Kian kemari suasana dinegeri ini semakin gaduh oleh pernyataan-pernyataan tak bermutu para pemimpinnya. Sebut saja Megawati yang dengan sombongnya menyebut istilah petugas Partai, meskipun tidak menyebut nama, tapi publik menafsirkan ucapannya itu ditujukan kepada Jokowi sang kader PDI-P yang juga Presiden RI.
Ucapan ketua umum PDI-P itu menuai kritik dari berbagai pihak, dianggap berlebihan dan terkesan sombong karena melecehkan lembaga Negara. Jokowi memang seorang kader PDI-P, namun ketika dia sudah dilantik menjadi presiden maka seketika itu pula dia harus melepas jubah partainya untuk berdiri sebagai kepala negara dan mengabdi untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia.
Karena jabatannya, Jokowi tidak bisa lagi dianggap sebagai Petugas partai, karena tidak semua kepentingan Partai sama dan sebangun dengan kepentingan negara. Kepentingan Negara itu sangat luas cakupannya meliputi kepentingan seluruh bangsa dan tanah air Indonesia, sementara kepentingan Partai hanya terbatas untuk sekelompok kader dan simpatisannya saja.
Hiruk pikuk soal petugas partai yang tak jelas maknanya itu menjadi bagian dari kegaduhan politik yang sebelumnya sudah dimulai oleh PPP dan Golkar. Dua partai politik warisan Orde Baru ini masih kusut masai soal kepengurusan Ganda ditingkat pusat yang implikasinya membingungkan kadernya didaerah dan terancam tidak bisa ikut pemilukada tahun ini.
Suasana ditubuh PPP memang terkesan agak adem sedikit, tidak terlalu gaduh seperti Golkar yang masih sibuk dengan urusan dipengadilan TUN. Keputusan sela PTUN memang menjadi angin segar untuk kelompok ARB , tapi itu itu belum final, dan diperkirakan masih memnerlukan waktu yang panjang karena masing-masing pihak yang kalah sudah mempersiapkan langkah untuk banding. Artinya kegaduhan itu masih akan terus berlanjut.
Kegaduhan berikutnya muncul dari Ahok, gubernur DKI yang dikenal sebagai manusia mulut tanpa filter ini berseteru dengan DPRD DKI dalam hal APBD. Berhamburanlah kata-kata kasar yang sulit diterima oleh telinga orang Timur. Alhasil, meskipun Ahok berpikir positif untuk menyelamatkan uang rakyat DKI, namun karena ungkapannya yang kasar maka yang mendengar tetap saja menilainya seperti TAIK. Belum reda urusannya dengan DPRD, Ahok kembali membuat kegaduhan baru soal penjualan BIR, dan terakhir dia sibuk ingin membuka lapak bercinta dengan cara melegalkan prostitusi, saking semangatnya mengurus masalah LONTE ini Ahok sempat menyebut dan membawa-bawa nabi, masya Allah.
Urusan Ahok tentang BIR dan LONTE itu belum selesai, mencuat pula debat kusir antara presiden dengan mantan presiden. Bermula dari pidato Jokowi dalam pembukaan acara peringatan KAA soal pinjam meminjam dana pada IMF yang kemudian ditanggapi oleh SBY sebagai sebuah kebohongan.
Menurut SBY , Jokowi menyampaikan informasi bohong soal utang Indonesia pada IMF, utang tersebut sudah dibayar SBY saat dia berkuasa dulu, semuanya sudah lunas, satu senpun tak bersisa lagi. Pernyataan SBY itu diperkuat oleh Edi Baskoro. Ketua Fraksi PD yang juga putera bungsu SBY itu dengan tegas mengingatkan presiden Jokowi agar jangan sembarangan bicara, intinya Ibas menyebutkan utang yang ditinggalkan rezim orde baru itu sudah dilunasi bapaknya pada tahun 2006 yang lalu.
Pernyataan Ibas dan SBY tersebut ditanggapi oleh menseskab Andi Widjajanto, menurut Andi, tak ada yang salah dengan pidato Jokowi yang disampaikan dalam forum internasional Konferensi Asia Afrika kemarin. Utang Indonesia pada IMF memang sudah dilunasi oleh SBY pada tahun 2006 yang lalu, tapi melalui Bank Indonesia, negara kembali berhutang ditahun 2009. "Pada 2009 muncul 3,093 miliar dolar AS," kata Menseskab di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (28/4), tanpa menjelaskan siapa yang membuat utang dan untuk apa utang itu dibuat, yang pasti menurut statistik BI dan Menkeu, Indonesia masih memiliki utang 2,79 miliar dolar AS pada IMF, dan dianggarkan pembayarannya dalam APBN.
Berbeda dengan Menseskab, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menegaskan Utang Indonesia kepada IMF sudah lunas. Angka sebesar 2,79 miliar dolar AS yang disebut "hutang" adalah special drawing rights (SDR). Semacam dana standby yang bisa digunakan oleh negara anggota apabila terdesak. Menjadi Utan bila digunakan, dan karena kondisi ekonomi Indonesia masih diangap baik dan stabil maka dana kuota SDR itu tidak dipakai, atau dengan kata lain kita tidak ber UTANG pada IMF.
Presiden bilang ada utang kepada IMF, mantan presiden bilang sudah lunas, menseskab bilang benar ada Utang, menkeu menyebutnya itu bukan utang. Masing-masing punya dalil dan refrensi, entah keterangan siapa yang benar, satu sama lainnya memberikan keterangan yang berbeda-beda sehingga membuat negeri ini semakin gaduh
Negeri Ini Makin Gaduh
Written By lungbisar.blogspot.com on Monday, February 15, 2016 | 1:45 PM
Labels:
Politik
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment