Kemendagri mengajukan RUU Pilkada dan revisi UU No 32/2004 tentang
Pemda, dan jika RUU tersebut jadi diundangkan maka Gubernur tidak lagi
dipilih langsung oleh rakyat tetapi dipilih oleh DPRD setempat.
Pembahasan RUU dimaksud dimulai pada bulan Mei ini.
Niat pemerintah pusat untuk merubah tata cara pemilihan Gubernur dari
pemilihan langsung menjadi pilihan DPRD sudah lama terdengar, dalam
beberapa kesempatan Mendagri selalu mewacanakan hal itu.
Kemendagri beralasan bahwa Gubernur merupakan perwakilan dari dari
pemerintah pusat didaerah, dan yang lebih penting lagi pelaksanaan
pemilihan Gubernur secara langsung seperti sekarang ini beresiko
menimbulkan cost politik yang besar. Akibatnya setelah terpilih Gubernur
yang bersangkutan tidak fokus pada program yang sudah dikampanyekannya
tetapi berusaha untuk mengembalikan modal kampanyenya. Itulah salah
satu sebab kenapa pemerintah pusat dalam hal Mendagri bersikeras untuk
mengajukan perubahan UU No. 32/2004.
Sistem Pemilihan Gubernur secara langsung telah melahirkan
pemerintahan daerah yang lebih legitimet, didukung oleh sebagian besar
rakyat dan mencerminkan kedaulatan rakyat didaerah, kedudukannya menjadi
lebih kuat dan tidak bisa diturunkan oleh DPRD. Namun sistem ini juga
menimbulkan banyak persoalan, menimbulkan cost politik yang besar,
membuka peluang bagi praktik jual beli suara, dan yang tak kalah penting
mengganggunya adalah keberadaan tim sukses yang bisa memengaruhi
kebijakan seorang Gubernur terpilih. Tim sukses yang semula bertujuan
mengantarkan sang calon sampai saat terpilih menjadi gubernur akhirnya
menjadi kelompok yang paling berkuasa selama gubernur tersebut menjabat.
Berbagai kekuarangan sistem pemilukada langsung oleh rakyat tersebut,
sesungguhnya tidak bisa dijadikan alasan merubah sistem pemilihan
Gubernur dari langsung menjadi pilihan DPRD. Perubahan yang seperti ini
akan mencederai perasaan rakyat, karena hak dan kedaulatannya dalam
menentukan pemimpinnya didaerah dirampas dengan Undang-Undang dan
diserahkan kepada DPRD.
Menurut konstitusi, DPRD adalah lembaga yang mewakili rakyat, tapi
tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua keputusan DPRD itu mencerminkan
aspirasi rakyat yang diwakilinya. Jika pemilihan langsung akan
menimbulkan cost politik yang tinggi, maka sebaliknya pemilihan oleh
DPRD akan membuka peluang terjadinya money politik, politik dagang sapi
dan jual beli suara atas nama kepentingan partai juga tidak akan
terhindarkan.
Jadi, dipilih langsung atau dipilih oleh DPRD, sama-sama memiliki
kelebihan dan kekurangan, maka untuk mengatasi persoalan yang
ditimbulkan oleh sistem yang ada sekarang ini bukanlah dengan cara
menyerahkannya kembali kepada DPRD setempat, tetapi memperketat aturan
main dalam pemilihan, mengawasi dengan cara seksasama dan menindak TEGAS
calon yang menyalahi aturan , dengan demikian pemilihan gubernur secara
langsung tetap harus dipertahankan.
Tanpa aturan yang jelas dan penegakan hukum yang tegas, niscaya
pemilukada tetap tidak akan membawa manfaat bagi masyarakat didaerah,
sebagus apapun sistem yang dibuat hasilnya tetap saja memble. Dan
menyerahkan kembali pemilihan Gubernur ke DPRD, sama artinya merampas
hak dan kedaulatan rakyat.
0 comments:
Post a Comment