Raut wajahnya seakan mencerminkan kegelisahan hatinya, warung kopi
milik keluarga yang dikuasakan padanya kini mulai sedeng (hampir
bangkrut). Sementara para sepuh dan ahli waris atas warung nenek
moyangnya itu kini sudah mulai memandang sinis terhadap dirinya, ada
yang menilainya tak becus, kurang tegas, dan lain sebagainya.
Kondisi warung kopi itu sebenarnya tidaklah parah - parah amat,
pelanggannya masih tetap ramai sepanjang hari, jualan laku terus, tapi
keuntungannya tidak jelas, hasil penjualannya entah kemana dan setiap
hitung-hitungan tekor melulu, jangankan untuk meningkatkan kesejahteraan
karyawan membayar gaji perbulan saja hampir-hampir tak mampu. Para
ahli warispun naik pitam dibuatnya , jangankan mendapat bagian
keuntungan malah mereka diminta nombok.
Raut wajah Pak Bual semakin tak selesai, kerut dahinya bertambah
jelas akibat pusing berpikr melulu, kantong matanya semakin tebal karena
sepanjang malam kesulitan tidur. Ditambah lagi ulah rekan sejawatnya
yang tersangkut masalah hukum karena ketahuan main mata dengan
pendongkel laci kasir, membelanjakan uang dengan seenaknya, mark up dana
belanja modal dan lain sebagainya.
Raut wajah Pak Bual kian kusut, manakala para peramu adonan kopi
gulanya menuntut kenaikan upah dengan ancaman mogok serentak.
Pramusajinya juga membuat ulah sehingga menimbulkan protes dikalangan
pelanggan. Ulah tukang masak didapur juga tak kalah memusingkan
kepalanya, kayu habis dilalap api tapi airnya mentah, sekali lagi para
pelanggannya protes dan membuat uban pak Bual semakin putih menabur.
Kerisauan hati Pak Bual semakin menjadi-jadi, manakala dia
menganjurkan untuk berhemat, malah disambut dengan cibiran, karena dia
sendiri sangat boros menggunakan anggaran, untuk kepentingan rapat
didapur saja menghabiskan dana milyaran rupiah. Lain lagi dengan gayanya
yang ingin tampil wah seperti pemilik super market, pergi belanja
kepasar untuk membeli kopi gula sebenarnya cukup pakai sepeda, hemat
energi, tidak pakai BBM, dan tidak perlu bayar uang parkir, tapi Pak
Bual malah pesan pesawat dengan anggaran yang fantastis, wah dia tak mau
kalah dengan pemilik KFC yang asal negeri super power itu.
Sekali waktu dia coba untuk curhat seakan ingin berbagi dan
menyampaikan keresahan hatinya, eeee malah menjadi bahan olok-olokan
orang banyak karena curhatnya itu bocor keluar. Entah siapa yang gatal
mulut membukanya kepublik tak ada satupun yang tau, dan sebagaimana
kebiasaannya dibentuklah pansus untuk menelidiki pelakunya.
Sampai cerita ini ditulis, raut wajah pak bual belum juga jernih
seperti sediakalanya, terdengar kabar bahwa Yusril menggugat ke Mahkamah
Konstitusi. Ada kemungkinan kerja kerasnya untuk menaikan harga
secangkir kopi akan kandas dalam gugatan di MK, dan saya tak bisa
membayangkan lagi betapa kusamnya wajah Pak Bual selanjutnya.
0 comments:
Post a Comment