Bukan Marzuki namanya kalau tak melontarkan ide kontroversi, rencana
pembangunan RUMAH ASPIRASI yang dulunya banyak ditentang oleh publik
kini dia munculkan kembali. Dengan dalih ingin menyerap aspirasi rakyat
didaerah, Marzuki ingin membangunan rumah aspirasi disetiap daerah
pemililihan.
"Untuk menyerap aspirasi perlu dibangun rumah aspirasi. Saya akan
sosialisasikan dulu soal ini supaya semua memahami dulu," kata Marzuki
Rabu (5/10/2011). Lebih jauh dia menungkapkan "Kalau ini sudah ada, DPR
saya buat steril. Tidak ada calo yang nongkrong-nongkrong. Jadi calo
sudah tidak bisa main-main lagi ke sini," sambungnya lagi.
Agustus tahun lalu, rencana ini menjadi sebuah polemik panjang dan
karena banyak suara sumbang maka Dewan mendiamkannya. Dulu rencananya
sudah matang lengkap dengan anggarannnya senilai Rp. 200 juta peranggota
dewan, atau jika ditotal jumlah seluruhnya menjadi Rp. 112 milyar.
Kini rencana pembangunan rumah aspirasi itu diangkat kembali oleh
Marzuki, seakan tak mengenal lelah ide ini terus digulirkannya,
alasannya masih sama seperti yang dulu, ingin menyerap aspirasi rakyat,
dan kini ditambah dengan bumbu untuk menghilangkan praktik percaloan,
benarkah ?
Menjadikan rumah aspirasi sebagai tempat menyerap aspirasi dari
rakyat didaerah serta mampu menghilangkan praktik percaloan ? adalah
OMONG KOSONG belaka. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk menyerap
aspirasi dari daerah, bisa lewat media, jajaran pengurus Parpol, dan
lewat pemerintah daerah itu sendiri. Bahkan Pemerintah memiliki saluran
resmi yang disebut dengan Musrenbang yang dilaksanakan mulai dari
tingkat Desa / kelurahan hingga sampai ketingkat Nasional, yang
kesemuanya itu melibatkan unsur terkait dengan kepentingan pembangunan
didaerah, termasuk juga melibatkan wakil rakyat.
Adanya Rumah aspirasi belum tentu menjamin aspirasi rakyat dari
daerah tersalurkan dengan baik, masih tergantung pada anggota DPR itu
sendiri, apakah dia mau membuka mata dan telinganya terhadap persoalan
rakyat yang diwakilinya. Aspirasi itu sesungguhnya mengalir deras dari
daerah kepusat melalui berbagai saluran, yang tersumbat mungkin hanyalah
nalar dari para anggota dewan itu sendiri
Jika memang punya niat baik untuk menampung aspirasi rakyat, anggota
dewan bisa melakukannya sendiri tanpa harus membangun rumah aspirasi,
bukankah masing-masing anggota dewan mendapatkan tunjangan komunikasi
setiap bulan sebesar Rp 14,14 juta. ditambah dana penyerapan aspirasi
tiap reses, besarnya 6 x Rp 8 juta, jika ditotal ada Rp. 18,14 Juta
perbulan. Dengan demikian dana yang diperoleh para wakil rakyat ini
setiap tahunnya sebesar Rp 217,68 juta , kurang apa lagi ?
Jadi, untuk menampung aspirasi rakyat, anggota DPR perlu membuka mata
dan telinga terhadap persoalan masyarakat didaerah yang sepanjang hari
selalu diberitakan oleh media. Dan untuk memberantas praktik percaloan
terpulanglah pada hati nurani masing-masing anggota dewan itu sendiri,
mampukah mereka menolak kehadiran para calo-calo yang katanya sering
nongkrong di Senayan itu.
0 comments:
Post a Comment