Konflik
bersenjata di Sabah, Malaysia yang saat ini sedang berlangsung merupakan api
dalam sekam yang sudah lama tak terpadamkan. Sabah yang dulunya dikenal sebagai North
Borneo (Borneo Utara) merupakan wilayah kekuasaan dari Kesultanan Brunei . Wilayah ini diserahkan kepada Sultan Sulu pada
tahun 1658, sebagai balas jasa atas
bantuan Sultan Sulu dalam menghadapi pemberontak didalam negeri Brunei.
Kepemilikan inilah yang dituntut oleh Jamalul Kiram III yang mengklaim dirinya
sebagai pewaris Kesultanan Sulu.
Dalam sejarahnya, Sabah pernah dijadikan Inggeris sebagai Pos perdagangan, hal ini
termaktub dalam perjanjian sewa menyewa antara Bristish East India Company yang
diwakili oleh Alexander Dalrymple dengan
Sultan Sulu Pada tahun 1761. Kesepakatan tersebut juga termasuk dalam hal penyediaan
tentara oleh Kesultanan Sulu untuk mengusir Sepanyol.
Selanjutnya pata tahun
1878, Sabah disewa oleh perusahaan British North Borneo. Dengan nilai kontrak
yang diterima oleh pewaris Kesultanan Sulu sebesar US$ 1,600 pertahun, dalam
kontrak tersebut dijelaskan bahwa uang sewa akan terus dibayar selama Sabah
masih dalam kekuasaan perusahaan itu.
Ketika Inggris memerdekakan
Malaysia, Sabah dicantumkan sebagai bagian dari wilayah negara Malaysia, namun pemerintah
Malaysia masih tetap terus membayar sewa atas Sabah dengan nilai 5.000 ringgit Malaysia per tahun kepada
pewaris Kesultanan Sulu.
Disinilah mulai kaburnya
kepemilikan atas wilayah Sabah ini, disatu sisi Malaysia menerima penyerahan
negeri itu sebagai wilayah negaranya yang dimerdekakan Inggeris, tetapi masih
tetap membayar uang sewa kepada ahli waris kesultanan Sulu.
Inggeris menyerahkan
wilayah Sabah kepada Malaysia adalah atas kehendak rakyat Sabah sendiri, karena
sebelum memutuskan Inggeris terlebih
dahulu melakukan pemungutan suara untuk menentukan apakah rakyat Sabah memilih
bergabung dengan Malaysia atau kembali ke Kesultanan Sulu. Dan hasilnya, rakyat
Sabah lebih memilih bergabung ke Malaysia daripada kembali ke Sulu. Hasil
pemungutan suara inilah yang dijadikan Inggeris sebagai dasar menyerahkan wilayah
tersebut kepada Malaysia.
Sebaliknya,
tuntutan ahli waris Kesultanan Sulu atas Sabah tersebut tidak hanya
didasarkan pada perjanjian sewa antara Kesultanan dengan North Borneo Company
yang dibentuk British. Namun, juga didasarkan pada keputusan Mahkamah Tinggi
North Borneo pada 1939, yang menyebutkan wilayah Sabah merupakan milik Sultan
Sulu, keputusan ini dianggap lebih memiliki kekuatan hukum karena dikeluarkan
oleh sebuah institusi hukum dan terjadi jauh sebelum Malaysia Merdeka.
Jadi siapakah sebenarnya pemilik syah dari tanah
Sabah tersebut ? Sebuah pertanyaan yang
tak mudah ditemukan jawabannya, kecuali jika ada kebesaran hati antara
pihak-pihak yang bertikai, duduk bersama dimeja perundingan, meletakkan senjata
dan menghentikan pembunuhan antara sesama bangsa serumpun. Bak kata Raja Ali Haji, “seribu pedang yang terhunus
akan tersarung kembali oleh sepatah kata DAMAI.” Semoga
0 comments:
Post a Comment