Anggota
Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tifatul Sembiring berkeyakinan
bahwa prahara Kuota impor daging sapi yang melibatkan mantan Presiden PKS itu
tidak terlalu berpengaruh terhadap partai.
Mantan Presiden PKS yang juga Menkominfo ini menegaskan bahwa persoalan
hukum yang dihadapi LHI adalah urusan personal bukan persoalan partai.
Keyakinan
yang dilontarkan oleh Tifatul itu bukan tidak beralasan, mengingat PKS adalah
partai kader, solidaritasnya sulit digoyahkan. Dengan sistem yang mereka bangun
selama ini memudahkan elite PKS untuk berkomunikasi dengan kadernya sampai
ketingkat yang paling bawah, dan dengan demikian pula mereka bisa melakukan
konsolidasi dengan cepat dan baik.
Mudah-mudahan
prediksi Sembiring ini benar adanya, namun
perlu dicatat bahwa yang membesar PKS itu bukan hanya para kadernya, ada pihak
lain yang sangat besar jumlahnya dan telah memberikan sumbangan suaranya kepada
PKS disetiap pemilu. Kelompok inilah yang disebut dengan simpatisan, kelompok yang tidak terikat dengan partai manapun dan
menjatuhkan pilihannya ke PKS karena tertarik akan sikap dan prilaku para elite
dan kadernya.
Dalam
benak para simpatisannya selama ini PKS adalah sebuah partai dakwah yang isinya
terdiri dari orang-orang bersih dari prilaku tercela, amanah dan jauh dari
perbuatan maksiat, Kemana-mana menenteng tasbih, mulutnya fasih mengucapkan
ayat-ayat suci dan selalu menyeru ummat untuk fastabiqul khairat berlomba-lomba
dalam kebaikan.
Bayangan
seperti itu kini menjadi sirna sejak mencuatnya kasus suap impor daging yang
melibatkan Luthfi Hasan Ishaq yang menjadi pucuk pimpinan partai. LHI yang
dikenal acap berdakwah kesana kemari ternyata tidak jauh berbeda dengan
kebanyakan politisi lainnya. Dia terlihat bersih karena kejahatannya belum terungkap.
Penangkapan
LHI ini merupakan rangkaian dari tertangkapnya Ahmad Fathanah, dengan seorang
perempuan disebuah hotel mewah di Jakarta. Kemudian ceritanya berkembang
bagaimana seorang Luthfi telah menggunakan pengaruhnya sebagai presiden partai
untuk melancarkan bisnis teman karibnya, dan sebagai imbalannya dia memperoleh
fee dalam jumlah milyaran rupiah.
Temannya
ini tidak hanya seorang pengusaha tetapi juga punya koleksi perempuan cantik
molek dan seksi. Luthfi juga tidak mau ketinggalan, dalam pembicaraan pertelpon
diantara keduanya terungkaplah istilah Fustun, sebuah kosa kata yang tidak kita
jumpai dalam kamus besar bahasa Indonesia. Konon kata itu bermakna perempuan
cantik dari Pakistan. Luthfi dan Ahmad Fathanah tidak hanya sekedar berteman
tetapi juga memiliki hobi yang sama yakni sama-sama suka menyimpan Fustun
dibalik jubahnya.
PKS
mungkin bisa berdalih, bahwa Luthfi hanyalah seorang dari sekian ribu kader
partai, wajar jika diantara ribuan itu ada satu orang yang menyimpang, Sisanya
masih banyak yang bersih dan tidak terlibat dengan kasus korupsi. Tetapi kalau
diambil dari filosofi seekor ikan jika kepalanya busuk maka seluruh tubuhnya
akan membusuk pula. Ingat Luthfi itu adalah presiden partai, pemimpin yang
dipilih oleh anggota PKS.
Katakanlah
dalam hal ini PKS telah keliru dalam memilih pemimpin, tapi kekeliruan itu
seharusnya dijawab secara tegas dengan menyerahkan kader yang bersalah
kepenagak hukum, dan membersihkan Fustun dari balik jubahnya, bukan sebaliknya
melakukan pembelaan seperti yang tercermin dalam kisah penyitaan mobil milik
Luthfi.
0 comments:
Post a Comment