Pemilihan prsiden masih
jauh, masih ada waktu hampir tiga tahun lagi, namun riaknya sudah mulai terasa
dari sekarang. Masing-masing pihak sudah mulai mengambil ancang-ancang untuk
mencalonkan diri atau mencalonkan tokoh idolanya.
Golkar misalnya, akan mengumumkan
nama Capresnya tahun depan, tapi sudah disebutkan bahwa Ical, sang ketua umum
merupakan capres terkuat dari pohon beringin rindang itu. PAN juga sudah
menyebutkan sirambut perak Hatta Rajasa sebagai Capresnya, berikutnya muncul
pula Partai baru, Partai SRI (Partai Serikat Rakyat Independen ) namanya,
mengusung nama Sri Mulyani sang mantan Menkeu untuk jadi capres, dan
berikut disebut pula Ani Yudhoyono yang katanya mulai
digadang-gadang oleh Partai binaan suaminya untuk menjadi capres 2014, meskipun sesungguhnya
SBY sendiri pernah menyebutkan bahwa dirinya serta anak dan isterinya tidak
akan mencalonkan diri sebagai Capres pada 2014 mendatang.
Dalam negara demokrasi,
mencalonan diri atau mencalon tokoh untuk bertarung dalam pemilihan presiden adalah
sesuatu yang wajar saja, tidak ada larangan untuk itu, dan tak ada aturan yang
dilanggar. Tapi pencalona yang diajukan
secara dini seperti yang terjadi saat ini perlu dipertanyakan. Apa sebenarnya
yang ada dalam benak para elite bangsa ini, apa yang tersimpan dikepala mereka.
Pemerintahan sekarang
sudah berjalan 2 tahun lebih, tapi masih banyak hal yang belum terselesaikan,
pemberantasan korupsi yang menjadi janji
kampanye pilpres dimasa lalu hingga kini
tidak terwujud sebagaimana yang dikehendaki rakyat. Banyak koruptor yang tak
tersentuh oleh hukum, sebagian diantaranya raib entah kemana. Terakhir ribut
kasus suap Sesmenpora yang melibatkan M. Nazaruddin, kasusnya semakin tak jelas, bahkan semakin memperkeruh
keadaan dengan nyanyiannya yang menyebutkan keterlibatan banyak nama
didalamnya, sehingga sang ketua DPR Marzuki Alie angkat bicara untuk
membubarkan KPK.
Kasus Century yang
melibatkan nama Sri Mulyani juga semakin kabur, meskipun sudah ada rekomendasi
dari wakil rakyat yang menyebutkan bahwa bail out Bank Century menyalahi aturan, tapi tak pernah jelas proses
hukumnya. Timwas yang dibentuk DPR untuk
pengusutan Kasus ini juga makin tak jelas apa agenda kerjanya.
Demikian juga dengan
nasib TKI / TKW kita, yang katanya dianggap sebagai pahlawan devisa, tapi
mengalami nasib buruk dan kurang mendapat perlindungan dari negara.
Fakir miskin dan anak
terlantar yang diamanahkan oleh UUD 45 menjadi tanggungan negara sekarang ini
semakin terbiarkan, keberadaan mereka dibawah kolong jembatan dan diperempatan
jalan semakin meyakinkan kita bahwa negara alpa mengurus mereka.
Ada lagi lumpur
Lapindo, dari sejak awal semburannya hingga sekarang masih menyisakan
persoalan, tidak jelas siapa yang harus bertanggung jawab sepenuhnya, ada lagi
pernyataan Gayus dalam persidangan kasus mafia pajak yang menyebutkan beberapa
nama perusahaan milik petinggi negeri ini tapi tak pernah diusut secara tuntas,
bahkan keterangan Gatyus didepan majelis hakim itu terkesan didiamkan.
Semestinya para tokoh,
para cerdik pandai, para ahli dan segenap potensi bangsa ini mencurahkan
segenap perhatiannya untuk mencerahkan negeri ini, menyelesaikan bebergai
persoalan bangsa, dan berupaya semaksimal mungkin mendekatkan rakyat pada hidup
yang sejahtera. Bukan sebaliknya saling
mengelus-elus calon untuk menjadi penguasa.
Apa lagi jika nama yang digadang
– gadang itu masih tersangkut dengan berbagai kasus yang hingga kini belum
jelas ujung pangkalnya, belum
terselesaikan secara hukum.
0 comments:
Post a Comment