Selagi
nasib BURUH tidak diperhatikan, maka selama itu pulalah mereka akan tetap
menuntut dengan turun kejalan merayakan hari buruh sedunia sambil berteriak
menuntut haknya, hak untuk hidup layak.
Buruh, sepatah kata yang dekat dengan keringat, kemiskinan dan terkesankan diabaikan. Begitu kata buruh diucapkan maka yang terbayanglah dalam pikiran kita adalah butiran keringat dan tulang bersilang, hidup berhimpitan diruang sempit dengan kemungkinan hak-haknya yang terabaikan.
Pemerintah lebih cenderung
menyebutnya dengan istilah tenaga kerja, itulah sebabnya hari ini tidak ada lagi
UU perburuhan, melainkan UU Tenaga Kerja, dan justeru karenanya nasib kaum buruh
tidak terlindungi secara utuh, Karena tidak ada UU yang secara khusus diperuntukan
baginya.
Kesejahteraan hidup, sebuah
tuntutan yang layak dan sederhana tapi tak mendapat perhatian serius dari orang
yang semestinya memperhatikannya, baik pemerintah maupun DPR tak mampu
melahirkan UU yang bisa mengatur agar penghasilan buruh bisa untuk hidup layak.
Yang ada malah membenarkan tindakan out sourching, yang didalam UU Tenaga Kerja
kita diperhalus kalimatnya menjadi perjanjian kerja waktu tak tertentu, sebuah
kalimat yang terkesan memusingkan kepala dalam memaknainya, padahal intinya tak
lebih memperbudak manusia (buruh) oleh sekelompok manusia lainnya yang dekat
dengan pengusaha / penguasa.
Pengaturan upah hanya ditetapkan
dengan peraturan pemerintah dengan istilah upah minimum, dulu disebut Upah
Minimum regional, kemudian diganti dengan upah minimum provinsi, mungkin esok
lusa entah upah minimum apa lagi, sesuai dengan namanya upan minimum maka yang
diterima buruh sudah dapat dipastikan sangat minim.
Soal upah ini seharusnya
Pemerintah bersama DPR bisa membuat aturan perundang-undangan yang menjamin
hidup dan kesejahteraan kaum buruh, dengan menetapkan ring pengupahan. Mengatur
sistem upah dengan sebuah perbandingan, semisalnya 1 berbanding 15, jika upah
pejabat tertinggi diperusahaan itu Rp. 45.000.000,- maka upah minimumnya Rp. 3.000.000,-
Dan jika gaji presiden Rp. 75 juta rupiah maka upah minimum bagi rakyat Rp. 5 juta
perbulan.
Buruh, tenaga kerja atau apapun
sebutannya, bukanlah sesuatu yang penting, hal yang menjadi tuntutan mereka
sepanjang waktu adalah peningkatan kesejahteraan hidup, dan itu pulalah yang mereka
perjuangkan disetiap ada kesempatan, termasuk setiap datangnya May Day, Hari
Buruh sedunia. Selagi kesejahteraannya tidak diperhatikan, maka selama itu
pulalah mereka akan tetap menuntut, maka jangan salahkan jika mereka turun
kejalan merayakan hari buruh sedunia sambil berteriak menuntut haknya, HAK
UNTUK HIDUP LAYAK.
0 comments:
Post a Comment