceritanya menjadi lain. Yang menang boleh jadi
penguasa tapi yang kalah masih tetap hidup dan bisa merecoki penguasa.
Sebagai pemenang, Jokowi boleh
menguasai Eksekutif, namun para penggembira Prabowo yang jumlahnya berjibun tak
akan hilang akal, mereka memainkan jurus-jurus silat politik sehingga menjadi
penguasa di Parlemen. KIH terperangah, kalah selangkah dari KMP, mereka terpaksa
merajuk sambil menggertak ingin membentuk DPR tandingan, sebuah istilah yang
tidak pernah dijumpai dalam konstitusi negara manapun.
Bujuk punya bujuk akhirnya KMP
mengalah dan membagikan sedikit alat kelengkapan DPR kepada KIH, bagai anak
kecil mendapatkan permen kemarahan merekapun menjadi sedikit reda dan rencana
membentuk Parlemen tandingan tinggal dalam catatan sejarah sebagai bagian dari
gertak sambal.
Seratus hari pemerintahan Jokowi,
gelanggang politik negeri ini kembali gonjang ganjing. Bermula dengan pengajuan Budi sebagai
Kapolri, kemudian dihadang oleh KPK, lalu berlanjut dengan penangkapan Bambang,
dan dalam waktu bersamaan muncul pula cerita Rumah Kaca Abraham Samad, yang
diperkuat oleh keterangan PLT Sekjen PDI-P, Ujung-ujungnya kepala presiden jadi
mumet, dihadapkan pada pilihan sulit, melantik Budi atau membatalkannya.
Melantik Budi Gunawan berarti dia akan
berhadapan dengan publik yang sudah terlanjur menolak seorang tersangka menjadi
Kapolri, membatalkan pencalonan Budi berarti dia akan berhadapan dengan DPR dan
partai pendukungnya yang telah menyetujui Budi Gunawan sebagai Kapolri,
Presiden menghadapi pilihan sulit.
Disaat seperti ini, Jokowi kembali
menunjukan kemahirannya bermain Silat, dia tidak hanya minta pertimbangan dari
Wantimpres, tetapi membentuk Tim Independen yang bertugas secara khusus.
Artinya, Jokowi tidak tergantung pada satu kelompok pendekar saja, tetapi
memiliki pendekar lain diluar gelanggang. (ini
menurut istilah dunia persilatan lho).
Kemudian terdengar lantang suara
Effendi Simbolon yang melontarkan ide pemakzulan, Jokowi menjawabnya dengan
mengadakan pembicaraan empat mata dengan Prabowo, ketua Ikatan Pencak Silat
yang juga pendekar diperguruan KMP.
Pertemuan itu seakan memberi signal
kepada KIH, terutama kepada Mega dan Paloh, bahwa Jokowi juga sedang merangkai
tarian pencak silat yang bukan hanya indah dilihat tetapi juga bisa dijadikan
sebagai alat untuk membela diri.
Usai pertemuan itu Jokowi seakan mendapat
asupan gizi, kuda-kudanya menjadi lebih kokoh. Fadli Zon yang biasanya garang kini bersikap
ramah, dan Hatta Rajasa mengapresiasi pertemuan itu sebagai sesuatu yang
bernilai tambah untuk kemajuan Demokrasi Indonesia, KIH dan KMP tidak lagi
berhadap-hadapan, tetapi bersinergi untuk kepentingan bangsa.
Sikap Fadli dan komentar Hatta seakan
menjawab gertak sambal Simbolon, pemakzulan itu tidak gampang, masih ada
kekuatan besar dibelakang Jokowi yakni Koalisi Merah Putih, jumlah anggotanya
diparlemen lebih besar dari KIH.
Akhir dari pencak silat yang dimainkan
oleh Jokowi digelanggang politik nasional ini belum jelas ujung pangkalnya,
namun setakat ini rakyatlah yang kebingungan, apa jadinya negeri ini jika
elitenya asik masuk bermain pencak silat.
0 comments:
Post a Comment