Awalnya saya menduga bahwa Bambang
Widjayanto akan “minta” perlindungan pada presiden, agar dirinya dibebaskan
atau paling tidak minta penangguhan penahanan.
Kemungkinan untuk melakukan hal itu
sangat terbuka bagi Bambang karena disamping memiliki kedekatan personil dengan
presiden dia juga seorang wakil ketua KPK, sebuah lembaga negara yang sampai
hari ini masih dipercayai oleh rakyat.
Namun ternyata Bambang lebih memilih
mundur dari jabatannya, dia tidak minta dibela apalagi memelas minta
dikasihani, dia lebih memilih taat pada konstitusi yang menyebutkan bahwa
seorang komisioner yang sudah ditetapkan sebagai tersangka harus mundur dari
jabatannya. Disamping menunjukan dirinya sebagai orang yang taat hukum, sikap
Bambang ini juga memberi pelajaran berharga bagi segenap penyelenggara negara.
Mundurnya Bambang boleh jadi akan
melemahkan KPK, dan pelemahan KPK itu sudah lama terpendam dalam lubuk hati
dari segenap Koruptor dan koleganya. Tapi apa nak dikata, demi tegaknya hukum,
Bambang harus menentukan sikap dan rakyat harus ikhlas melepasnya.
Keikhlasan rakyat melepas Bambang
mundur dari KPK jangan sampai dimanfaatkan secara salah oleh para elite dan
politisi negeri ini untuk melemahkan KPK. Kecurigaan rakyat terhadap
pihak-pihak yang bermain politik kotor dalam kisruh KPK dan Polisi ini sudah
lama tercium oleh banyak pihak, bahkan sudah semakin kentara.
Polisi dan KPK yang hari ini berseteru
hayalah korban dari sikap politisi yang memaksakan kehendaknya pada penyelenggara
negara. Pemaksaan itu terdedah dengan jelas dimata publik, saat nama BG
diusulkan masuk dalam jajaran kabinet, tetapi gagal karena mendapat tanda Merah
dari KPK dan PPATK.
Kemudian, tanpa meminta pendapat KPK
dan PPATK presiden bergegas mengirim surat ke DPR untuk melakukan uji kepatutan
terhadap calon Kapolri. Padahal sebelumnya presiden pernah berjanji akan
menggandeng KPK dan PPATK untuk seleksi awal terhadap calon pejabat negara.
Perbedaan Sikap presiden ini membuat publik menaruh curiga, tidak mungkin presiden
melanggar janji yang diucapkannya sendiri, kalau tidak ada sesuatu dibaliknya.
Situasi yang sedemikian rupa mendapat sambutan
baik dari wakil rakyat di Senayan, komisi III DPR RI yang biasanya sering
merecoki calon pejabat negara malah bersikap manis terhadap calon kapolri yang
berstatus tersangka. BG melenggang mulus tanpa hambatan yang berarti, satu-satunya
fraksi yang menolak hanyalah Partai Demokrat tapi kalah suara di sidang paripurna
yang keputusan akhirnya menetapkan BG sebagai Kapolri.
Kisruhpun mulai muncul, DPR menuntut
agar keputusannya dihormati, sementara rakyat menuntut aparatur negara yang
bersih secara hukum. Presiden membuat penyelesaian dengan membenahi organisasi
Polri, mutasi dilakukan dengan cepatnya dan Sutarman dicopot dari jabatanya,
pelantikan Budi di “tunda” dan wakapolri
ditunjuk sebagai PLT, sebuah istilah yang tidak pernah ada dalam sejarah Polri.
Langkah penyelamatan yang dilakukan
Presiden ternyata berbuntut dengan penangkapan wakil Ketua KPK Bambang
Wijayanto, bagaimanapun kuatnya argumen Polri menjelaskan bahwa peristiwa ini
tidak berkaitan dengan penetapan BG sebagai tersangka namun publik tetap tidak
percaya.
Bambang ditangkap atas laporan Sugianto Sabran, anggota DPR RI dari fraksi
PDI-P, dengan tuduhan menganjurkan orang lain memberikan keterangan palsu
disidang MK pada tahun 2010 yang lalu. Sidang MK itu sendiri sudah usai dan
sudah mempunyai kekuatan hukum, tetapi baru sekarang muncul tuduhan Bambang
memerintahkan orang lain memberikan keterangan palsu.
Pengaduan Sugianto pada waktu
yang hampir bersamaan dengan
ditetapkannya BG sebagai tersangka inilah yang menguatkan dugaan bahwa politisi
PDI-P ini sedang memanfaatkan situasi, atau mungkin juga Sugianto sedang
dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk kepentingan politik sesaat, dampaknya
Polri dan KPK jadi berseteru.
Perseteruan KPK dengan Polri ini
mengingatkan kita pada perstiwa terdahulu yang disebut dengan Cicak Vs Buaya, kisruh
itu membuat SBY (selaku presiden pada waktu itu) turun tangan, dan masalahnya
jadi selesai. Kali ini jalan ceritanya menjadi lain, Bambang tampil dengan sikap
ksatrianya, tidak meminta presiden menbela tetapi mengundurkan diri dengan
sukarela, sebuah sikap yang perlu diteladani tentunya.
0 comments:
Post a Comment