Pengunduran diri Anas
dari jabatan ketua umum ternyata menyisakan banyak persoalan bagi Partai
Demokrat, harapan untuk memperbaiki citra dan elektabilitas partai, malah
menimbulkan gejolak baru dikalangan internal mereka. Keputusan majelis tinggi
menunjuk seorang pelaksana tugas (PLT)
menggantikan posisi Anas, tidak sesuai dengan ketentuan, AD/ART partai tidak mengenal istilah PLT, pengganti
ketua umum yang berhenti harus dipilih lewat kongres luar biasa (KLB).
Digagaslah KLB, dan
Ibas ditunjuk sebaga Stering Comitee yang bertanggung jawab penuh atas penyelenggaraannya pada tanggal 30 sampai
31 Maret di Bali. Cuma persoalannya, PD kesulitan mencari figur pemimpin yang
mumpuni, yang mampu meningkatkan elektabilitas partai, yang bersedia mengabdi
full timer tapi tak boleh minta dicalonkan sebagai presiden. Ketua terpilih
harus mengundurkan diri dari jabatan formalnya karena Majelis tinggi menetapkan
ketua umum Partai tidak boleh merangkap jabatan.
Karena kesulitan
mencari calon ketua umum itulah kiranya 25 DPD Partai Demokrat datang ke Cikeas
meminta kesediaan SBY untuk turun gunung, meninggalkan jabatan Ketua Majelis
Tinggi untuk menjadi ketua umum partai.
Bersediakah SBY ?
Konon kabarnya beliau
yang bijak bestari ini sempat tercenung selama 10 menit, suasana menjadi hening
hingga SBY menjawab akan memikirkan usulan DPD itu. Jawaban yang diberikan SBY
ketika itu baru pada tahap memikirkan, belum menyatakan kesediaannya.
Memang tidak ada
larangan bagi seorang presiden untuk memimpin partai, tapi lazimnya yang
terjadi didunia politik adalah ketua Partai yang mencalonkan diri sebagai
presiden bulan sebaliknya. Presiden itu seorang negarawan, tidak berada dalam
satu kelompok atau golongan tertentu, tetapi menjadi milik seluruh bangsanya. Justeru
itulah sering kita dengar seorang presiden melepaskan seluruh atribut partainya
dan mencurahkan segenap tenaga dan pikirannya untuk bangsa dan negaranya.
Tidak bisa dinafikan
bahwa tugas seorang ketua partai itu amat berat, khususnya saat berada ditahun politik ini. Tiap-tiap partai
sedang mengatur strategi untuk memenangkan pertarungan, memasang kuda-kuda
untuk berpacu digelanggang pemilu ditahun depan. Tiap-tiap ketua partai akan disibukan
urusan pemilu, mulai dari menyusun daftar calon sementara sampai kepada
menyusun rencana pemenangan pemilu.
Tenaga dan pikiran
ketua partai akan terkuras, agar partainya mampu meraup suara pemilih, dan oleh
karenanya akan menjadi sulit bagi seorang presiden memisahkan dirinya antara
seorang ketua partai dengan seorang presiden, termasuk memisahkan fasilitas
negara yang dipergunakannya.
KLB Partai Demokrat ini
seakan menjadi batu ujian bagi SBY, beliau berada pada dua pilihan yang sama
sulitnya, partai atau negara, meskipun sesungguhnya menjadi ketua partai belum
tentu mengabaikan tugas-tugas negara.
Partai boleh berharap
penuh kepada SBY, namun sebagai seorang negarawan tentu SBY tidak akan gegabah
memutuskan, karena beliau tau bahwa ada kepentingan yang lebih besar yang harus
didahulukannya yakni kepentingan rakyat
Indonesia yang telah memilihnya.
Tapi, jika SBY benar-benar
bersedia menjadi calon ketua umum, tentu
para elite partai tak perlu lagi ke Bali, tidak ada yang harus dikongreskan
lagi. Pengganti ketua umum sudah terpilih dengan sendirinya karena tak mungkin
ada calon lain yang akan maju menjadi pesaing SBY. Dan sejarah akan mencatat bahwa dinegeri ini
ada partai politik yang katanya menjadi pilar demokrasi dipimpin oleh sebuah
keluarga, dimana ketua dan sekjennya terdiri dari bapak dan anak.
Wallahu’alam
11:08 PM | 0
comments | Read More