Mennakertrans Muhaimin Iskandar beranggapan bahwa Kerusuhan yang terjadi di KJRI Jeddah itu hanyalah sebuah insiden kecil yang dibesar-besarkan. Tidak dijelaskan lebih lanjut apa ukuran yang dipakai oleh Cak Imin (begitu beliau biasa dipanggil) sehingga dia sampai pada kesimpulan seperti itu, sementara peristiwa itu sendiri telah merenggut nyawa Marwah binti Hasan dan melukai tubuh seorang Satpam KJRI yang hingga kini masih terkulai layu disebuah rumah sakit.
"Itu hanya plastik yang dibakar, dilebih-lebihkan saja," kata Muhaimin kepada para pemberita yang nongkrong di Senayan.
Pernyataan Menakertrans ini terkesan memandang sepele akan peristiwa tersebut, padahal persoalannya tidaklah sesederhana itu. Peristiwa ini bukanlah semata membakar plastik lalu menimbulkan kepulan asap hitam keudara, tetapi inilah cerminan dari bobroknya pelayanan birokrasi negara terhadap warganya.
Berkumpulnya ribuan TKI di KJRI Jeddah itu merupakan akumulasi dari keteledoran pemerintah RI akan nasib warganya yang berada di Arab Saudi. Mereka ini sudah lama hidup terlunta-lunta dinegeri orang tanpa memiliki dokumen yang syah. Terkatung-katung tanpa kepastian, tidur dibawah kolong jembatan Kandara atau menumpang dirumah Warga Indonesia.
Berita tentang WNI yang menggelandang di Arab Saudi ini sudah lama diberitakan oleh berbagai media. Sebagian besar dari mereka adalah para TKI yang kabur karena tak tahan oleh perlakuan kasar majikannya, paspor dan dokumen kemigrasian lainnya ditahan oleh majikan mereka. Akibatnya mereka jadi pendatang haram dan tidak leluasa untuk bekerja. Luntang lantung tanpa penghasilan tetap sementara perhatian pemerintah RI sangat minim.
Seharusnya pemerintah mengambil kebijakan untuk memulangkan mereka ketanah air, tanpa kebijakan dari pemerintah sulit bagi mereka untuk pulang, bagaimanapun mereka adalah WNI yang memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan. Dan sebagian diantaranya pernah ikut menyumbangkan devisa untuk negara.
Jumlah TKI yang terlunta-lunta tanpa dokumen yang syah itu hingga kini terakumulasi hingga puluhan ribu orang, satu-satunya harapan bagi mereka untuk memperoleh dokumen itu hanyalah melalui amnesty yang diberikan oleh kerajaan Arab Saudi. Justeru itulah dengan penuh antusias mereka mendatangi KJRI di Jeddah dengan harapan setelah memperoleh Paspor atau SPLP mereka bisa hidup sebagaimana layaknya manusia lain, bisa mencari kerja atau bisa pulang ketanah air.
Harapan itulah yang sudah lama menumpuk didada mereka, terpendam dan menyesakan setiap tarikan nafasnya. Saat mereka ingin menggapai harapannya ternyata mereka harus berhadapan dengan pelayanan yang lelet dari aparat birokrasi. Antrean panjang dalam jumlah ribuan orang dibawah terik matahari padang pasir dengan suhu diatas 40 Derjat Celsius. Kondisi inilah yang telah membakar kemarahan mereka, sehingga terjadilah peristiwa itu, peristiwa yang memilukan sekaligus memalukan bangsa ini.
Jadi, sungguh sangat tidak bijak bila Muhaimin beranggapan bahwa peristiwa itu hanya sebuah insiden kecil. Ledakan kemarahan para TKI itu adalah puncak dari segala rasa tidak puas mereka terhadap sikap aparat birokrasi kita yang mereka anggap lelet dan tidak becus mengurus mereka. Jadi, jangan anggap sepele peristiwa ini, tapi bergegaslah untuk menyelesaikannya, menyelesaikan nasib anak bangsa yang berada dinegara orang.
0 comments:
Post a Comment