Hari-hari terakhir ini
ruang kita dipenuhi oleh wacana pemberian Remisi untuk koruptor, Menkum HAM
berkutat soal hak seorang narapidana yang harus diberikan secara tidak pandang
bulu, siapapun dia selagi menjadi napi berkelakuan baik harus mendapatkan remisi,
termasuk diantaranya para koruptor.
Bicara soal hak, Menkum
HAM boleh jadi benar, sejahat apapun seseorang itu hak hukumnya harus dihargai,
kejahatan yang dilakukannya tidak menghapus haknya sebagai seorang warga
negara. Tapi kalau bicara soal rasa keadilan, tunggu dulu, hukum itu ditegakkan
bukan sebatas apa yang tertulis dalam kitab, tetapi juga meliputi apa yang
tersirat dihati masyarakat, yang didalamnya terkandung nilai yang disebut
dengan nurani.
Korupsi itu kejahatan
luar biasa, ditangani secara luar biasa pula, koruptor tidak sama dengan pelaku
tindak pidana umum, tetapi masuk dalam kelompok pidana khusus dan ditangani
secara khusus. Sakingkan khususnya, dibentuklah KPK sebagai badan ad hock yang
secara khusus bekerja menangani perkaranya, lengkap dengan pengadilan
Tipikornya. Korupsi memerlukan kerja ekstra keras dari para penegak
hukum, mulai dari pencegahan sampai pada upaya pemberantasan, dengan harapan
ruang gerak pelakunya menjadi sempit dan bila terbukti bersalah dihukum dengan
seberat-beratnya diserta denda yang sebesar-besarnya.
Seluruh rakyat negeri
ini sepakat, bahwa koruptor adalah musuh bersama, musuh bangsa secara
keseluruhan, dampak dari kejahatannya menyengsarakan rakyat dalam kurun waktu
yang panjang, menjauhkan rakyat dari cita-cita bangsa yang ingin hidup makmur
dan sejahtera. Justeru itulah, perlakuan terhadap koruptor tidak bisa disamakan
dengan pelaku tindak pidana lainnya, haknya sebagai seorang narapidana juga
harus dibedakan. Harus ada diskriminasi agar para koruptor itu tau betapa
bangsa ini tidak menginginkan kehadiran mereka.
Mereka mengeruk
keuntungan pribadi dengan cara menyalahgunakan wewenang, memperkaya diri
sendiri sehingga orang lain menjadi miskin, hidup hedonis ditengah rakyat yang
sulit mencari sesuap nasi. Beton bertulang mereka sulap menjadi besi bersilang
sehingga jembatan yang mereka bangun roboh sebelum waktunya lalu menelan korban
jiwa. Adukan pasir dan campuran semen bangunan mereka kurangi takarannya,
sehingga berlaku pribahasa tak ada gedung yang tak retak.
Para koruptor ini
berlindung dibalik jubah jabatannya, sambil bercuap-cuap demi kepentingan
rakyat ternyata kerjanya menghisap darah rakyat, bermobil mewah dan tinggal
dirumah yang dibiayai negara tetapi kerjanya hanya memperkaya diri mereka
sendiri, sehingga bangsa ini berjalan terseok-seok hidup dalam kemiskinan
ditengah-tengah kekayaan sumber daya alam yang dimilikinya. Kebencian publik
terhadap para koruptor semakin menjadi-jadi, manakala mereka tampil membela
diri dipersidangan, mengaku tak bersalah dan menganggap diri sebagai korban,
berbicara didepan media dengan senyum-senyum tanpa sedikitpun merasa berdosa,
dan tidak pernah meminta maaf secara terbuka kepada khalayak ramai.
0 comments:
Post a Comment