Pelaksana Tugas Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki menginginkan adanya perwira TNI yang masuk kejajaran KPK, minimal untuk dua jabatan, pertama sebagai sekjen KPK dan kedua sebagai Pengawas Internal. Permintaan itu dijawab dengan gamblang oleh Panghlima TNI bahwa itu bisa saja dilakukan dengan catatan setelah masuk KPK perwira tersebut harus melepas baju TNI, alias Pensiun.
Permintaan itu sebenarnya sesuatu yang biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa, mungkin Ruki ingin menghimpun tenaga dari berbagai unsur sehingga KPK menjadi suatu kesatuan yang saling melengkapi antara satu sama lain. Namun karena situasi kekinian yang mendera KPK, dimana dua pimpjnan dan satu penyidik seniornya menjadi bulan-bulanan pihak lain, maka permintaan Ruki itu seakan menyiratkan bahwa KPK butuh perlindungan.
Melibatkan TNI dalam urusan masyarakat Sipil tentu merupaka sebuah penyimpangan, namun dalam siatusi darurat, kehadiran TNI justeru menjadi suatu kebutuhan, dan permintaan Ruki bisa diartikan bahwa pemberantasan Korupsi sedang dalam keadaan DARURAT. Sebenarnya, keberadaan KPK itu sendiri sudah melambangkan situasi darurat, karena disebuah negara yang dalam kondisi normal tidak mengenal lembaga ad hock seperti KPK, penegakan hukum cukup ditangani oleh Polisi dan Jaksa, namun karena situasinya sudah sedemikian daruratnya, pemberantasan korupsi tidak bisa lagi berlangsung secara biasa, maka lahirlah lembaga anti rasuah yang diberi nama KPK.
Tantangan bagi KPK memang sangat dahsyat, meskipun keberadaan lembaga ini mendapat dukungan penuh dari rakyat Indonesia namun bukan berarti KPK bisa bekerja dengan lancar dan tenang. Pelaku korupsi pasti tidak tinggal diam, dan mereka itu bukanlah orang bodoh sekelas maling jemuran tetapi terdiri dari orang – orang berpengaruh, berpangkat tinggi, bependidikan dan memiliki banyak pengikut. Mereka maling uang rakyat bukan karena kurang makan tetapi karena kurang moral. Berbuat jahat bukan karena tidak mengerti hukum, tetapi mahir memutarbalik fakta hukum.
Karena tingkat kecerdasan dan besarnya pengaruh pelaku kejahatan Korupsi itu pula menurut sementara pihak menjadi penyebab timbulnya benturan antara sesama penegak hukum. Perseteruan antara Polisi dan KPK misalnya hanyalah kulit luarnya saja sementara “dalang”nya ada dibalik layar dan sulit dijangkau, mereka itulah yang senantiasa berkepentingan melemahkan KPK.
Upaya melemahkan KPK ini memang sudah sering terjadi, mulai dari tindakan anggota parlemen yang ingin merevisi UU dan mengurangi kewenangan KPK sampailah pada cara-cara kasar dengan membenturkan sesama penegak hukum yang hasil akhirnya Samad dan Bambang Wijoyanto menjadi rontok, keduanya terpaksa meninggalkan kursi pimpinan KPK.
Perseteruan antara lembaga penegak hukum itu jelas sangat menguntungkan para Koruptor, merekalah yang menikmati hasilnya, upaya pemberantasan korpsi menjadi lambat dan akhirnya KPK menjadi lemah. Namun kenyataan ini tidak membuat para penegak hukum kita sadar, bahkan terkesan kian menjadi-jadi, dan itulah sebabnya barangkali Ruki memandang perlu minta bantuan TNI. Jika memang TNI masuk dalam jajaran KPK, maka tugas khusus yang diembannya adalah menumpas dalang yang dimaksudkan diatas, sehingga tidak ada lagi pihak-pihak yang bermain dibelakang layar, membenturkan KPK dengan lembaga penegak hukum lainnya, dan kita yakin TNI mampu melakukannya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment