Motto :

Membaca sebanyak mungkin, Menulis seperlunya
Powered by Blogger.

Visitors

Powered By Blogger

Featured Posts

Like us

ads1

Keliru

Written By lungbisar.blogspot.com on Tuesday, December 8, 2015 | 4:26 PM

“hujan dan panas permainan hari, salah dan khilaf pakaian manusia.”

Jokowi mencabut kembali peraturan yang telah dia keluarkan, tentang pemberian fasilitas DP bagi pejabat yang ingin membeli mobil perorangan. Keputusan ini semula disanjung oleh wakil presiden Yusuf Kalla sebagai tindakan penghematan, namun karena banyaknya kritik dan  tekanan publik akhirnya presiden mencabut keputusan tersebut.

KELIRU, barangkali itulah istilah yang paling pas disematkan kepada presiden atas keputusannya yang maju mundur itu, dan sebagai manusia hal itu wajar-wajar saja terjadi, karena tidak ada manusia yang luput dari kekeliruan, bak pribahasa menyebutkankan “hujan dan panas permainan hari, salah dan khilaf pakaian manusia.”
 k
Namun sangatlah disayangkan, ketika akan mencabut kembali keputusan dimaksud, prsiden seakan cuci tangan atas kekeliruannya itu dengan melemparkan kesalahan kepada menteri keungan, yang dianggap tidak melakukan tugasnya dengan baik, seingga presiden terlanjur mengeluarkan sebuah peraturan yang berpotensi menimbulkan gejolak.

Dalam hal Menteri keuangan harus bisa menyeleksi penting atau tidaknya dibuatkan sebuah perpres yang menyangkut keuangan negara, itu betul, tetapi ketika perpresnya sudah terbit maka tidak ada lagi alasan bagi presiden untuk melemparkan tanggung jawabnya kepada menkeu. Publik tidak memandang perpres itu lahir atas inisiatif dari Menkeu atau pihak lain, publik tidak mau tau apakah keputusan itu merupakan rangkaian usulan yang datang dari ketua DPR.

Rakyat hanya tau bahwa perpres itu adalah keputusan seorang presiden. Jadi apapun bentuk dan asal usulnya, jika presiden sudah mengeluarkan keputusan maka segala resiko dan manfaatnya, buruk dan baiknya menjadi tanggung jawab presiden, lha dia yang tanda tangan. Tidak ada lagi alasan untuk menyalahkan Menteri, apalagi menjadikannya sebagai dalih untuk membenarkan keputusan yang keliru tersebut.

Melemparkan kesalahan kepada menteri sama artinya cuci tangan, ingin benar sendiri dan seolah tidak pernah salah, ini sebuah perbuatan yang tak terpuji, karena seharusnya seorang pemimpin itu memikul tanggung jawab, bukan melempar tanggung jawab, dan sikap cuci tangan ini merupakan kekeliruan presiden yang kedua Selain melempar kesalahan kepada bawahan, presiden juga mengaku perpres itu ditandatangani dengan tanpa membaca isinya terlebih dahulu, dan ini merupakan tindakan keliru berikutnya.

Sulit bagi  kita untuk memahami kerja seorang kepala negara yang tanpa usul periksa menandatangni sebuah keputusan. Kita tau bahwa tugas presiden itu banyak, keputusan yang harus diambil menumpuk dimejanya , kesibukannya sepanjang hari luar biasa sehingga tak cukup waktu untuk menyelesaikannya, namun sesibuk apapun seorang presiden dia harus menyempatkan diri untuk membaca sebuah surat keputusan yang akan ditandatanganinya.


Karena dia seorang kepala negara, dan keputusan yang dibuatnya itu menyangkut nasib dan hajat hidup bangsa yang dipimpinnya, maka sebuah keputusan yang akan diambil harus dibuat secara cermat dan teliti, agar tidak menjadi beban bagi rakyat  negerinya. Semoga kekeliruan yang sama tidak terulang lagi dikemudian hari, (keliru saja tak boleh terulang apa lagi sesuatu yang disengaja).
4:26 PM | 0 comments | Read More

Remisi Untuk Koruptor

Hari-hari terakhir ini ruang kita dipenuhi oleh wacana pemberian Remisi untuk koruptor, Menkum HAM berkutat soal hak seorang narapidana yang harus diberikan secara tidak pandang bulu, siapapun dia selagi menjadi napi berkelakuan baik harus mendapatkan remisi, termasuk diantaranya para koruptor.

Bicara soal hak, Menkum HAM boleh jadi benar, sejahat apapun seseorang itu hak hukumnya harus dihargai, kejahatan yang dilakukannya tidak menghapus haknya sebagai seorang warga negara. Tapi kalau bicara soal rasa keadilan, tunggu dulu, hukum itu ditegakkan bukan sebatas apa yang tertulis dalam kitab, tetapi juga meliputi apa yang tersirat dihati masyarakat, yang didalamnya terkandung nilai yang disebut dengan nurani.

Korupsi itu kejahatan luar biasa, ditangani secara luar biasa pula, koruptor tidak sama dengan pelaku tindak pidana umum, tetapi masuk dalam kelompok pidana khusus dan ditangani secara khusus. Sakingkan khususnya, dibentuklah KPK sebagai badan ad hock yang secara khusus bekerja  menangani perkaranya, lengkap dengan pengadilan Tipikornya. Korupsi memerlukan kerja ekstra  keras dari para penegak hukum, mulai dari pencegahan sampai pada upaya pemberantasan, dengan harapan ruang gerak pelakunya menjadi sempit dan bila terbukti bersalah dihukum dengan seberat-beratnya diserta denda yang sebesar-besarnya.

Seluruh rakyat negeri ini sepakat, bahwa koruptor adalah musuh bersama, musuh bangsa secara keseluruhan, dampak dari kejahatannya menyengsarakan rakyat dalam kurun waktu yang panjang, menjauhkan rakyat dari cita-cita bangsa yang ingin hidup makmur dan sejahtera. Justeru itulah, perlakuan terhadap koruptor tidak bisa disamakan dengan pelaku tindak pidana lainnya, haknya sebagai seorang narapidana juga harus dibedakan. Harus ada diskriminasi agar para koruptor itu tau betapa bangsa ini tidak menginginkan kehadiran mereka.

Mereka mengeruk keuntungan pribadi dengan cara menyalahgunakan wewenang, memperkaya diri sendiri sehingga orang lain menjadi miskin, hidup hedonis ditengah rakyat yang sulit mencari sesuap nasi. Beton bertulang mereka sulap menjadi besi bersilang sehingga jembatan yang mereka bangun roboh sebelum waktunya lalu menelan korban jiwa. Adukan pasir dan campuran semen bangunan mereka kurangi takarannya, sehingga berlaku pribahasa tak ada gedung yang tak retak.

Para koruptor ini berlindung dibalik jubah jabatannya, sambil bercuap-cuap demi kepentingan rakyat ternyata kerjanya menghisap darah rakyat, bermobil mewah dan tinggal dirumah yang dibiayai negara tetapi kerjanya hanya memperkaya diri mereka sendiri, sehingga bangsa ini berjalan terseok-seok hidup dalam kemiskinan ditengah-tengah kekayaan sumber daya alam yang dimilikinya. Kebencian publik terhadap para koruptor semakin menjadi-jadi, manakala mereka tampil membela diri dipersidangan, mengaku tak bersalah dan menganggap diri sebagai korban, berbicara didepan media dengan senyum-senyum tanpa sedikitpun merasa berdosa, dan tidak pernah meminta maaf secara terbuka kepada khalayak ramai.

Maka ketika seorang pejabat negara setingkat menteri bicara soal remisi dan pembebasan bersyarat untuk koruptor, rakyat merasa kecewa, katanya preiden berkomitmen untuk memberantas korupsi, tapi menterinya malah kasak kusuk ingin memberikan remisi, sebuah wacana yang sangat kontradiksi dan bertentangan dengan keinginan rakyat. Presiden dan menterinya seakan – akan sedang tampil dalam satu panggung sandiwara yang tidak layak untuk dipentaskan.

4:03 PM | 0 comments | Read More

Politik Makin Gaduh, Rupiah Makin Lemah


Rupiah masih lemah, terkulai layu bagaikan bayi yang menderita gizi buruk, sementara para pengambil kebijakan dinegeri ini tetap saja percaya diri, tampil didepan publik mengumbar senyum sambil berujar agar publik tidak terlalu merisaukannya.

Orang yang bisa tersenyum dan menyambut bahagia atas naiknya nilai dolar ini tentulah mereka yang memiliki simpanan dolar atau mereka yang menerima penghasilan dalam bentuk dolar. Sementara orang yang berpenghasilan pas-pasan (dalam nilai rupiah) mungkin akan tersenyum kecut, merasa frustasi karena tidak tau lagi apa yang harus dilakukan.

Bagi sebagian orang, jatuhnya nilai rupiah merupakan berkah, mereka ini sebagian besar adalah pengusaha kakap yang hasil produksinya diekspor keluar negeri, sementara bagi peternak unggas dan industri Tahu Tempe akan meleleh keringat dikepalanya.

Pengusaha kakap akan meraup keuntungan dari terpuruknya nilai tukar rupiah, biaya produksi mereka tetap karena berbahan baku yang dibeli dengan rupiah sementara hasil hasil produksinya dibayar dalam dolar. Selisih kurs dolar terhadap rupiah itu menjadi bonus bagi kegiatan usaha mereka.

Sebaliknya bagi peternak Ayam potong dan Ayam petelor, akan mengalami kesulitan yang sangat berarti, kewalahan menghadapi musibah rupiah yang jatuh nilai tukarnya. Hasil produksi dilepas kepasar ditengah suasana melemahnya daya beli masyarakat, sementara pakan ternak dan obat-obatan harus dibeli dengan dolar. Demikian juga dengan nasib pembuat Tahu dan Tempe, pengrajin isi perut pengganjal lapar mayarakat kelas bawah ini akan terseok-seok.

Melonjaknya nilai dolar akan berdampak pada naiknya harga Kedele yang sampai hari ini masih dipasok dari luar negeri. Jadi, melemahnya nilai tukar rupiah melahirkan dua sisi kehidupan yang bertolak belakang, pengusaha kakap akan tersenyum riang sementara peternak dan produsen Tahu Tempe akan tersenyum kecut. Jadilah rakyat kecil yang menanggung goncangan ekonomi bangsa ini.
 
“Yang kaya makin kaya, yang miskin semakin melarat”  mirip dengan lagu yang didendangkan Rhoma Irama. Apakah pemerintah akan terus membiarkan kondisi rupiah tetap seperti pasien rumah yang kehabisan obat, atau akan ada kebijakan seperti yang pernah dilakukan Soeharto dimasa Orba dulu dengan menerapkan TMP ( Tigh Monetary Policy) atau yang lebih dikenal dengan istilah pengetatan ikat pinggang.

Menerapkan kebijakan ekonomi ketat seperti dulu bisa berdampak pada turunya hasil produksi, mesin-mesin pabrik akan berkurang geraknya, PHK pun tak akan terhindari, pengangguran makin bertambah yang pada gilirannya akan menambah berat beban sosial. Sekali lagi kebijakan itu akan berdampak buruk pada rakyat kecil.


Kita tidak tau seperti apa langkah kongkrit yang akan diambil oleh tim ekonomi kabinet Jokowi sekarang ini, sementara presiden sendiri sibuk pula dengan berbagai urusan lain seperti isu penyadapan, gonjang ganjing politik dan hukum yang entah sampai kapan bisa selesainya, justeru itulah mungkin terlihat para menteri bidang ekonomi selalu tampil dengan senyum, entah senyum optimis entah senyum karena frutasi, hanya TUHAN lah yang tau.
3:53 PM | 0 comments | Read More

Parpol atau Rakyat yang Pantas Disubsidi

Written By lungbisar.blogspot.com on Sunday, November 29, 2015 | 1:39 AM

“Harga beras naik, harga BBM naik, dan harga elpiji juga naik, satu-satunya yang turun hanya buah Kelapa, itupun karena jatuh dari pohonnya.”

Dengan dalih untuk meningkatkan Tranparansi dan Demokrasi, mendagri mewacanakan untuk membiayai partai politik dari APBN sebesar Rp. 1 Triliyun. Wacana yang sama dulunya juga sudah pernah diungkapkan oleh mantan ketua DPR Marzuki Alie.

Tidak dijelaskan bagaimana skema bantuan untuk parpol itu, apakah nilai Rp. 1 T untuk seluruh parpol yang ada lalu pembagiannya diatur kemudian oleh mendagri, atau tiap-tiap parpol memperoleh bantuan senilai Rp. 1 T setiap tahunnya.

Subsidi untuk partai politik itu penting adanya, agar kemandirian parpol bisa terjaga dan parpol tidak terlalu liar menerima sumbangan dari pihak luar. Sumbangan dari pihak diluar partai acap menimbulkan persoalan dikemudian hari. Tidak ada Penyumbang yang ikhlas begitu saja melepaskan uangnya tanpa menuntut balas budi. 

Sumbangan yang katanya tidak mengikat itu sering kali membuat parpol menjadi tersandera dan tidak mandiri, akhirnya parpol tidak lagi memikirkan kepentingan orang banyak tetapi sebaliknya berpikir untuk kepentingan sipenyumbang.

Sebatas untuk menjaga kemandirian parpol, wacana Mendagri tersebut masih bisa dipahami, tetapi apakah ada jaminan bahwa parpol yang sudah menerima bantuan dari negara lewat APBN itu tidak akan mencari sumbangan lain lagi. Sehingga taat setia parpol itu tidak terbelah bagi kepada penyumbang tetapi sepenuhnya untuk kepentingan negara.

Bisakah parpol membatasi dirinya, tidak menerima sumbangan dari luar ? Inilah yang sulit dijawab, karena pada praktiknya parpol tidak bersikap terbuka dalam mengelola dana kegiatannya, dari mana dan seberapa besar sumbangan yang mereka peroleh tidak pernah dibuka secara transparan, akibatnya ketika patai tersebut berkuasa dia tersandera oleh penyumbang dibelakangnya.

Partai politik yang terlanjur menerima sumbangan dari pihak luar, diyakini betul tidak akan utuh pengabdiannya untuk kepentingan rakyat. Keberpihakannya pada kepentingan penyumbang akan lebih besar dari semestinya, alhasil kemandirian yang dicitakan tidak tercapai sebaliknya malah membuat rekening elite partai semakin gendut, karena disamping mendapat subsidi dari APBN parpol juga masih menangguk keuntungan dari penyumbang.

Selain sumbangan dari luar, apakah praktik cari uang lewat kadernya yang duduk dilembaga negara dan pemerintahan dapat dihentikan. Bukan rahasia lagi, bahwa tiap-tiap kader partai yang mendapat jabatan baik dieksekutif maupun yang diparlemen mempunyai kewajiban tak tertulis untuk mencari sumber dana demi kepentingan partainya masing-masing.

Bicara soal kemandirian partai, seharusnya tidak perlu ditempuh dengan cara memberikan subsidi yang sedemikian besar, tetapi bagaimana menumbuhkan kesadaran bagi kader dan pimpinan partai itu sendiri untuk bisa hidup mandiri. Bagaimana mereka berpikir agar partainya bisa berdiri diatas kakinya sendiri meskipun tanpa bantuan dari orang lain.

Sumber dana yang berasal dari sumbangan yang tidak mengikat seperti yang selalu tertuang dalam masing-masing AD/ART Parpol itu benar – benar mereka terapkan, dalam artian siapapun boleh menyumbang dan seberapapun besarnya sumbangan itu tetap tidak memberi pengaruh pada kebijakan partai. Transaksi serah terima sumbangan dilakukan secara terbuka, bukan sumbangan gelap dengan berbagai deal dibelakangnya.

Kemandirian parpol itu tidak semata – mata tergantung pada besarnya dana yang dimiliki oleh sebuah parpol, tetapi seberapa besar kemampuan elite dan kader partai itu membesarkan partainya sehingga mampu menjadi partai yang mandiri, bisa menjalankan roda partainya meskipun tanpa sumbangan dari pihak luar dan minus subsidi dari negara.

Dan seharusnya mendagri tidak perlu terlalu pusing memikirkan bagaimana Partai Politik bisa mengidupkan dirinya, karena ada hal yang lebih penting lagi untuk diperhatikan, yakni nasib rakyat yang masih sesak nafas menghadapi lonjakan harga kebutuhan pokok.


Harga beras naik, harga BBM naik, dan harga elpiji juga naik, satu-satunya yang turun hanya buah Kelapa, itupun karena jatuh dari pohonnya. 
1:39 AM | 0 comments | Read More

Mencabut Taring KPK

Sebagai lembaga yang lahir dimasa Reformasi, KPK merupakan tumpuan harapan bagi seluruh rakyta Indonesia, sekaligus sebagai jawaban atas lemahnya lenbaga penegak hukum yang ada dalam upaya menindak dan memberantas Korupsi.

Publik berpengharapan penuh akan keberadaan KPK yang kuat, lembaga ad hock yang dibentuk untuk waktu yang tidak ditentukan ini dijaga dengan sepenuh hati oleh rakyat yang mendukungnya. Siapa saja yang berupaya menggoyang keberadaannya akan berhadapan dengan seluruh Rakyat Indonesia.

Adalah Taufiqurrahman Ruki menjadi orang yang pertama kali memimpin lembaga ini,  dalam kurun waktu kepemimpinannya publik belum begitu dapat merasakan manfaat keberadaannya. Selama 4 tahun masa tugasnya , Ruki hanya bisa menyelesaikan 72 kasus korupsi, dengan rincian 2 kasus untuk tahun 2004, 19 kasus di tahun 2005, 27 kasus pada tahun 2006 , dan 2007 sejumlah 24 kasus. Tidak ada kasus yang besar yang menonjol.

Ruki turun digantikan oleh Antasari Azhar, sejak itu KPK mulai menampakan taringnya, gebrakannya mulai terasa ketika kerabat istana yang menjadi petinggi BI diseret kepengadilan Tipikor, kemudian bergerak ketubuh Polri yang melibatkan mantan kabareskrim Polri Komjen Susno Duaji, yang selanjutnya melahirkan sebuah istilah seperti apa yang disebut sekarang sebagai Cicak Vs Buaya.

Karena tersandung Kasus, Antasari turun dan digantikan oleh Busyro Muqodas, kemudian akhirnya sampailah pada masa Abraham Samad.  Dari waktu kewaktu pimpinan KPK datang dan pergi dengan menoreh catatan dan prestasinya masing-masing, seiring waktu berjalan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga anti rasuah ini semakin kuat dan taring KPK sungguh ampuh dan tajam melumatkan para koruptor.

Tak terbilang lagi jumlah pengempelang uang rakyat yang dijatuhi hukuman, mulai dari pejabat negara, menteri, ketua partai, anggota DPR hingga sampai kepada pejabat Daerah seperti Gubernur, Bupati dan pejabat daerah lainnya. Sehingga ada pameo dikalangan pejabat negeri ini bersedia dipanggil apa saja, asal jangan dipanggil KPK.

Konon kabarnya, Abraham Samad beserta koleganya di KPK sebelum dilengser paksa dengan status terangka sedang merancang kerja besar, menjelang akhir dari masa jabatan mereka berencana membuka borok BLBI dan menuntaskan kasus Bank Century. Kedua kasus ini melibatkan mantan petinggi negeri ini yang juga memiliki pengaruh kuat pada kekuasaan.

Menjelang kerja besarnya itu dilaksanakan, terjadilah perseteruan Samad dengan Polri akibat dari keputusan KPK menetapkan calon tunggal Kapolri sebagai tersangka dalam kasus gratifikasi.
Polri bergerak cepat dan balik menetapkan Bambang dan Samad menjadi tersangka , seiring dengan itu pula penetapan terangka atas diri BG dibatalkan oleh pengadilan negeri Jakarta Selatan. 

Akibatnya Samad dan Bambang diberhentikan untuk sementara dan presiden menunjuk Ruki dan Indriyanto Senoaji sebagai penggantinya.
Pada awalnya penunjukan Ruki ini terkandung harapan agar yang bersangkutan bisa menjalin hubungan dan kerja sama yang baik dengan Polri dalam arti kata menempatkan hukum sebagaimana mestinya, sehingga menjadi kekuatan dalam upaya penegakan hukum utamanya memberantas Korupsi.

Namun masuknya Ruki dan Indriyanto ke KPK membuat sementara pihak merasa kecewa,  waktu menjadi pimpinan KPK dulu, Ruki dianggap minim prestasi, ditambah lagi dengan Indriyanto yang sebelumnya pernah berperkara di KPK dan pernah pula melakukan upaya hukum untuk memperkecil kewenangan KPK.

Keputusan terakhir yang menyerahkan kasus BG ke Kejagung dan tidak melakukan upaya hukum luar biasa ke MA, mendapat sanggahan dari berbagai pihak termasuk dikalangan internal KPK sendiri, dan dinilai sebagai upaya melemahkan KPK.  

Pada saat menjadi ketua KPK dulu, Ruki dikenal lebih mengutamakan langkah pencegahan dari penindakan, sejalan pula dengan keinginan presiden yang katanya sedang menyiapkan keppres untuk itu. Inilah yang membuat publik menaruh kecurigaan bahwa ada upaya sistematis untuk menumpulkan Taring KPK, agar kasus-kasus besar seperti Century dan BLBI tak tersentuh lagi.


Menykiapi keadaan ini patut kiranya didengar teriakan lantang Buya Syafii Maarif agar kalangan kampus segerak bergerak, sebelum KPK terlanjur berubah wujud menjadi Harimau Tak Bertaring.
1:33 AM | 0 comments | Read More

Negeriku

Written By lungbisar.blogspot.com on Saturday, April 25, 2015 | 11:16 PM

Sajak A. Mustofa Bisri

mana ada negeri sesubur negeriku?
sawahnya tak hanya menumbuhkan padi, tebu, dan jagung
tapi juga pabrik, tempat rekreasi, dan gedung
perabot-perabot orang kaya didunia
dan burung-burung indah piaraan mereka
berasal dari hutanku
ikan-ikan pilihan yang mereka santap
bermula dari lautku
emas dan perak perhiasan mereka
digali dari tambangku
air bersih yang mereka minum
bersumber dari keringatku
mana ada negeri sekaya negeriku?
majikan-majikan bangsaku
memiliki buruh-buruh mancanegara
brankas-brankas ternama di mana-mana
menyimpan harta-hartaku
negeriku menumbuhkan konglomerat
dan mengikis habis kaum melarat
rata-rata pemimpin negeriku
dan handai taulannya
terkaya di dunia
mana ada negeri semakmur negeriku
penganggur-penganggur diberi perumahan
gaji dan pensiun setiap bulan
rakyat-rakyat kecil menyumbang
negara tanpa imbalan
rampok-rampok dibri rekomendasi
dengan kop sakti instansi
maling-maling diberi konsesi
tikus dan kucing
dengan asyik berkolusi
11:16 PM | 0 comments | Read More

In Memoriem Harun Salim Bachik

Written By lungbisar.blogspot.com on Sunday, March 8, 2015 | 7:31 PM


Harun Salim Bachik atau nama sebenarnya Haron Aminar Rashid bin Salim adalah seorang pelakon komedi. Beliau adalah anak lelaki dari Salim Bachik senimanbternama era 50 an. Beliau mulai dikenali sejak memerankan drama sri Rumah Kedai yang ditayangkan di TV3 pada awal tahun 90-an, bersama Sudiro Sukiman berjaya menjadikan sitkom Rumah Kedai diingati sehigga ke hari ini.

Selain drama Rumah Kedai, beliau juga terlibat dalam sitkom bersiri iaitu Gado-Gado yang di tayangkan di TV1. Gado-gado adalah batu loncatan yang sebenar kepada beliau di dalam dunia lakonan.

Selain berlakon beliau juga merupakan seorang penyanyi. Pernah menghasilkan satu album pada tahun 1996 yang berjudul Belilah. Lagu yang paling mendapat sambutan dalam album tersebut ialah Banjir. Antara film-film lakonan beliau adalah Man Laksa, Baik Punya Cilok, dan Apa Kata Hati.

Dalam organisa seniman Beiau terpilih menjadi Presiden Seniman , sebuah persatuan (NGO) yang memperjuang nasib artis di Malaysia.
7:31 PM | 0 comments | Read More

SBY Berharap, Jokowi Mandiri

Written By lungbisar.blogspot.com on Saturday, March 7, 2015 | 11:32 PM

Ada Tangan Kuat Yang Menyetir  Jokowi dari Belakang

Saat jumpa pers usai rapat pleno Partai Demokrat di Pantai Sanur Bali,  SBY menyampaikan pesan dan harapannya kepada Jokowi agar benar-benar mandiri dan bertanggung jawab penuh terhadap semua persoalan.

Sebagai mantan presiden RI, SBY pantas merasa gelisah melihat kondisi negara yang tak berketentuan seperti saat ini, gonjang ganjing perekonomian, kegaduhan politik, hingga sampai pada perseteruan penegak hukum.

Rupiah terpuruk melewati ambang batas, partai politik besar gaduh dengan urusan internalnya yang menimbulkan dualisme kepemimpinan, ditambah lagi dengan sengketa APBD antara Gubernur DKI dengan DPRD, yang berujung pada kegaduhan dimedia sosial.

Perseteruan antar Polisi dan KPK belum terlihat tanda-tandanya akan berakhir,  meskipun gugatan praperadilan telah dimenangkan oleh BG namun sebagian besar publik terlanjur menilai kriminalisasi terhadap pimpinan KPK dan pendukungnya masih tetap berlanjut.

Abraham Samad tersandung dugaan kasus membantu seseorang dalam pemalsuan identitas, Bambang Widjojanto dilaporkan dengan tuduhan menganjurkan kesaksian palsu, tak ketinggalan Yunus Husin dan Denny Indrayana juga sudah berstatus terlapor bersama – sama dengan majalah Tempo, untuk ketiga nama terakhir ini dilaporkan oleh orang yang sama, yakni M. Fauzan Rachman selaku Ketua LSM Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) .

Belakangan terdengar pula selentingan kabar, bahwa segenap komisioner dari Komnas Ham dilaporkan oleh penyidik Polri ke Bareskrim dengan tuduhan membuka hasil investigasi, esok atau luas entah giliran siapa lagi yang akan menjadi terlapor, dan Polri kini betul-betul sedang kebanjiran job menerima laporan kesalahan orang yang ditengarai memihak kepada KPK.

Ketika menghadiri peresmian Gedung Pasca Sarjana milik Muhammadiyah di Yogyakarta Syafii Maarif berujar “Kampus tiarap, para Professor tiarap, yang lain tiarap, KPK sedang dimusuhi oleh berbagai kekuatan.” Ucapan Buya yang juga ketua tim 9 itu mengisyaratkan keinginannya agar kampus segera bangkit dan bergerak.

Melihat kondisi yang sedemikian rupa itulah kiranya SBY melontarkan himbauannya agar Jokowi tidak terlambat dan keliru menangani masalah hukum hingga soal diplomasi yang saat ini berkembang sangat dinamis.


Menariknya lagi, SBY dalam menyampaikan himbauan tersebut menyelipkan kata “mandiri” yang berarti bahwa dalam menjalankan fungsinya sebagai kepala negara Jokowi mendapat tekanan tangan orang kuat yang mengaturnya dari belakang. Tentang siapakah orang kuat yang dimaksudkan SBY itu publik tentu sudah memakluminya. 
11:32 PM | 0 comments | Read More

Nawa Cita, Atau Duka Cita

Ketika maju sebagai capres tahun lalu Jokowi – JK, menyampaikan programnya dengan nama Nawa Cita, sebagai kebijakan pokok yang menjadi agenda prioritas  dalam menjalankan pemerintahan, program dimaksud bertujuan untuk mencapai Indonesia yang berdaulat secara politik, adanya kepastian hukum, mandiri dalam ekonomi, serta berkepribadian dalam kebudayaan.

Pada butir keempat  dari 9 (sembilan) Nawa Cita itu disebutkan “Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.”
Setelah terpilih sebagai prsiden dan wakil presiden, menjelang seratus hari dari masa pemerintahannya terjadilah perseteruan antara dua lembaga penegak hukum yakni KPK dan Kapolri, perseteruan itu berbuntut panjang dan hingga hari ini masih terasa akibatnya.

Bermula dari keinginan Presiden untuk melakukan pergantian dipucuk pimpinan Polri, Sutarman yang masa jabatannya sebagai Kapolri masih sepuluh bulan lagi diberhentikan oleh presiden, sebagai penggantinya presiden mengajukan BG sebagai calon tunggal.

Presiden ternyata tidak bertepuk sebelah tangan, usulannya disambut baik oleh wakil rakyat di Senayan, meskipun dalam masa fit and propertest, KPK menetapkan  BG sebagai tersangka namun dia tetap lolos dan mendapat persetujuan dari anggota Dewan untuk diangkat sebagai Kapolri.

Banyak pihak yang menyesali sikap Dewan tersebut, yang sedemikian cepatnya merespon usulan presiden, biasanya calon pejabat negara yang bermasalah secara hukum sulit mendapat persetujuan dari wakil rakyat, tapi kali ini malah sebaliknya berjalan lancar dan dalam waktu yang singkat langsung mendapat persetujuan dalam sidang paripurna.

Presiden dihadapkan pada pilihan sulit, melantik BG sebagai Kapolri akan menuai kecaman dari publik, tidak melantik calon Kapolri yang sudah disetujui paripurna Dewan bisa dianggap tidak menghormati keputusan DPR. Kesulitan ini timbul akibat lambannya gerak presiden dalam menentukan sikap, seharusnya usulan ke DPR tersebut secepatnya ditarik seketika mengumumkan status BG sebagai tersangka, sehingga tidak sampai mendapat persetujuan Dewan.

Benang kusut yang merentang antara KPK dan Polri berubah menjadi perseteruan, Polri kembali mengangkat kasus lama yang melibatkan petinggi KPK. Dua pimpinan KPK dijadikan tersangka, Bambang Widjojanto menjadi tersangka dalam kasus menganjurkan bersaksi palsu dipengadilan dan Abraham Samad terjerat kasus membantu orang lain memalsukan identitas diri.

Disamping itu BG melakukan upaya hukum dengan mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan, sebuah upaya hukum yang tidak biasanya dilakukan karena menurut KUHAP penetapan tersangka bukanlah objek hukum yang bisa dipraperadilan. Meskipun demikian hakim mengatakan lain, gugatan BG diterima dan penetapan tersangka oleh KPK itu batal hukum.

Saat proses praperadilan berlangsung, presiden memutuskan untuk menunda pelantikan BG sebagai Kapolri, dengan alasan ingin menghormati proses hukum dipengadilan. Ketika praperadilan sudah usai dan status BG sebagai tersangka dibatalkan oleh pengadilan, presiden tetap saja tidak melantik BG sebagai Kapolri, tetapi mengusulkan nama Badrudin Haiti sebagai calon Kapolri yang baru.

Perseteruan KPK dan Polri masih menyisakan persoalan, kasus yang membelit Bambang dan Samad terus dilanjutkan dan keduanya diberhentikan untuk sementara dari KPK , sebagai penggantinya presiden menunjuk Taufiqurrahman Ruki, Indriyanto Seno Aji dan Johan Budi SP.

Pergantian sementara pimpinan KPK juga tidak menyelesaikan masalah, banyak menuai kritik dari publik, Ruki dianggap tidak layak menjadi pimpinan KPK, netralitasnya diragukan karena yang bersangkutan merupakan pensiunan Polri dan sewaktu menjadi ketua KPK dulu dianggap minim gebrakan, disamping itu Indriyanto malah memiliki konflik interest karena sebagai pengacara yang bersangkutan pernah menangani perkara di KPK dalam kasus Bank Century. 

Meskipun menuai banyak kritik , pimpinan sementara KPK langsung terus bekerja dengan mengajukan kasasi yang kemudian berbuah pahit karena ditolak oleh pengadilan. Akhirnya, pimpinan KPK memutuskan untuk  melimpahkan kasus BG ke Kejaksaan Agung.

Pelimpahan kasus BG ke Kejagung ini pulalah yang memicu timbulnya protes dari pegawai KPK yang hari ini berunjuk rasa menuntut pertanggungjawaban Ruqi. Para pegawai KPK itu tidak mau menyerah dengan keadaan, mereka maunya KPK mengajukan upaya hukum luar biasa dengan mengajukan PK ke Mahkamah Agung.

Tapi Ruqi dan pimpinan KPK yang lain tidak melakukannya dengan alasan PK atas keputusan praperadilan tidak diatur oleh KUHAP,  sementara pegawai KPK juga tau bahwa praperadilan atas penetapan tersangka juga tidak diatur dalam KUHAP, tetapi diterima oleh pengadilan.

Unjuk rasa yang dilakukan oleh pegawai KPK ini dijawab oleh Ruqi dengan pernyataan siap mundur, dan jika Ruqi benar-benar mundur tentu persoalan akan menjadi semakin rumit, akibatnya KPK akan semakin terseok-seok dan semakin sulit  melakukan tindakan pemberantasan korupsi.

Saat ini, Polri belum memiliki Kapolri yang defenitif, DPR belum memberikan persetujuan atas usulan presiden yang mengusulkan Badrudin Haiti sebagai Kapolri yang baru, pimpinan KPK juga masih gonjang ganjing, digempur dari luar dan dalam badannya sendiri.


Bila kondisi seperti dibiarkan terus menerus, tanpa ada sikap yang tegas dan langkah kongkrit untuk mengatasinya, maka bukan tidak mungkin makna Nawa Cita yang diprogramkan dulu akan berubah maknanya menjadi Duka Cita, setidak-tidaknya untuk lembaga penegak hukum kita. 
11:29 PM | 0 comments | Read More

Komisi Pencegahan Korupsi

Written By lungbisar.blogspot.com on Friday, February 27, 2015 | 4:23 PM

Desakan agar KPK mengedepankan tindakan pencegahan korupsi sudah lama didengung-dengungkan oleh elite bangsa ini, terutama oleh kelompok yang selama ini merasa terganggu dengan kehadiran KPK yang begitu garang menyikat para pejabat dan politisi yang  korup dan menyeretnya ke meja hijau.

Tindakan pencegahan itu sendiri sebenarnya merupakan bagian dari tugas pokok dan fungsi KPK. Lembaga anti rasuah ini diharapkan tidak hanya menindak para koruptor tetapi juga melakukan tindakan preventif agar korupsi tidak terjadi. Dengan demikian diharapkan kejahatan korupsi bisa ditekan dan angkanya semakin hari kian berkurang.

Soal pentingnya pencegahan itu ditegaskan kembali oleh presiden pada hari Rabu yang lalu. “Saya minta KPK, dan perintahkan Polisi dan Kejagung betul-betul serius tangani kasus korupsi, tapi berikan prioritas pada pencegahan,” ujar presiden. Ucapan yang sama disampaikan kembali oleh Plt Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki saat jumpa pers digedung KPK.

Pencegahan itu memang penting, bila dilakukan sebelum kejhatan itu terjadi, dalam hal sudah terjadi maka pencegahan tidak lagi memiliki arti apa-apa, kecuali tindakan tegas untuk memberantasnya.

Dinegeri ini, Korupsi bagaikan penyakit kronis yang menggerogoti tubuh bangsa ini, bahkan ada yang menyimpulkan sudah menjadi budaya. Terjadi hampir diseluruh tingkatan, tidak mengenal ruang dan waktu, tergantung pada kesempatan yang dimiliki, yang tidak korup hanyalah orang tidak mendapat kesempatan. Sehingga orang yang terlihat bersih dari prilaku korup itu hanya karena belum terungkap.

Karena tingkat penyakit korup ini sudah sedemikian parahnya, maka arahan presiden agar KPK , Jaksa dan Polisi  sungguh-sungguh menangani kasus korupsi dengan  menempatkan tindakan pencegahan sebagai prioritas terasa agak kurang pas.

Pencegahan tanpa pemberantaan (atau lebih tepatnya penindakan) tidak akan membuat orang berhenti melakukan korupsi, karena dalam pencegahan tidak ada sanksi hukumnya. Seseorang yang disuatu ketika dicegah melakukan korupsi akan mengulanginya kembali ketika ada peluang dan kesempatan. Jadi, mengedepankan pencegahan saja tidaklah cukup membuktikan keseriusan kita dalam upaya memberantas korupsi.

Jika presiden memang serius ingin memberantas korupsi, seharusnya beliau mengingatkan para penegak hukum agar menghukum para koruptor itu dengan hukuman yang seberat-beratnya, minimal 20 tahun penjara atau dihukum seumur hidup tanpa memperoleh remisi
.
Saat ini hukuman untuk para koruptor itu masih sangat ringan dirasakan dan itupun masih ditambah lagi dengan memberikan berbagai kemudahan kepada mereka selama menjalankan hukuman. Dalam beberapa kali sidak petinggi Kemenkum-Ham kedapat ruang tahanan koru[tor disulap menjadi kamar pribadi dilengkapi dengan alat komunikasi dan televisi yang seharusnya tidak boleh ada. Kemudian pada hari-hari besar mereka masih mendapat pengurangan masa tahanan berupa remisi.

Selain fasilitas didalam tahanan dan remisi yang diberikan, harta benda yang mereka peroleh dari hasil korupsi itu masih bisa pula dinikmatinya bersama keluarga. Hukuman denda yang ditetapkan pengadilan tidak membuat koruptor menjadi jatuh miskin.

Hal – hal seperti inilah yang membuat orang tidak pernah berpikir untuk berhenti menjadi pencoleng uang negara. Tidak merasa malu dan jera dan bahkan dalam setiap kesempatan wajah koruptor yang muncul dimedia selalu nampak tersenyum ceria, meskipun statusnya sebagai terpidana.

Lebih dari itu, ucapan presiden yang meminta agar KPK, mengedepankan tindakan pencegahan sebagai prioritas bisa disalah artikan oleh pihak-pihak tertentu, akibatnya KPK yang semula merupakan lembaga yang diharapkan rakyat untuk memberantas korupsi berubah wujud menjadi Komisi PENCEGAHAN Korupsi. Sebuah perubahan yang sudah lama ditunggu oleh para koruptor.
4:23 PM | 0 comments | Read More

Kembalilah ke KUHAP

Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menerima gugatan Praperadilan Budi Gunawan itu disambut gembira oleh para tersangka korupsi, mereka seolah mendapat asupan gizi dan kekuatan baru untuk melawan langkah KPK dalam memberantas tindak pidana korupsi.

Suryadharma Ali misalnya telah mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka korupsi dana haji kepengadilan, meskipun pada akhirnya nanti tergantung pada keputusan hakim pengadilan, namun setidak-tidaknya para koruptor yang jadi tersangka masih berpeluang bebas lewat praperadilan.

Mantan Menteri Agama era pemerintahan SBY itu hanyalah salah satu dari tersangka korupsi yang memanfaatkan kesempatan ini, salah satunya adalah Mukti Ali, tersangka kasus korupsi di Banyumas Jawa Tengah yang kini sedang menuntut balik kepolisian yang menetapkannya sebagai tersangka dengan menempuh praperadilan.
Tidak tertutup pula kemungkinan akan ada lagi tersangka lain yang akan mengikuti langkahn kedua tersangka tersebut, dan selentingan kabar angin ada sederetan nama tersangka yang kini tengah bersiap-siap untuk mengajukan praperadilan.

Akibat dari kesemuanya ini tentu pengadilan kita akan disesaki oleh kesibukan baru yakni menyidangkan gugatan praperadilan yang diajukan oleh tersangka, utamanya tersangka yang memiliki banyak uang dan mampu menyewa sederetan pengacara ternama, dan dengan sendirinya pula akan menambah panjang waktu proses penindakan terhadap seorang tersangka.

Hal seperti ini seharusnya tidak perlu terjadi, jika permohonan praperadilan yang diajukan oleh Budi Gunawan ditolak oleh Pengadilan, karena menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP penetapan tersangka bukanlah objek dari praperadilan. Namun Hakim pengadilan Negeri Jakarta Selatan berkata lain, gugatan praperadilan atas penetapan tersangka diterima dan disidangkan, sehingga keputusan tersebut menjadi yurisprudensi.

Boleh jadi keputusan hakim tersebut menjadi terobosan baru dalam sistem hukum kita, sesuatu yang sebelumnya tidak  diatur kini sudah ada acuan hukumnya untuk dilaksanakan. Namun anehnya ketika KPK mengajukan Kasasi atas putusan dimaksud pengadilan serta merta menolak dengan alasan tidak dibenarkan oleh KUHAP. Untuk menerima gugatan KUHAP diabaikan, sementara dalam upaya KASASI yang diajukan KPK, KUHAP dikedepankan.

Jika praperadilan atas penetapan tersangka bisa diterima sebagai terobosan hukum, maka upaya Kasasi yang diajukan KPK juga harus dapat diterima dengan dalih yang sama. Tapi yang terjadi tidak demikian pengadilan menolak kasasi yang diajukan oleh KPK.

Bagi KPK sendiri tidak ada jalan lain, kecuali menempuh upaya hukum luar biasa dengan mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung, dan sebagai beteng terakhir dari penegakan hukum negeri ini kita berharap MA dapat bersikap tegas dan memberikan kepastian hukum dengan mengembalikannya kepada tatan dan aturan hukum yang sudah baku, maksudnya kembali kepada KUHAP yang tidak memberi ruang untuk menggugat penetapan tersangka lewat praperadilan.
4:20 PM | 0 comments | Read More

Lelucon Praperadila

Hakim Sarpin Rizaldi sudah mengetuk palu, status tersangka bagi Komjen Budi Gunawan gugur dengan sendirinya. Keputusan itu melapangkan jalan baginya untuk dilantik sebagai Kapolri, sejalan dengan harapan PDI-P dan partai yang tergabung dalam KIH yang sejak awal menginginkan agar presiden tetap melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri.

Jauh sebelum adanya keputusan pengadilan atas sah tidaknya penetapan tersangka atas diri Budi Gunawan, KIH yang dimotori oleh PDI-P berusaha keras mendorong presiden untuk melantik calon kapolri itu, bagi PDI-P status tersangka tidak mengurangi hak seseorang untuk dilantik sebagai pejabat negara.

Persoalan yang muncul kemudian bukanlah masalah jadi atau tidaknya Budi dilantik sebagai Kapolri, tetapi pada kepercayaan publik terhadap proses penegakan hukum itu sendiri. Proses persidangan praperadilan yang disiarkan secara terbuka telah membuat rakyat negeri ini menjadi bingung akan kebenaran yang hakiki menurut para ahli hukum itu sendiri.

KPK dan Polri sama-sama mengajukan saksi ahli, masing-masing saksi ahli yang diajukan itu menyampaikan pendapat hukum yang berbeda, tergantung siapa yang menunjuknya sebagai saksi ahli. Perbedaan pendapat pakar hukum yang menjadi saksi ahli inilah yang membingungkan publik sehingga keputusan hakim yang mengadili perkara ini menjadi sesuatu yang diragukan kemurniannya secara hukum.

Keputusan seorang hakim memang tidak bisa dipengaruhi oleh apapun kecuali pada keyakinannya akan kebenaran hulkum itu sendiri, namun rangkaian peristiwa yang mengikuti perkara ini membuat publik berkesimpulan bahwa pengadilan ini hanyalah sebuah lelucon yang tidak lucu.

Rangkaian peristiwa dimaksud adalah pengajuan praperadilan itu sendiri yang menurut sebagian pakar hukum tidak bisa diterima karena berdasarkan KUHAP keputusan Penetapan Tersangka tidak termasuk sebagai objek hukum yang bisa dipraperadilankan.
Kalau merujuk pada pendapat diatas, maka dengan sendirinya permohonan praperadilan itu semestinya sejak awal sudah ditolak oleh pengadilan, dalilnya jelas karena tidak diatur dalam KUHAP.

Tetapi pendapat diatas dibantah oleh ahli hukum yang lain, dengan dalih bahwa hukum itu berkembang menurut dinamikanya, maka sesuatu yang tidak diatur oleh KUHAP bisa saja dilakukan dengan membuat terbosan hukum yang baru, dengan sendirinya pula hakim berwenang memperluas jangkauan wilayah praperadilan, meskipun tidak diatur oleh KUHAP.

Debat antar pakar hukum ini tidak hanya mempengaruhi jalannya persidangan, tetapi juga membuat publik yang menyaksikannya menjadi tertawa dalam hati. Tertawa dan merasa iba melihat orang-orang yang berprediket sebagai pakar hukum tetapi untuk satu persoalan praperdilan saja mereka berbeda pendapat, padahal mereka menggunakan sumber hukum yang sama, yakni KUHAP.

Jika perbedaan itu menyangkut kalimat yang multi tafsir barangkali bisa dimengerti, tetapi didalam pasal 77 KUHAP secara terang benderang dijelaskan bahwa objek praperadilan itu adalah tentang  (a) Sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, dan penghentian penuntutan. (b) ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidanya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penututan. Penetapan tersangka tidak tercantum dalam pasal praperadilan itu tetapi mengapa timbul perbedaan pendapat.

Perbedaan pendapat itu tidak hanya dipersidangan, tetapi juga diluar pengadilan, ada pakar  yang menilai sah dan tiak sedikit pula ahli hukm negeri ini yang menganggap cacat hukum, sehingga akhirnya hakim Sarpin memutuskan menerima gugatan praperadilan yang diajukan oleh Budi Gunawan, artinya Hakim telah membuka peluang bagi para tersangka mulai dari pencopet diterminal sampai kepada pejabat negara yang Korup untuk mengajukan praperadilan. Ini benar-benar sebuah lelucon  yang tidak lucu.
4:19 PM | 0 comments | Read More

Aku ini seorang BURUH

Belum hilang rasa perih dihati akibat ucapan Menkopolhukkam Tedjo Edhy Purdjiatno yang menyebut rakyat “Tak Jelas” pada beberapa hari yang lalu, kini ia kembali melontarkan kata-kata yang menusuk perasaan.  “Kayak BURUH saja”, katanya ketika menanggapi rencana pegawai KPK yang ingin mogok kerja jika seluruh pimpinannya dikriminalisasikan.

Jika peristiwa awal itu terjadi mungkin Menko  Khilaf dan kebablasan ngonmong saja. Barangkali keadaanlah yang membuatnya waktu itu menjadi kurang nyaman dan tak sempat berpikir normal, tertekan atau ada sesuatu yang tak terkendalikan, sehingga melihat kerumunan publik di Rasuna Said dia panik dan keluarlah kata-kata yang tak semestinya diucapkan oleh seorang pejabat negara.

Tapi, ucapan kasar itu kembali terulang, apalagi membawa-bawa BURUH sebagai sebutan yang berkonotasi merendahkan. Ucapan menko itu memang singkat, namun bagi seorang buruh seperti saya cukup bisa memaknainya bahwa Tedjo ingin mengatakan pegawai KPK tidak perlu mogok, karena MOGOK kerja itu merupakan cara-cara yang tak baik yang sering dilakukan oleh para BURUH.

Berulangya ucapan kasar seperti itu, mengindikasikan bahwa ini bukan lagi kekhilafan, tetapi merupakan suatu kesengajaan, atau mungkin juga merupakan suatu kebiasaan.  Sengaja atau biasa berkata kasar tentu tidak baik, apalagi jika yang melakukannya itu seorang pejabat negara setingkat Menko.

Ucapan yang menusuk ulu hati itu bisa menimbulkan kekacauan baru, karena Buruh adalah bagian terbesar dari bangsa ini. Jumlahnya tidak sedikit, andaikan Buruh serentak bangkit meminta pertanggungjawaban Menko atas ucapannya itu pasti negeri ini akan lumpuh total.

Buruh bisa saja melakukan sesuatu sebagai balasan atas ucapan Menko itu, dan untuk melakukannya Buruh tak perlu hiruk pikuk turun kejalan sambil memanggul senjata, cukup dengan cara berdiam diri dirumah saja, tidak melakukan apa –apa dan tidak mau bicara apa-apa.

Setelah Buruh berdiam diri, pasti akan terdengar teriakan sumbang dari orang-orang yang membutuhkannya, terutama dari kalangan pengusaha yang didalam pikirannya selalu dihantui oleh perasaan takut rugi.  Dengan diamnya Buruh, mesin yang biasanya mengaum akan kaku dan membisu, produksi terhenti, dan pada gilirannya perekonomian negara akan terganggu, bayangkan betapa gagahnya Buruh, hanya dengan berdiam diri, negara ini bisa sengsara, apalagi jika mereka menyatukan diri bergerak ke Jakarta, pasti akan lebih runyam lagi.

Oleh karenanya, selesaikan sajalah kemelut Polri – KPK itu secara arif dan bijak, sehingga pegawai KPK tidak merasa perlu lagi untuk Mogok. Andaikan  pegawai KPK itu benar-benar mogok juga, maka  itu artinya mereka sudah tak sabar lagi melihat pimpinannya diperlakukan seperti itu, dan pimpinan mereka itu merupakan pujaan hati para buruh yang sangat geram melihat tingkah laku para Koruptor,   aku tau itu karena aku ini seorang BURUH
4:18 PM | 0 comments | Read More

Batu Cincin dan Bhatoegana

Demam Batu Cincin sedang mewabah ditengah masyarakat kita saat ini, dan kegilaan masyarakat yang muncul secara mendadak ini telah pula melahirkan berbagai Kelakara canda tawa, dan Kelakar itu merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan bagi para penggemar Batu.

Seorang isteri yang mengeluh suaminya tidak pulang disarankan oleh tetangganya untuk menyusulnya ketempat pengolahan Batu Cincin. Seorang warga yang melapor bahwa Batu Nisan orang tuanya hilang dikuburan disarankan oleh Pak RT setempat untuk melacaknya ketukang olah Batu Cincin dipasar.

Ada pula yang dengan sengaja memajang Cincin lengkap dengan Batu warna warni diseluruh jarinya, sambil menulis catatan “biar susah makan asal pakai batu cincin”, dan ada pula yang nyeletuk bahwa semenjak pakai Cincin dengan Batu Permata semangatnya melenggang kelangit.

Kelakar tentang Batu ini sudah menjalar kemana-mana, seolah-olah tiada hari tanpa membicarakan BATU. Mulai dari gedung bertingkat sampai ke gubuk reot, dari Mall hingga kewarung kopi, dan merambah keberbagai professi, mulai dari kuli bangunan hingga sampai kekalangan politisi.

Ketika mencuatnya kemelut KPK dan Polri, publik masih saja bisa mengaitkannya dengan BATU. Bambang Widjojanto yang disingkat dengan inisial BW dipelesetkan menjadi  Batu Wamena, sementara Budi Gunawan yang disingkat menjadi BG diubah suaikan dengan canda menjadi Batu Giok, luar biasa.

Terakhir penahanan Sutan Bhatoegana yang tersangkut dalam kasus SKK Migas, juga dikait-kaitkan orang dengan demam Batu yang melanda masyarakat. Sutan yang sudah sudah lama ditetapkan sebagai tersangka, tetapi entah karena pertimbangan apa belum ditahan oleh KPK. Sehingga Sutan bisa tetap menghirup udara bebas sambil bercanda ria dan sesekali mengirimkan SMS tahajud ditengah malam.

Namun bersamaan dengan demam Batu yang melanda masyarkat Indonesia, KPK melakukan penhanan terhadap Sutan, barangkali ini hanya kebetulan saja dan tidak ada korelasinya sama sekali, namun oleh penggemar BATU menjadi bahan candaan, ceritapun dirangkai bahwa penyakit demam Batu sudah menjalar kelembaga anti rasuah itu, para komisioner KPK ingin memakai Bhatoegana dijarinya, atau ada juga yang menyebutkan bahwa KPK khawatir kalah cepat, jadi sebelum Sutan terlanjur diolah oleh pandai Batu, lebih baik KPK melakukan penahanan, ah bisa saja.


4:17 PM | 0 comments | Read More