Jokowi – Jk maju berpasangan sebagai calon presiden pada tahun lalu dengan mengusung program Nawa Cita, program yang berisikan sembilan butir konsep membangun Indonesia dimasa depan untuk kehidupan rakyat yang lebih baik dan sejahtera.
Konsep ini didukung pula oleh penampilan Jokowi yang low profile, berwajah polos apa adanya dan ditambah dengan aksi blusukan. Media cetak maupun elektronik plus akun milik para pendukung Jokowi dijejaring sosial berlomba-lomba memblow up sepak terjangnya, sehingga terbangunlah citra positif tentang Jokowi.
Nilai tambahnya yang lain adalah JK sebagai calon wapresnya, tokoh senior ini sudah sekian lama malang melintang dikancah perpolitikan negeri ini, berpengalaman mendampingi presiden sebelumnya dan menanam banyak jasa untuk perdamaian Aceh dan Poso. Perpaduan dua hal tersebut diatas, maka lengkaplah penampilan kedua tokoh yang kini menjadi pemimpin dinegeri ini. Jokowi – Jk berhasil meraih simpati rakyat dan memenangkan pertarungan dalam pemilihan presiden yang lalu.
Setelah keduanya dilantik menjadi presiden dan wapres, rakyat berharap keduanya bisa merealisasikan janji-janji kampanyenya yang termaktub dalam Nawa Cita dimaksud. Namun harapan itu seakan makin jauh dari kenyataan. Benar bahwa Jokowi – Jk baru 6 bulan menjalankan roda pemerintahan, tapi tanda-tanda awal pelaksanaan program tersebut belum nampak.
Dalam satu semester ini yang ada hanyalah keributan politik atas campur tangan pemerintah terhadap dua partai Politik yakni PPP dan Golkar. Selain itu muncul pula dugaan publik terhadap sikap pemerintah yang seakan-akan ingin melemahkan KPK. Perseteruan antara KPK dan Polri tidak diselesaikan secara sigap dan segera. Isu kriminalisasi terhadap dua pimpinan KPK dan penggiat anti korupsi bukannya terselesaikan dengan baik, tetapi memunculkan perbedaan pendapat antara Presiden dan Wakilnya, presiden ingin tindak kriminalisasi dihentikan, sementara JK membantah adanya perlakuan kriminalisasi terhadap penggiat anti korupsi.
Perbedaan kedua pimpinan negara ini terdedah sedemikian jelasnya, yang kemudian diperpanjang dengan perbedaan pandangan masalah kewenangan kepala staff kepresidenan. Konon Joowi memutuskan sendiri dan dianggap oleh wapres melebihi porsinya. Janji tentang kehidupan yang lebih sejahtera sebagaimana tertuang dalam Nawa Citra itu juga semakin jauh dari harapan, dalam enam bulan masa pemerintahan Jokowi – Jk harga BBM sudah tiga kali naik, dan kemungkinan dalam waktu dekat akan kembali dinaikan lagi.
Pemerintah menetapkan harga BBM sesuai dengan harga pasar dunia, langkah ini dimaksudkan untuk menjaga agar APBN tidak mengalami defisit, tetapi akibatnya negara gagal menjamin stabilitas harga BBM sebagai konsumsi pokok bagi rakyatnya. Harga BBM menjadi turun naik tak menentu mengikuti kehendak pemain minyak dipasar dunia.
Selain harga BBM, pemerintah juga gagal menjamin stabilitas harga bahan kebutuhan pokok rakyat, Gas Elpiji, Tarif Dasar Listrik, Tarif Tol, tarif angkutan umum, beras, kedele naik secara bersamaan, kemudian disusul pula dengan nasib malang rupiah yang nilai tukarnya terhadap mata uang asing merosot.
Berbagai kebijakan pemerintah Jokowi – JK saat ini mulai mendapat reaksi keras dari publik, seperti penambahan uang muka untuk pembelian mobil pribadi pejabat negara, pembekuan Situs Islam.
Demikian juga halnya kebijakan menteri Kelautan Perikanan tentang larangan memakai alat tertentu bagi Nelayan, ditentang oleh Nelayan Pantai Utara Batang. Dari berbagai catatan diatas kita berharap pemerintah memulai langkah untuk mewujudkan Nawacita yang sudah dijanjikan saat kampanye dulu. Jangan biarkan Nawacita itu menjadi pepesan kosong. Dan rakyat juga berharap agar Presiden dan wakilnya agar tetap setia kepada pemilihnya melebihi kesetiaan terhadap para pendukung dan pengusungnya.
Menuntut Janji Jokowi - JK
Written By lungbisar.blogspot.com on Monday, February 15, 2016 | 1:38 PM
Labels:
Hukum
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment