Motto :

Membaca sebanyak mungkin, Menulis seperlunya
Powered by Blogger.

Visitors

Powered By Blogger

Featured Posts

Like us

ads1

Wakil Rakyat Makan Sumpah

Written By lungbisar.blogspot.com on Saturday, December 23, 2017 | 11:03 AM

(Catatan ringan untuk Tuan Hidayat Nur Wahid)
Dalam satu kesempatan di Bengkulu, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengingatkan agar masyarakat mempergunakan hak pilihnya dalam pemilu dan tidak mengambil sikap Golput. Menggunakan hak suara dengan baik merupakan salah satu tanda mencintai Indonesia.
Apa yang disampaikan oleh HNW ini, sesungguhnya rakyat sudah mahfum, bahwa menggunakan hak suara itu merupakan wujud peran aktif rakyat dalam menentukan masa depan bangsanya. Rakyat sadar sesadarnya bahwa Pemilu dilaksanakan sebagai pemenuhan amanah konstitusi yang menyebutkan kedaulatan berada ditangan rakyat, justeru itulah rakyat diundang untuk memberikan suaranya, menentukan siapa yang akan menjadi wakilnya dilegislatif dan siapa yang dipercaya untuk menjadi pemimpin.
Wakil rakyat dan pemimpin terpilih akan bekerja dengan sepenuh hati untuk dan atas nama kepentingan rakyat, berpikir sekuat tenaga bagaimana nasib rakyat hari ini lebih baik dari kemarin dan bisa menatap hari esok dengan harapan hidup yang lebih sejahtera, justeru itu pulalah kiranya rakyat ikhlas merogoh koceknya untuk membayar gaji wakil dan pemimpinnya.
Menggunakan hak pilih dengan cara datang ketempat pemungutan suara sesungguhnya bukanlah hal yang berat, tapi masalahnya bukan sesederhana itu. Pertanyaan selanjutnya yang perlu dijawab oleh HNW adalah “Apakah Wakil rakyat dan pemimpin yang sudah memenuhi kehendak rakyat, bekerja dan berbuat untuk dan atas nama kepentingan rakyat.
Pertanyaan ini perlu dijawab dengan secermat mungkin sebelum himbauan itu dilontarkan secara berulang-ulang. Dimata rakyat hari ini terdedah sikap prilaku sebagian wakil rakyat dan pemimpin yang korup. Mereka bekerja asal-asalan tetapi hak dan pendapatan mereka tidak boleh berkurang.
Daya beli masyarakat menurun ditengah gencarnya usaha pemerintah menguber-ubar rakyat sebagai wajib pajak. Artinya, pemerintah hanya mengejar pendapatan Negara tanpa melihat kondisi hidup masyarakat.
Hampir tiap hari media cetak dan elektronik memberitakan sikap dan prilaku buruk wakil rakyat. Sejumlah anggota DPR menjadi pesakitan dikursi terdakwa karena mencuri uang rakyat. Bahkan Ketua DPR saat ini sedang menjalankan persidangan karena terjerat kasus korupsi e – KTP. Kasus ini baru diumulai dan berkemungkinan juga akan menyeret nama lain dari Senayan.
Partai politik sebagai pilar demokrasi, yang seharusnya menyiapkan kader partai untuk menjadi pemimpin bangsa dan wakil rakyat yang baik juga banyak yang dalam keadaan bermasalah. PKS belum selesai urusannya Fachri Hamzah. Partai Golkar dalam lima tahun terakhir ini sempat melakukan Munaslub, itu artinya masih ada masalah. PPP sampai hari ini juga belum selesai urusannya dengan Jan Farid dan masih terlalu panjang bila diurai satu persatu.
Memang tidak semua anggota DPR itu berprilaku buruk dan korup, masih ada yang baik dan berpikiran jernih, tapi sederet nama politisi Senayan yang tertangkap karena korupsi itu tidak bisa disangkal telahmelukai perasaan rakyat yang memilihnya, sehingga rakyat sampai pada kesimpulan bahwa yang terlihat bersih itu hanya karena bernasib baik, belum tertangkap saja.
Kinerja wakil rakyat sekarang ini juga sangat buruk,untuk tahun 2017, target Prolegnas sebanyak 52 RUU, realisasinya hanya enam yang mampu diselesaikan.
Rakyat tau bahwa Gedung Parlemen juga diisi oleh orang-orang malas, sering bolos dan mengantuk disaat siding. Tingkat kehadiran anggota DPR sepanjang tahun 2017 ini di bawah 50 persen. Yang paling parah adalah Fraksi PKB, hanya 33,71 persen, dan tingkat kehadiran tertinggi Fraksi Hanura sebesar 50,76 persen.

Paparan kondisi sikap dan prilaku wakil rakyat seperti diatas itu, merupakan jawaban atas himbauan HNW tentang Pemilu, bukan rakyat yang tidak mau berpartisipasi, bukan rakyat tidak sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga Negara, tetapi sikap dan prilaku wakil rakyat itulah yang membuat rakyat enggan mengikuti PEMILU.
11:03 AM | 0 comments | Read More

Novanto, Bernyanyilah

Setya Novanto kembali menjalani sidang lanjutan pada Rabu kemarin (20.12.17) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Terdakwa kasus korupsi proyek e-KTP itu kini sudah sehat wal afiat dan mampu menjawab pertanyaan hakim.
Novanto berjalan sendiri menuju kursi terdakwa, tanpa dipapah oleh siapapun seperti pada permulaan sidang perdana pekan lalu. Ketika hakim menanyakan kesehatannya dia menjawab dengan nada datar "Sehat, yang mulia,".
Pengadilan terhadap Novanto menjadi babak baru dalam kasus korupsi e KTP, public berharap Novanto akan membuka lembaran  ingatannya dan menyingkap tabir hitam dibalik kasus yang menelan segudang uang rakyat.
Uang yang nilainya triliyunan rupiah itu diduga mengalir keberbagai pihak, dan daftar nama-nama pihak yang menerimanya ada dalam memory Novanto, atau setidak-tidaknya sudah pernah diungkap dalam dakwaan dan keputusan hakim terhadap terdakwa sebelumnya.
Dalam surat dakwaan pertama terhadap Novanto yang telah digugurkan oleh praperadilan mencantumkan tiga nama elit partai yang kemudian pada surat dakwaan yang kedua menjadi hilang.
Hilangnya beberapa nama kader partai dimaksud sempat menjadi pertanyaan bagi pengaca Novanto, dan KPK menjawabnya dengan enteng, dalam keterangan KPK yang terakhir nama tersebut bukan dihilangkan, tetapi disusun berdasarkan kluster.
Pertanyaan penasehat hukum Novanto tersebut menyiratkan bahwa nama yang hilang  timbul dalam surat dakwaan itu mungkin bakal muncul kembali. Kemungkinan itu sangat besar sekali , karena pada dakwaan dalam kasus yang sama terhadap mantan pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto, , nama empat kader PDI-P, Arif Wibowo, Yasonna Laoly, Olly Dondokambey dan Ganjar Pranowo, disebut-sebut sebagai pihak yang kebagian Durian runtuh e-KTP. Arif Wibowo disebut-sebut menerima USD108.000, Olly Dondokambey senilai USD1,2 juta, Ganjar Pranowo senilai USD520 ribu, dan Yasonna Laoly sebesar USD84 ribu.
Menurut keterngan Ganjar saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (30/3) lalu, dia pernah tiga kali ditawarkan uang terkait proses pembahasan proyek e-KTP. Ia juga pernah diberikan bungkusan yang diduga berisi uang oleh  anggota Komisi II DPR Mustoko Weni, tetapi ditolaknya.
"Saya enggak ingat, sekali, dua kali atau tiga kali di dalam ruang sidang. Dia bilang, 'Dek ini ada titipan'. Saya bilang tidak usah. Dari awal saya tidak mau terima, saya bilang ambil saja," kata Ganjar kepada majelis hakim.
Ganjar, atau pihak lainnya bisa saja membantah pernah menikmati hasil jerih payah kong kalikong uang siluman e-KTP, tapi KPK tentu tidak akan berhenti disitu saja. Saat melakukan jumpa pers di Kuningan pada Rabu 20 Des kemarin, Juru bicara KPK Febri memastikan bahwa nama tiga politisi PDI-P dimaksud tetap ada dalam rangkaian kasus E-KTP.
Bukan hanya sebatas tiga nama itu saja, masih ada kemungkinan nama lain, karena menurut dugaan uang yang dibagi-bagikan kepada sejumlah anggota DPR itu jumlahnya sangat besar sekali, yakni senilai US $ 12,8 juta plus Rp. 44 miliar. (waw), siapa saja yang menerima dan dari Partai mana saja mereka ?.
Pertanyaan inilah yang bermain dibenak public, dan untuk menjawabnya dibutuhkan keikhlasan Novanto untuk berdendang ria, bersiul-siul kecil sambil menyebut nama teman dan koleganya yang telah ikut serta menikmati uang tersebut.
Jika Novanto bungkam dan menyimpan rapat-rapat dalam hatinya, maka samalah artinya dia ingin tenggelam sendiri dilautan kasus yang purna dahsyat ini. Tapi kemungkinan itu sangat kecil sekali, karena kita yakin bahwa Novanto tentu tidak mungkin mau memikul beban yang berat ini dipundaknya sendiri, kebersamaan harus dibangun, sebagaimana dulunya mereka berjamaah saat menikmati lezatnya uang e-KTP.

Untuk itu mari kita berdoa dengan tulus ikhlas, agar NOVANTO tetap sehat wal afiat dan mau bernyanyi dengan lantang, tanpa dihalangi serta tidak ada pula tangan kuat yang membungkamnya.
10:57 AM | 0 comments | Read More

Fachri dan KPK

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menjalankan tugasnya dengan baik. Untuk itu, lanjut dia, saat ini peran KPK sudah tidak diperlukan lagi.
"Saya kira 14 tahun ini KPK sudah menjadi trigger. Itu menurut saya sudah cukup," ujar Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (13/10/2017).
Pernyataan Fachri ini sangat menarik untuk disimak, karena selama ini kita tau sang wakil rakyat ini amat getol menyerang KPK, dia seperti gerah atas keberadaan lembaga anti rasuah ini.
Tercatat sejak KPK menciduk Luthfi Hasan yang waktu itu menjabat sebagai presiden PKS, mulailah nampak rasa tidak puasnya terhadap KPK, pernyataan Fachri berhamburan dikutip oleh berbagai media yang isinya tentu saja mengumbar kelemahan KPK.
Fachri mungkin sudah sampai pada titik jenuh, hak angket yang digunakannya untuk membenamkan KPK kedasar laut yang paling dalam belum jua menunjukkan hasil.
Benar adanya, bahwa KPK sudah berusia 14 tahun, dan keberadaannya selama ini tidak membuat koruptor makin berkurang, malah sebaliknya semakin menggila. Pelaku kejahatan tindak pidana Korupsi bukannya surut tapi malah kwalitas dan kwantitasnya makin canggih, kalau dulu korupsi dibawah meja sekarang habis dengan meja-mejanya sekalian dikorup.
Merajalelanya tindak pidana korupsi ini bukan berarti KPK lemah, tapi karena kekuatan koruptor itu yang luar biasa. KPK memang memiliki fungsi pencegahan, namun bila tidak tercegah tentu penindakan yang harus dilakukan. Barangkali inilah yang membuat Fachri dan sekelompok orang tertentu merasa gerah, karena mereka ingin dicegah tetapi keberatan bila ditindak.
Keberatan atas kerja KPK dalam hal penindakan ini tercermin dari sikap Fachri yang selalu mempersoalkan operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK, bahkan secara detail dan panjang lebar dia menjelaskan bahwa dalam literature hukum  kita tidak mengenal istilah operasi tangkap tangan, artinya Fachri dengan serius mempersolkan kerja KPK yang belakangan ini sangat getol menangkap para pencoleng uang rakyat.
Sebagai sebuah lembaga yang sudah bekerja selama 14 tahun, KPK sangat diapresiasi oleh rakyat, bahkan sampai hari ini rakyat masih percaya bahwa KPK mampu menjalankan fungsinya sebagai lembaga yang bekerja untuk memberantas korupsi.

Pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK yang jumlahnya masih banyak berkutat pada penindakan dan belum menunjukkan hasil dalam hal pencegahan adalah hal lain, dan tidak berkurangnya jumlah pelaku korupsi tidak dapat dianggap sebagai kegagalan KPK, dan justeru karenanya Fachri tidak dapat menjadikan itu sebagai alasan untuk membubarkan KPK, bahkan sebaliknya sebagai wakil rakyat Fachri harus berjuang untuk membuat KPK lebih kuat lagi, sehingga tak satupun ada Koruptor yang lolos dari jeratan hukum.
10:54 AM | 0 comments | Read More

Dibawah Pohon Beringin

Rapat pleno DPP Partai Golkar akhirnya memutuskan Airlangga Hartanto sebagai Ketua Umum Partai Golkar definitif mengantikan Setya Novanto. Keputusan ini diambil dalam rapat yang berlangsung alot dan diwarnai mundurnya Azis Syamsudin dalam perebutan kursi pucuk pimpinan Golkar.
Keputusan Rapat pleno ini tentunya membuat lega sebagian besar kader Golkar yang sejak awal menginginkan perubahan, terlebih setelah Setya Novanto, ketua umum Partai ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka untuk yang kedua kalinya.
Novanto, walaupun sudah berstatus sebagai tahanan, namun dia tetaplah seorang Ketua Umum, dan bisa mengendalikan partai secara syah. Untuk itulah barangkali dia membuat kebijhakan dengan menunjuk Aziz Syamsuddin sebagai penggantinya ketika  dia menyatakan mundur dari ketua DPR. Keputusan itu syah adanya, dan ditandatangani oleh ketua dan sekejen Partai, namun menimbulkan riak kecil ditubuh Partai,  dan berujung pada penolakan sebagian besar anggota Fraksi Golkar di DPR.
Penetapan tersangka terhadap Novanto berdampak pada tingkat elektabilitas Golkar, kepercayaan public jadi menurun, nama baik partai jadi tercoreng. Dan terlebih lagi dimedia social bertebaran meme yang menyudutkan sang ketua, para pemegang kepentingan dan segenap kader Golkar tentu tidak ingin pimpinannya menjadi bahan olok-olokan, dan bila keadaan ini terus berlanjut bukan tidak mungkin akan membuat Golkar akan terpuruk dan sulit bangkit menghadapi tahun – tahun politik kedepan. Kekhawatiran yang sama juga diungkapkan oleh sesepuh Golkar seperti Akbar Tanjung dan Jusuf Kalla.
Untuk itulah barangkali demi menyelematkan nama besar partai, keputusan harus diambil dan ketua umum harus diganti. Kerindangan Pohon Beringin harus tetap dijaga, agar seluruh kader golkar bisa nyaman berteduh dibawahnya, maka rapat pleno memutuskan, menetapkan Airlangga sebagai ketua umum.
Setelah rapat pleno memutuskan Airlangga menggantikan Novanto sebagai Ketua Umum, bukan berarti masalahnya selesai, penetapan itu masih sangat premature, masih bisa dipersoalkan oleh pihak-pihak yang mungkin memiliki kepentingan atas jabatan tersebut. Masih ada dua tahap lagi yang harus diselesaikan oleh Airlangga, yakni Rapim dan Munslub.
Rapim akan memutuskan kapan saatnya Munaslub, dan Munaslub akan melakukan pengesahan Airlangga Hartanto sebagai Ketua Umum Golkar secara definitif, namun tidak tertutup kemungkin saaat Munaslub berlangsung isunya jadi berkembang, sehingga terjadi pemilihan Ketua Umum yang akan diikuti oleh beberapa calon.

Kemungkinan itu bisa saja terjadi, karena  menurut AD/ART Golkar kewenangan memilih dan menetapkan ketua umum bukanlah Rapat Pleno, tapi Munas atau Munaslub, namun sungguhpun demikian, keputusan rapat pleno itu sudah menjadi titik terang bagi Golkar untuk menyelesaikan kusut masai dan kemelut ditubuh Partai, lebih dari itu semua Jokowi tentu ikut bergembira, karena sejenak setelah terpilih dengan lantang Airlangga menyebutkan bahwa "Partai Golkar berkomitmen mendukung pemerintahan Pak Jokowi-JK sanpai 2019 dan rapimnas lalu mendukung Bapak Presiden mencalonkan diri 2019-2024. Dan keputusan itu membuat Jokowi menjadi nyaman berteduh dibawah Pohon Beringin yang rindang.
10:52 AM | 0 comments | Read More

Coin Untuk Novanto

Sebuah foto yang menunjukkan Setya Novanto sedang terkulai layu di RS. Premier Jakarta, dia terbaring di ranjang dengan wajah lemah. Nampak terlihat  selang dan masker menutupi hidungnya, sebuah selang oksigen yang berfungsi sebagai alat bantu pernapasan.
Dilengannya terpasang pula selang infus dilengkapi dengan layar monitor  penunjuk data rekam detak jantung di kiri atas. Setnov, demikian dia biasa dipanggil, terbaring karena menderita berbagai macam penyakit, seperti jantung, vertigo, dan penyakit gula darah.
Hari-hari sebelumnya, Setnov Nampak terlihat segar bugar, tanpa sedikitpun ada tanda-tanda bahwa dia sedang menyimpan berbagai penyakit, namun ketika panggilan KPK yang berbarengan dengan sidang praperadilannya muncul disaat itu pula ada gambar beliau, terbaring dirumah sakit.
Saya tak bermaksud mengaitkan persoalan hukum yang sedang dihadapinya dengan penyakit yang sedang dideritanya, saya hanya merasa iba melihatnya. Justeru itu pulalah kiranya muncul ide untuk meringankan beban beliau.
Melalui tulisan singkat ini saya  ingin mengetuk pintu hati pembaca yang budimaan untuk urun rembug. Jika ada yang berkenan saya ingin mengajak rekan-rekan mengumpulkan koin yang nantinya disumbangkan kepada beliau.
Barangkali, sebagai wakil rakyat dan ketua Parlemen, sudah banyak hasil jerih payah dan sumbangan pikirannya yang kita nikmati, namun mungkin kita tidak menyadarinya, dan dengan dasar itu rasanya cukup sudah alasan kita untuk meringankan tangan, menyisihkan sebagian rezeki kita untuk membantu beliau.
Tidak banyak, cukup seribu rupiah perorang, dan bila kita kumpulkan secara bersama hasilnya pasti memuaskan, dan saya juga berkeyakinan Pak Novanto tidak keberatan menerimanya, bahkan mungkin beliau akan sadar bahwa sesungguhnya rakyat Indonesia cukup memperhatikannya.
Saya sadar, bahwa seorang Setnov tidak mengharapkan hal ini. Apa kurangnya beliau, dari segi finansial dia sangat berkecukupan. Jika hanya sekedar untuk biaya perawatan seperti ini sangat kecil artinya bila diukur dengan ketebalan kantong Setnov. Tapi, ya itu tadi, sebagai rakyat yang diwakilinya tentu tidak ada salahnya jika kita turut merasakan deritanya dengan urun rembug membantunya.
Saya tidak mengda-ada, tetapi hanya sekedar ingin turut merasakan kesulitan yang sedang dihadapi oleh seseorang yang sudah bersedia mewakili kita selama bertahun-tahun di Parlemen. Dan semoga koin yang terkumpul itu, akan menjadi bukti bahwa rakyat Indonesia masih ingin melihat beliau bangkit, berdiri gagah tegak lurus menghadapi tuduhan KPK.



10:51 AM | 0 comments | Read More

Demokrasi dan TNI

Reformasi yang digulirkan pada Mei 1998, menjadi awal dari sebuah era baru dalam sejarah Indonesia yang sebelumnya dikungkung oleh rezim Orde Baru yang katanya otoriter. Sejak itu negeri ini melangkah kedepan memasuki gerbang kehidupan baru  yang disebut dengan istilah Era Reformasi.
Era ini dipandang sebagai awal kebangkitan demokrasi dengan system perpolitikan yang lebih terbuka dan liberal, kekuasan Negara diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat sipil (civil society). Daerah diberikan kekuasaan (Otonom) yang lebih luas dan tidak lagi sepenuhnya diatur  oleh Pemerintah Pusat (desentralisasi).
Dwifungsi ABRI yang semula memberikan kesempatan kepada TNI untuk memainkan peran politik dan menduduki jabatan sipil ditiadakan dan sejak itu pula TNI dikembalikan kepada fungsinya semula sebagai pertahanan Negara, atau yang lebih dikenal dengan istilah Back to Basic (kembali kebarak).
Bergulirnya Reformasi diharapkan mampu menjawab tuntutan rakyat sesuai dengan cita-cita kemerdekaan bangsa yakni mencapai masyarakat adil dan makmur. menjauhi prilaku korupsi dan berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.  Justeru itulah peran masyarakat sipil ditingkatkan dan Dwifungsi ABRI ditiadakan.
Setelah hampir dua puluh tahun berlalu, jabatan politik sepenuhnya sudah menjadi hak sipil, TNI sudah benar-benar kembali kebarak, meninggalkan kursi birokrasi, dan TNI bahkan rela tidak diikutsertakan dalam pemilu, maka pertanyaan yang muncul adalah apakah pelaksanaan demokrasi yang dielu-elukan itu sudah berjalan sesuai dengan cita-cita reformasi ?
Kenyataannya kemudian yang terjadi adalah sebatas janji manis penghias bibir, ungkapan muluk saat kampanye, sisanya rakyat menyaksikan korupsi semakin parah. Setengah dari jumlah kepala daerah menjadi tersangka korupsi. Puluhan anggota DPR dan sebagian anggota kabinet tersangkut kasus Korupsi, berbagai pimpinan birokrasi semakin korup, pungli merajalela, sehingga memunculkan istilah kalau dulu pejabat korupsi dibawah meja, kini dikorup sama mejanya sekalian.
Negeri ini seperti sudah kehilangan arah, ibarat  kapal yang terombang ambing dilaut, dipukul ombak badai tanpa pernah mencapai pelabuhan tujuan. Demokrasi yang kita dengungkan sebagai koreksi total terhadap pemerintahan Orba yang Otoriter tidak labih hanya sebuah slogan kosong tanpa isi. Kesejahteraan rakyat dan ketenteraman hidup semakin jauh dari harapan.
Partai Politik yang diharapkan menjadi Pilar Demokrasi ternyata lebih sibuk dengan urusannya sendiri, menyelesaikan masalah internal partai, dualisme kepemimpinan, hiruk pikuk dan cakar-cakaran sesama kader dan pengurus partai.
Ada Partai Politik yang hanya dikuasai oleh trah tertentu, yang pengurus terasnya terdiri dari ayah, anak, ipar dan keluarga dekatnya. Pendidikan kader partai hampir tak pernah kedengaran, sehingga yang maju dan berkuasa disebuah partai tertentu orangnya diseputar itu saja, kader karbitan yang masak dipaksa sesuai dengan kebutuhan sesaat.
Ternyata menyerahkan urusan politik sepenuhnya ketangan sipil bukanlah merupakan jaminan Demokrasi akan berjalan dengan baik, dan campur tangan TNI dalam kekuasaan Negara seperti masa lalu ternyata bukan pula hal yang buruk, dan inilah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri oleh bangsa ini

Tulisan ini bukan bermaksud ingin mendorong TNI untuk kembali berpolitik, dan bahkan saya masih berharap agar itu tidak terjadi, tapi jika keadaan sudah memaksa, dan rakyat tidak bisa berharap lagi pada demokrasi, maka kehadiran tentara dalam politik kita menjadi sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi.
10:47 AM | 0 comments | Read More

Negeri Gaduh

Negeri ini nampaknya tidak pernah lepas dari soal kegaduhan, mulai dari sikap pemerintah yang begitu ngotot mengeluarkan Perpu tentang pembubaran Ormas, hingga sampailah kepada urusan dapur, yakni kelangkaan Garam.
Masih soal urusan dapur, baru-baru ini kita dikejutkan oleh hebohnya berita tentang Beras oplosan, yang kemudian menimbulkan polemik tak berkesudahan ditengah masyarakat, disatu pihak polisi menganggap ada pelanggaran hukum sementara dipihak lain muncul pembelaan bahwa apa yang dilakukan oleh pedagang beras murni urusan bisnis.
Urusan Beras ini tidak urung memancing perdebatan, mulai dari pernyataan menteri Sosial, bulog hingga sampai ke Senayan, pokoknya heboh dan gaduh, padahal yang dibutuhkan rakyat bukan kegaduhan yang memuakkan, tapi ketenteraman dan ketersediaan bahan pangan yang cukup dengan harga terjangkau.
Pekerjaan wakil rakyat di Senayan juga masih menimbulkan kegaduhan, Rancangan Undang-Undang Pemilu yang sudah digodok sedemikian lama akhirnya diputuskan dengan cara  vooting, bukan  diselesaikan dengan jalan musyawarah mufakat sebagaimana yang diamanatkan oleh sila keempat dari Pancasila, meskipun sudah disyahkan menjadi Undang-Undang, namun bukan berarti polemik soal UU Pemilu akan berhenti dengan sendirinya, tapi malah tetap gaduh karena pihak yang merasa tidak puas masih memiliki kesempatan menggugat ke Mahkamah Konstitusi.
Diluar mahkamah, terdengar suara para politisi yang saling berbantahan, ketua umum partai Demokrat dan Gerindra menyebut UU itu mencederai Demokrasi dan menzolimi rakyat sementara pemerintah dan partai pendukungnya tersenyum riang sambil menunggu kesempatan untuk melanjutkan langkah berikutnya dalam pencalonan presiden.
Masih diseputar Parlemen, terdengar pula  gaduh antara KPK dengan Pansus Hak Angket, Pansus berdalih ingin menguatkan KPK sementara Publik memandang Parlemen sedang berusaha melemahkan KPK. Masing-masing pihak bersitegang urat leher dalam adu argumentasi, disamping itu tidak pula kalah gaduhnya soal status ketua DPR yang sudah jadi tersangka, dengan alasan demi martabat lembaga perwakilan rakyat, banyak pihak yang meminta agar sang ketua mengundurkan diri, itu lebih baik daripada dimundurkan secara paksa.
Kegaduhan yang sedemikian rupa disusul pula dengan kelangkaan garam yang terjadi di berbagai daerah. Sulitnya mendapatkan Garam menimbulkan harganya jadi melejit, ujung-ujungnya para pedagang kecil yang memproduksi makanan skala rumahan jadi menjerit.
Kelangkaan terjadi di semua jenis garam, mulai dari Garam dapur, Garam halus, hingga garam kasar semuanya langka. Kelangkaan ini membuat harganya naik tinggi, berlipat-lipat, yang tidak langka barangkali hanya rokok merk Gudang Garam yang tentunya tidak sehat bila dicampur dengan bumbu masakan.
Dampak hilangnya Garam dipasaran ini membuat rakyat yang usahanya menggunakan garam untuk pembuatan produk. Usaha Ikan Asin, Telur Asin, dan usaha-usaha kecil lainnya menjadi terpukul, dan lebih terpukul lagi, kelangkaan ini terjadi diluar perhitungan, sebab tidak masuk akal rasanya negeri dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia ini akan mengalami krisis garam, semestinya menjadi produsen Garam terbesar dunia.

Hilangnya Garam dipasaran ini bukan hanya sekedar menimbulkkan kegaduhan, tetapi memunculkan kecurigaan, jangan-jangan ada tangan kotor yang bermain sehingga Garam menjadi hilang dan pemerintah didesak untuk mengatasinya dengan cara mengimpor Garam dari luar, kalau ini yang terjadi tentulah akan membuat keringat petani Garam menjadi lebih asin dan semakin gaduh.
10:36 AM | 0 comments | Read More