Motto :

Membaca sebanyak mungkin, Menulis seperlunya

Calon Presiden

Written By lungbisar.blogspot.com on Saturday, August 6, 2011 | 12:02 AM


Pemilihan prsiden masih jauh, masih ada waktu hampir tiga tahun lagi, namun riaknya sudah mulai terasa dari sekarang. Masing-masing pihak sudah mulai mengambil ancang-ancang untuk mencalonkan diri atau mencalonkan tokoh idolanya.

Golkar misalnya, akan mengumumkan nama Capresnya tahun depan, tapi sudah disebutkan bahwa Ical, sang ketua umum merupakan capres terkuat dari pohon beringin rindang itu. PAN juga sudah menyebutkan sirambut perak Hatta Rajasa sebagai Capresnya, berikutnya muncul pula Partai baru, Partai SRI (Partai Serikat Rakyat Independen ) namanya, mengusung nama Sri Mulyani sang mantan Menkeu untuk jadi capres, dan berikut  disebut pula  Ani Yudhoyono yang katanya mulai digadang-gadang oleh Partai binaan suaminya untuk  menjadi capres 2014, meskipun sesungguhnya SBY sendiri pernah menyebutkan bahwa dirinya serta anak dan isterinya tidak akan mencalonkan diri sebagai Capres pada 2014 mendatang.
Dalam negara demokrasi, mencalonan diri atau mencalon tokoh untuk bertarung dalam pemilihan presiden adalah sesuatu yang wajar saja, tidak ada larangan untuk itu, dan tak ada aturan yang dilanggar.  Tapi pencalona yang diajukan secara dini seperti yang terjadi saat ini perlu dipertanyakan. Apa sebenarnya yang ada dalam benak para elite bangsa ini, apa yang tersimpan dikepala mereka.
Pemerintahan sekarang sudah berjalan 2 tahun lebih, tapi masih banyak hal yang belum terselesaikan, pemberantasan korupsi yang menjadi  janji kampanye pilpres dimasa lalu  hingga kini tidak terwujud sebagaimana yang dikehendaki rakyat. Banyak koruptor yang tak tersentuh oleh hukum, sebagian diantaranya raib entah kemana. Terakhir ribut kasus suap Sesmenpora yang melibatkan M. Nazaruddin, kasusnya  semakin tak jelas, bahkan semakin memperkeruh keadaan dengan nyanyiannya yang menyebutkan keterlibatan banyak nama didalamnya, sehingga sang ketua DPR Marzuki Alie angkat bicara untuk membubarkan KPK.
Kasus Century yang melibatkan nama Sri Mulyani juga semakin kabur, meskipun sudah ada rekomendasi dari wakil rakyat yang menyebutkan bahwa bail out Bank Century  menyalahi aturan, tapi tak pernah jelas proses hukumnya. Timwas yang dibentuk DPR untuk  pengusutan Kasus ini juga makin tak jelas apa agenda kerjanya.
Demikian juga dengan nasib TKI / TKW kita, yang katanya dianggap sebagai pahlawan devisa, tapi mengalami nasib buruk dan kurang mendapat perlindungan dari negara.
Fakir miskin dan anak terlantar yang diamanahkan oleh UUD 45 menjadi tanggungan negara sekarang ini semakin terbiarkan, keberadaan mereka dibawah kolong jembatan dan diperempatan jalan semakin meyakinkan kita bahwa negara alpa mengurus mereka.
Ada lagi lumpur Lapindo, dari sejak awal semburannya hingga sekarang masih menyisakan persoalan, tidak jelas siapa yang harus bertanggung jawab sepenuhnya, ada lagi pernyataan Gayus dalam persidangan kasus mafia pajak yang menyebutkan beberapa nama perusahaan milik petinggi negeri ini tapi tak pernah diusut secara tuntas, bahkan keterangan Gatyus didepan majelis hakim itu terkesan didiamkan.
Semestinya para tokoh, para cerdik pandai, para ahli dan segenap potensi bangsa ini mencurahkan segenap perhatiannya untuk mencerahkan negeri ini, menyelesaikan bebergai persoalan bangsa, dan berupaya semaksimal mungkin mendekatkan rakyat pada hidup yang sejahtera.  Bukan sebaliknya saling mengelus-elus calon untuk menjadi penguasa.  Apa lagi jika nama  yang digadang – gadang itu masih tersangkut dengan berbagai kasus yang hingga kini belum jelas ujung pangkalnya, belum  terselesaikan secara hukum.

0 comments: