Motto :

Membaca sebanyak mungkin, Menulis seperlunya

Sikap Ksatria

Written By lungbisar.blogspot.com on Friday, February 27, 2015 | 4:13 PM

Awalnya saya menduga bahwa Bambang Widjayanto akan “minta” perlindungan pada presiden, agar dirinya dibebaskan atau paling tidak minta penangguhan penahanan.
Kemungkinan untuk melakukan hal itu sangat terbuka bagi Bambang karena disamping memiliki kedekatan personil dengan presiden dia juga seorang wakil ketua KPK, sebuah lembaga negara yang sampai hari ini masih dipercayai oleh rakyat.
Namun ternyata Bambang lebih memilih mundur dari jabatannya, dia tidak minta dibela apalagi memelas minta dikasihani, dia lebih memilih taat pada konstitusi yang menyebutkan bahwa seorang komisioner yang sudah ditetapkan sebagai tersangka harus mundur dari jabatannya. Disamping menunjukan dirinya sebagai orang yang taat hukum, sikap Bambang ini juga memberi pelajaran berharga bagi segenap penyelenggara negara.
Mundurnya Bambang boleh jadi akan melemahkan KPK, dan pelemahan KPK itu sudah lama terpendam dalam lubuk hati dari segenap Koruptor dan koleganya. Tapi apa nak dikata, demi tegaknya hukum, Bambang harus menentukan sikap dan rakyat harus ikhlas melepasnya.
Keikhlasan rakyat melepas Bambang mundur dari KPK jangan sampai dimanfaatkan secara salah oleh para elite dan politisi negeri ini untuk melemahkan KPK. Kecurigaan rakyat terhadap pihak-pihak yang bermain politik kotor dalam kisruh KPK dan Polisi ini sudah lama tercium oleh banyak pihak, bahkan sudah semakin kentara.
Polisi dan KPK yang hari ini berseteru hayalah korban dari sikap politisi yang memaksakan kehendaknya pada penyelenggara negara. Pemaksaan itu terdedah dengan jelas dimata publik, saat nama BG diusulkan masuk dalam jajaran kabinet, tetapi gagal karena mendapat tanda Merah dari KPK dan PPATK.
Kemudian, tanpa meminta pendapat KPK dan PPATK presiden bergegas mengirim surat ke DPR untuk melakukan uji kepatutan terhadap calon Kapolri. Padahal sebelumnya presiden pernah berjanji akan menggandeng KPK dan PPATK untuk seleksi awal terhadap calon pejabat negara. Perbedaan Sikap presiden ini membuat publik menaruh curiga, tidak mungkin presiden melanggar janji yang diucapkannya sendiri, kalau tidak ada sesuatu dibaliknya.
Situasi yang sedemikian rupa mendapat sambutan baik dari wakil rakyat di Senayan, komisi III DPR RI yang biasanya sering merecoki calon pejabat negara malah bersikap manis terhadap calon kapolri yang berstatus tersangka. BG melenggang mulus tanpa hambatan yang berarti, satu-satunya fraksi yang menolak hanyalah Partai Demokrat tapi kalah suara di sidang paripurna yang keputusan akhirnya menetapkan BG sebagai Kapolri.
Kisruhpun mulai muncul, DPR menuntut agar keputusannya dihormati, sementara rakyat menuntut aparatur negara yang bersih secara hukum. Presiden membuat penyelesaian dengan membenahi organisasi Polri, mutasi dilakukan dengan cepatnya dan Sutarman dicopot dari jabatanya, pelantikan Budi di “tunda”  dan wakapolri ditunjuk sebagai PLT, sebuah istilah yang tidak pernah ada dalam sejarah Polri.
Langkah penyelamatan yang dilakukan Presiden ternyata berbuntut dengan penangkapan wakil Ketua KPK Bambang Wijayanto, bagaimanapun kuatnya argumen Polri menjelaskan bahwa peristiwa ini tidak berkaitan dengan penetapan BG sebagai tersangka namun publik tetap tidak percaya.
Bambang ditangkap atas laporan  Sugianto Sabran, anggota DPR RI dari fraksi PDI-P, dengan tuduhan menganjurkan orang lain memberikan keterangan palsu disidang MK pada tahun 2010 yang lalu. Sidang MK itu sendiri sudah usai dan sudah mempunyai kekuatan hukum, tetapi baru sekarang muncul tuduhan Bambang memerintahkan orang lain memberikan keterangan palsu.
Pengaduan Sugianto pada waktu yang  hampir bersamaan dengan ditetapkannya BG sebagai tersangka inilah yang menguatkan dugaan bahwa politisi PDI-P ini sedang memanfaatkan situasi, atau mungkin juga Sugianto sedang dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk kepentingan politik sesaat, dampaknya Polri dan KPK jadi berseteru.

Perseteruan KPK dengan Polri ini mengingatkan kita pada perstiwa terdahulu yang disebut dengan Cicak Vs Buaya, kisruh itu membuat SBY (selaku presiden pada waktu itu) turun tangan, dan masalahnya jadi selesai. Kali ini jalan ceritanya menjadi lain, Bambang tampil dengan sikap ksatrianya, tidak meminta presiden menbela tetapi mengundurkan diri dengan sukarela, sebuah sikap yang perlu diteladani tentunya.

0 comments: