Rosidi, mengutip sisa pohon jati yang ditebang dan dibiarkan
tergeletak dihutan pada pada 5 November 2011, dan tak jelas apakah kayu
itu dijadikannya sebagai bahan baku industri kayu olahan yang
menghasilkan jutaan rupiah baginya atau hanya sekedar menjadi kayu api
yang menyala ditungku rumahnya, yang jelas menurut taksiran warga nilai
kayu Jati itu tak lebih dari Rp. 600 ribu.
Empat bulan setelah peristiwa itu atau tepatnya pada 22 Februari
2012, ia ditangkap dan dijebloskan kepenjara, selanjutnya dalam
persidangan Rosidi didakwa oleh jaksa penuntut umum telah melanggar
pasal 50 ayat 3 UU No 41/1999 tentang Kehutanan, dengan ancaman hukuman
maksimal 10 tahun penjara plus denda maksimal Rp 5 miliar.
Malang nian nasib saudara kita yang satu ini, kekayaan yang berhasil
dikumpulkannya dari hasil mengambil kayu afkir dihutan itu tak sebanding
dengan apa yang dimiliki oleh Gayus dan Nazaruddin, tetapi ancaman
hukuman yang menantinya jauh diatas vonis terhadap kedua tersangka yang
didakwa menggarong uang negara bermilyaran rupiah itu.
Proses hukum terhadap dirinya ditengarai penuh dengan hal-hal aneh
dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Dalam berita acara pemeriksaan
polisi di sebutkan karena dia buta huruf dan buta hukum maka Rosidi
tidak mau didampingi penasehat hukum, padahal sejatinya dia harus
didamping penasehat hukum mulai dari sejak pemeriksaan ditingkat awal.
Apalagi dakwaan yang dituduhkan kepadanya dengan ancaman hukuman lebih
dari 5 tahun. Sementara itu menurut ketentuan pasal 56 ayat 1 KUHAP
dengan tegas menyebutkan bagi terdakwa yang kurang mampu, pejabat yang
bersangkutan wajib menunjuk penasehat hukum.
Kesalahan yang didakwakan kepadanya juga lebih aneh lagi, yakni
melanggar UU No 41/1999 tentang Kehutanan. UU ini dibuat untuk
memberantas dan menghukum pelaku kejahatan ilegal loging bukan untuk
pencuri kayu. Penerapan UU kehutanan dinilai merupakan kekeliruan,
mengingat Rosidi bukan seorang penebang kayu dihutan tetapi hanya
mengambil kayu yang sudah ditebang dan dibiarkan begitu saja oleh
pemiliknya.
Apa sebenarnya yang sedang terjadi dinegeri ini, hukum bagaikan
sebilah parang yang matanya hanya tajam kebawah tetapi tumpul keatas.
Hukum begitu gagah beraninya terhadap seorang Rosidi tetapi terlalu
majal (tumpul) bila berhadapan dengan pengusaha dan penguasa. Peristiwa
Rosidi ini sungguh merupakan peristiwa yang memilukan rasa keadilan
kita, sekaligus menggambarkan betapa carut marutnya sistem dan tata cara
penerapan hukum dinegeri ini.
Apapun yang akan kita katakan barangkali tidak akan membuat nasib
Rosidi menjadi lebih baik, dia sudah terlanjur ditahan meskipun MA
memutuskan maling dibawah Rp. 2,5 juta tidak perlu ditahan. Sebesar
apapun pembelaan yang diberikan kepadanya namun hukuman 10 tahun penjara
tetap akan mengancamnya. Satu-satunya cara yang bisa dilakukan oleh
Rosidi hanyalah berserah diri secara total kepada Allah SWT, semoga
Allah yang maha adil membukakan pintu hati nurani Hakim yang sedang
mengadili perkaranya sehingga Rosidi dapat menggapai rasa keadilan yang
didambakannya, semoga.
0 comments:
Post a Comment