Motto :

Membaca sebanyak mungkin, Menulis seperlunya
Powered by Blogger.

Visitors

Powered By Blogger

Featured Posts

Like us

ads1

Kebangkitan Nasional

Written By lungbisar.blogspot.com on Sunday, May 20, 2012 | 7:17 PM

Tanggal 3 Juli 1946 Tan Malaka dan Mohammad Yamin melakukan kudeta, merebut kekuasaan negara secara paksa. Kudeta tersebut ditengarai mendapatkan dukungan dari masyarakat, dan dikhawatirkan akan menimbulkan perpecahan bangsa. Oleh karenanya Muhammad Hatta memandang perlu membangkitkan kembali kesadaran Nasional untuk membangun Indonesia kedepan.

Untuk mengobarkan kembali semangat persatuan dan kesatuan itu, maka dipilihlah hari lahirnya BOEDI OETOMO (perkumpulan yang didirkan oleh Sutomo dan rekan-rekannya dari STOVIA tanggal 20 mei 1908), sebagai hari kebangkitan Nasional. Diyakini oleh banyak pihak, bahwa perkumpulan Boedi Utomo telah mengilhami berbagai tokoh pergerakan bangsa untuk bangkit dan bersatu melawan penjajahan, maka secara berturut-turut kemudian lahirlah Soempah Pemuda, Indische Partij, Syarikat Dagang Islam, Muhammadiyah dan muaranya adalah proklamasi kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945, dan selanjutnya tanggal 20 mei diperingati sebagai hari kebangkitan Nasional.

Kemdian sejarah berulang kembali, 90 tahun berikutnya Indonesia kembali bergolak, mahasiswa menuntut agar penguasa yang dijalankan secara otoriter direformasi menjadi pemerintahan yang demokratis. Gerakan Mahasiswa yang mendapat dukungan dari sebagian besar komponen bangsa itu akhirnya berhasil menurunkan Soeharto sebagai penguasa rezim Orde Baru, dan melahirkan era pembaharuan yang lazim disebut sebagai era Reformasi.

Reformasi yang dicita-citakan oleh gerakan mahasiswa itu kini sudah berusia 14 tahun, Soeharto yang dianggap sebagai penguasa tunggal Orde baru sudah dilengserkan, rezim otoriter sudah dikuburkan, tapi nasib bangsa ini masih saja memprihatinkan, perubahan kekuasaan dari otoriter ke Demokrasi ternyata tidak dengan begitu saja  mampu memenuhi harapan publik untuk bangkit dari keterpurukan. Jangankan untuk mengatasi hal-hal yang besar dan fundamental, mengatur BBM saja pemerintahan sekarang ini kelimpungan. Kesenjangan sosial makin menganga lebar, pembangunan selalu identik dengan penggusuran, pemilihan umum, pemilihan presiden, dan pemilihan kepala daerah seperti membangun permusuhan. Demokrasi bergerak kearah yang salah dari substansial menjadi transaksional.

Penegakan hukum masih tebang pilih, bagaikan pisau dapur yang tajam kebawah tapi tumpul keatas. Korupsi merajalela, merasuk disetiap sudut dan ruang penyelenggara negara, baik di eksekutif,  legislatif maupun pihak yudikatif saling melindungi dan bekerja sama. Jika zaman Orba, pejabatnya melakukan korupsi dibawah meja, maka diera Reformasi ini dengan meja-mejanya sekalian dikorup secara berjamaah.

Pemberantasan Korupsi terasa bagaikan jalan ditempat, KPK dengan segenap kekuasaan yang dimilikinya seakan tak mampu berbuat banyak karena tumpukan perkara semakin menjadi, selesai satu tumbuh seribu. Kasus-kasus besar seperti mafia pajak, Bail Out Century, Rekening Gendut dan Wisma Atelit yang ditengarai melibatkan berbagai pihak tidak selesai dengan tuntas, bahkan menjadi permainan politik dan menjadi alat tawar menawar antara para politisi.

Partai Politik yang diharapkan menjadi pilar Demokrasi, ternyata gagal menjalankan fungsinya, sehingga seorang Pramono Anung menulis kesimpulan dalam disertasinya bahwa sebagian besar angota parpol yang masuk ke DPR bukan untuk mewakili rakyat, tapi untuk mengais rezeki.
Dalam situasi yang seperti ini, diharapkan ada pemimpin yang seara tulus ikhlas mengabdi demi kepentingan bangsa, berbuat yang terbaik dan mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun jika yang muncul kemudian adalah para penabur janji dan pembual yang tak pernah mampu melakukan perubahan kearah yang lebih baik, maka Hari Kebangkitan Nasional yang kita peringati hari ini akan berubah maknanya menjadi HARI KEBANGKRUTAN NASIONAL.
7:17 PM | 0 comments | Read More

Keadilan Untuk Rosidi

Written By lungbisar.blogspot.com on Friday, May 18, 2012 | 10:41 AM

Rosidi, mengutip sisa pohon jati yang ditebang dan dibiarkan tergeletak dihutan pada pada 5 November 2011, dan  tak jelas apakah kayu itu dijadikannya sebagai bahan baku industri kayu olahan yang menghasilkan jutaan rupiah baginya atau hanya sekedar menjadi kayu api yang menyala ditungku rumahnya, yang jelas menurut taksiran warga nilai kayu Jati itu tak lebih dari Rp. 600 ribu.

Empat bulan setelah peristiwa itu atau tepatnya pada 22 Februari 2012, ia ditangkap dan dijebloskan kepenjara, selanjutnya dalam persidangan Rosidi didakwa oleh jaksa penuntut umum telah melanggar  pasal 50 ayat 3 UU No 41/1999 tentang Kehutanan, dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara plus denda maksimal Rp 5 miliar.

Malang nian nasib saudara kita yang satu ini, kekayaan yang berhasil dikumpulkannya dari hasil mengambil kayu afkir dihutan itu tak sebanding dengan apa yang dimiliki oleh Gayus dan Nazaruddin, tetapi ancaman hukuman yang menantinya jauh diatas vonis terhadap kedua tersangka yang didakwa menggarong uang negara  bermilyaran rupiah itu.

Proses hukum terhadap dirinya ditengarai penuh dengan hal-hal aneh dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Dalam berita acara pemeriksaan polisi di sebutkan karena dia buta huruf dan buta hukum  maka Rosidi tidak mau didampingi penasehat hukum, padahal  sejatinya dia harus didamping penasehat hukum mulai dari sejak pemeriksaan ditingkat awal. Apalagi dakwaan yang dituduhkan kepadanya dengan ancaman hukuman lebih dari 5 tahun.  Sementara itu menurut ketentuan pasal 56 ayat 1 KUHAP dengan tegas menyebutkan bagi terdakwa yang kurang mampu, pejabat yang bersangkutan wajib menunjuk penasehat hukum.

Kesalahan yang didakwakan kepadanya juga lebih aneh lagi, yakni melanggar  UU No 41/1999 tentang Kehutanan. UU ini dibuat untuk memberantas dan menghukum pelaku kejahatan ilegal loging bukan untuk pencuri kayu. Penerapan  UU kehutanan dinilai merupakan kekeliruan, mengingat Rosidi bukan seorang penebang kayu dihutan tetapi hanya mengambil kayu yang sudah ditebang dan dibiarkan begitu saja oleh pemiliknya.

Apa sebenarnya yang sedang terjadi  dinegeri ini,  hukum bagaikan sebilah parang yang matanya hanya tajam kebawah tetapi tumpul keatas. Hukum begitu gagah beraninya terhadap seorang Rosidi tetapi terlalu majal (tumpul) bila berhadapan dengan pengusaha dan penguasa. Peristiwa Rosidi ini sungguh merupakan peristiwa yang memilukan rasa keadilan kita, sekaligus menggambarkan betapa carut marutnya sistem dan tata cara penerapan hukum dinegeri ini.

Apapun yang akan kita katakan barangkali tidak akan membuat nasib  Rosidi menjadi lebih baik, dia sudah terlanjur ditahan meskipun MA memutuskan maling dibawah Rp. 2,5 juta tidak perlu ditahan. Sebesar apapun pembelaan yang diberikan kepadanya namun hukuman 10 tahun penjara tetap akan mengancamnya. Satu-satunya cara yang bisa dilakukan oleh Rosidi hanyalah berserah diri secara total kepada Allah SWT, semoga Allah yang maha adil  membukakan pintu hati nurani Hakim yang sedang mengadili perkaranya sehingga Rosidi dapat menggapai rasa keadilan yang didambakannya, semoga.
10:41 AM | 0 comments | Read More

Ani, Calon Presiden RI

Written By lungbisar.blogspot.com on Wednesday, May 16, 2012 | 8:12 PM


Wacana pencalonan Ani Yudhoyono sebagai presiden RI mencuat kembali, pengusungnya memang bukan orang yang sama tapi masih dari lingkungan yang sama, kader Partai Demokrat. Jika sebelumnya wacana ini mereda setelah SBY menyatakan isteri dan anaknya tidak akan maju pada pilpres 2014 mendatang, maka kini belum terdengar suara penolakan dari Cikeas, apakah menolak atau menerima usulan tersebut.

Dalam perpolitikan negeri ini semuanya serba mungkin terjadi, jika kemarin menolak hari ini mungkin menerima,  keputusan dan kebijakan politik juga  sangatlah dinamis, bergerak dan berubah-ubah dengan cepatnya, bisa  dalam hitungan menit dan bahkan saking cepatnya terkadang kita tak sempat menghitungnya, sehingga tidak tertutup kemungkinan saat ini secara diam-diam sang calon sudah mempersiapkan diri untuk maju kegelanggang pertarungan, dan oleh sebuah tim yang sengaja dibentuk untuk itu melempar wacana untuk mengetahui bagaimana reaksi dan penerimaan publik.

Sebagai warga negara, Ani Yudhoyono juga memiliki hak yang sama dengan orang lain yang kini sedang mempersiapkan diri untuk maju sebagai calon presiden. Dia sejajar dengan Ical dan Besannya Hatta Rajasa yang digadang-gadang oleh partai pendukungnya masing-masing. Ani Juga tidak kalah gesit, cerdas  dan cantik bila dibandingkan dengan Sri Mulyani, pokoknya dari sudut manapun kita tilik tidak ada sesuatu yang bisa menghambat pencalonnya. Jadi sah-sah saja bila Partai Demokrat mencalonkan Ani Yudhoyono sebagai calon presiden.

Persoalan yang muncul kemudian adalah apakah seorang Ani Yudhoyono mampu dan diterima oleh rakyat pemilih atau tidak ? Pertanyaan inilah yang sulit dijawab, karena unjian akhirnya adalah saat pemilu nanti, dan akan lebih sulit lagi jika pertanyaannya masuk kewilayah etika dan asas kepatutan.
Barangkali, karena asas kepatutan inilah jauh-jauh hari SBY sudah mengingatkan bahwa dari lingkungan keluarganya tidak akan maju dalam pilpres 2014 yang akan datang, hanya saja kader Partai Demokrat tidak memaknai pernyataan SBY itu sebagai sikap orang Timur yang senantiasa menjunjung tinggi etika dan sopan santun dalam kekuasaan.
8:12 PM | 0 comments | Read More

Marzuki, Ngawur dan Gegabah

Written By lungbisar.blogspot.com on Wednesday, May 9, 2012 | 9:19 AM

Ketua DPR Marzuki Alie mengatakan korupsi saat ini dilakukan oleh orang-orang pintar lulusan perguruan tinggi, tak terkecuali UI, UGM dan ITB. Pernyataan tersebut kontan mendapat tanggapan dari berbagai pihak,  salah satunya Said Didu, ketua Ukatan Alumni IPB.
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN ini menyesalkan sikap Marzuki yang terlalu cepat membuat kesimpulan seperti itu, dan menganggap pernyataan Marzuki itu sebagai sesuatu yang tak berdasar.
"Sebagai Ketua Alumni IPB menyesalkan kesalahan Ketua DPR dalam menarik kesimpulan tentang alumni PT korupsi. Secara statistik tidak bisa dipertanggungjawabkan karena jika ada alumni PT tertentu dipastikan secara statistik tidak mewakili populasi alumninya, sehingga tidak bisa memberi nama mereka sebagai alumni," jelas Said sebagai mana yang dikutip oleh Detik.com, Selasa (8/5/2012).
Selain Said Didu, Fadli Zon pentolan Partai Gerindra itu juga menilai Marzuki gegabah dalam membuat kesimpulan, bahkan lebih tegasnya lagi dia menyatakan itu pernyataan Ngawur.
Pernyataan Marzuki itu ada juga benarnya, karena pelaku tindak pidana korupsi itu sebagian besar adalah mereka yang bergelar akademik. Namun Marzuki lupa bahwa yang membuat mereka bisa melakukan korupsi adalah kesempatan bukan gelar akademiknya.
Dinegeri ini siapa saja bisa melakukan korupsi selagi ada kesempatan, tidak peduli apakah dia seorang sarjana atau hanya seorang alumni sekolah dibawah pohon rindang. Justeru karenanyalah pada hari ini kita melihat banyak PNS, pejabat negara, dan para politisi  yang antri digaruk KPK masuk kedalam bui. Kelompok inilah yang paling "berkesempatan" melakukannya, apalagi pejabat negara dan politisi yang berkaitan dengan anggaran makin terbuka lebar kesempatan untuk itu.
Sebagian besar yang sudah divonis bersalah, sedang dalam proses dan yang akan dijadikan tersangka adalah dari kalangan PNS, pejabat dan politisi, sedikit diantaranya dari pihak swasta dan mereka tersangkut bukan karena gelar akademisnya, tetapi karena memiliki kesempatan dan terkadang dilindungi oleh tangan kekuasaan.
Kesimpulannya, untuk melakukan korupsi tidak perlu sekolah tinggi, yang penting adalah KESEMPATAN, oleh karenanya Marzuki perlu merenungkan kembali ucapannya, jika tidak, alangkah malangnya nasib rakyat negeri ini, memiliki wakil rakyat yang senantiasa dinilai ngawur dan gegabah dalam setiap ucapan dan tindakannya.
9:19 AM | 0 comments | Read More

Pemilihan Gubernur

Written By lungbisar.blogspot.com on Tuesday, May 8, 2012 | 9:51 PM

Kemendagri mengajukan RUU Pilkada dan revisi UU No 32/2004 tentang Pemda, dan jika RUU tersebut jadi diundangkan maka Gubernur tidak lagi dipilih langsung oleh rakyat tetapi dipilih oleh DPRD setempat. Pembahasan RUU dimaksud dimulai pada bulan Mei ini.
Niat pemerintah pusat untuk merubah tata cara pemilihan Gubernur dari pemilihan langsung menjadi pilihan DPRD sudah lama terdengar, dalam beberapa kesempatan Mendagri selalu mewacanakan hal itu.
Kemendagri beralasan bahwa Gubernur merupakan perwakilan dari dari pemerintah pusat didaerah, dan yang lebih penting lagi pelaksanaan pemilihan Gubernur secara langsung seperti sekarang ini beresiko menimbulkan cost politik yang besar. Akibatnya setelah terpilih Gubernur yang bersangkutan tidak fokus pada program yang sudah dikampanyekannya tetapi berusaha  untuk mengembalikan modal kampanyenya. Itulah salah satu sebab kenapa pemerintah pusat dalam hal Mendagri bersikeras untuk mengajukan perubahan UU No. 32/2004.
Sistem Pemilihan Gubernur secara langsung telah melahirkan pemerintahan daerah yang lebih legitimet, didukung oleh sebagian besar rakyat dan mencerminkan kedaulatan rakyat didaerah, kedudukannya menjadi lebih kuat dan tidak bisa diturunkan oleh DPRD. Namun sistem ini juga menimbulkan banyak persoalan, menimbulkan cost politik yang besar, membuka peluang bagi praktik jual beli suara, dan yang tak kalah penting mengganggunya adalah keberadaan tim sukses  yang bisa memengaruhi kebijakan seorang Gubernur terpilih. Tim sukses yang semula bertujuan mengantarkan sang calon sampai saat terpilih menjadi gubernur akhirnya menjadi kelompok yang paling berkuasa selama gubernur tersebut menjabat.
Berbagai kekuarangan sistem pemilukada langsung oleh rakyat tersebut, sesungguhnya tidak bisa dijadikan alasan merubah sistem pemilihan Gubernur dari langsung menjadi pilihan DPRD. Perubahan yang seperti ini akan mencederai perasaan rakyat, karena hak dan kedaulatannya dalam menentukan pemimpinnya didaerah dirampas dengan Undang-Undang dan diserahkan kepada DPRD.
Menurut konstitusi, DPRD adalah lembaga yang mewakili rakyat, tapi tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua keputusan DPRD itu mencerminkan aspirasi rakyat yang diwakilinya. Jika pemilihan langsung akan menimbulkan cost politik yang tinggi, maka sebaliknya pemilihan oleh DPRD akan membuka peluang terjadinya money politik, politik dagang sapi dan jual beli suara atas nama kepentingan partai juga tidak akan terhindarkan.
Jadi, dipilih langsung atau dipilih oleh DPRD, sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan, maka untuk mengatasi persoalan yang ditimbulkan oleh sistem yang ada sekarang ini bukanlah dengan cara menyerahkannya kembali kepada DPRD setempat, tetapi memperketat aturan main dalam pemilihan, mengawasi dengan cara seksasama dan menindak TEGAS calon yang menyalahi aturan , dengan demikian pemilihan gubernur secara langsung tetap harus dipertahankan.
Tanpa aturan yang jelas dan penegakan hukum yang tegas, niscaya pemilukada tetap tidak akan membawa manfaat bagi masyarakat didaerah, sebagus apapun sistem yang dibuat hasilnya tetap saja memble. Dan menyerahkan kembali pemilihan Gubernur ke DPRD, sama artinya merampas hak dan kedaulatan rakyat.
9:51 PM | 0 comments | Read More

Calon Gubernur

Written By lungbisar.blogspot.com on Sunday, May 6, 2012 | 11:32 AM


"Saya mau jadi Gubernur," demikian pernyataan singkat dan mengejutkan yang dilontarkan oleh Ngah Sompot, dihadapan rekan-rekannya yang biasa mangkal di Warung Kopi Pak Bual. Ada yang menanggapinya sambil bergurau, serius dan ada pula keheran - heranan.
"Serius  Ngah ?"
"Ya, seriuslah," Jawab Ngah Sompot dengan nada tinggi. "Sebagai warga negara, saya juga punya hak yang sama dengan tokoh lainnya yang saat ini sedang sibuk mencalonkan diri," sambungnya lagi dengan penuh semangat.
"Calon dari Partai atau independence  ?"  Tanya Pak Bual.
“Terserah, kalau dapat perahu saya calon dari Partai, jika tidak saya pakai jalur independen,” jawab Ngah Sompot dengan nada serius. "Saya harus memulainya dari sekarang,  mengatur strategi dan taktis, mencari partai pendukung, mencari penyandang dana, dan membujuk rakyat dengan program yang bagus-bagus agar mereka bersimpati  dan  memilih saya,” sambungnya lagi
"Apa programnya Ngah ?"
"Meningkatkan kesejahteraan rakyat, memerangi korupsi, menegakkan keadilan, pendidikan murah, perlindungan tenaga kerja, berobat gratis, subsidi pupuk untuk petani dan lain-lainnya,." Jawab Ngah Sompot dengan penuh semangat.

"Hebat betul programnya Ngah, itu baru sebuah ide dan cita-cita yang besar,” potong Lung Bisar
“Ya hebatlah, siapa dulu, Hem Sompot gitu lho," jawab Ngah Sompot dengan sedikit menyombong. "Kata Bung Karno, gantungkanlah cita-cita mu setinggi bintang dilangit." Sambungnya lagi, dengan  hati yang berbunga-bunga dan semangat yang membara.
"Jika sudah terpilih nanti, program apa yang akan menjadi prioritas Ngah?"
"Kalau  sudah terpilih nanti, saya akan mulai menghitung kembali berapa modal yang sudah dikeluarkan kemudian berpikir bagaimana cara mengembalikannya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Soal kesejahteraan rakyat nanti dulu, kesejahteraan sayalah yang harus diutamakan, lha wong saya inikan Gebernur. Mana mungkin seorang  penguasa dinegeri kaya hidupnya melarat." Jawab Ngah Sompot sambil menyeruput kopinya.
 "Bagaimana dengan pemberantasan korupsi ?" Tanya salah seorang wartawan.
"Saya akan meminta KPK agar menyikat habis para koruptor yang menjadi lawan politik saya, jawabnya tegas."
"Lha itu namanya  curang."
"Halah, dasar BEBAL kamu, dinegeri ini kalau tak curang mana bisa menang, kalau tak ingkar janji bukan politisi namanya, dan kalau tak korup mana mungkin bisa hidup senang, cam kan itu," jawab Ngah Sompot  sambil beranjak dari tempat duduknya.
"Kemana Ngah ?" tanya Pak Bual sambil menyerahkan bon makan minum selama duduk diwarung tersebut.
"Saya mau mencalonkan diri dulu ya, nanti jika sudah jadi Gubernur semua utang ini akan saya lunasi, jawabnya  sambil berlalu meninggalkan warung kopi Pak Bual. Dan langkah gontai Ngah Sompot meninggalkan warung Kopi Pak Bual diiringi oleh para pendukung dan penjilatnya nya dengan yel yel  “Hidup Ngah Sompot, hidup Ngah Sompot hidup Ngah Sompot.”
11:32 AM | 0 comments | Read More

Isteri Nazar Minta Dijemput

Written By lungbisar.blogspot.com on Wednesday, May 2, 2012 | 10:02 PM

Neneng Sri Wahyuni tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi berencana ingin pulang ke Indonesia. Neneng yang juga isteri terpidana kondang Muhammad Nazaruddin itu ditetapkan sebagai buronan Kepolisian Internasional (Interpol) sejak Agustus 2011 lalu.

Sebagaimana diketahui, pelarian Neneng ke luar negeri bersamaan dengan kaburnya  Nazaruddin pada 23 Mei 2011 lalu. Saat itu Nazar suaminya sedang dalam penyelidikan pihak berwajib dan sebelum ditetapkan sebagai tersangka mereka berangkat ke Singapore. Alsasan Nazar mau berobat dan selaku usteri Nenang tentu turut serta mendampingi suaminya. Setelah Nazar ditetapkan sebagai tersangka keduanya hilang bak ditelan bumi sampai  akhirnya sang suami tertangkap di Cartagena, Kolombia, awal Agustus tahun lalu..

Sampai saat ini tidak ada kabar pasti dinegara mana Neneng berada ? Ada informasi yang menyebutkan dia berada di malaysia tapi tak pasti dan sebagaimana lazimnya seorang buronan tempat tinggalnya sering berpindah-pindah dan sulit dilacak. Maka KPK un seakan kehilangan jejak, tidak kuasa menangkapnya meskipun sudah minta bantuan interpol.

Kini, dengan sangat mengejutkan, Nazaruddin menyebutkan bahwa  isterinya Neneng  Sri Wahyuni minta dijemput dan dalam lewat sepucuk surat yang dikirimkannya ke KPK dia meminta jaminan ketenangan bagi isterinya. Sebuah kabar baik tentunya. Tapi perlu dipertanyakan kenapa tiba-tiba Nenang ingin pulang, adakah deal tertentu atau sesuatu yang membujuknya hingga dia jadi melunak dan bersedia pulang ketanah air, atau karena Neneng tergoda pada pribahasa yang menyebutkan Hujan emas dinegeri orang, Hujan batu dinegeri sendiri. Atau mungkin juga Neneng sudah tak tahan lagi hidup dalam pelarian, kesepian karena jauh dari suami dan didera rasa rindu sepanjang waktu, hingga dia memutuskan kembali ketanah air.

Niat Neneng untuk pulang pantas kita hargai, namun satu hal yang menjadi pertanyaan adalah mengapa dia sampai minta dijemput dan minta jaminan ketenangan. Sebegitu pentinyanyakah perempuan yang satu ini hinga dia minta dimanjakan. Enak betul hidupnya, setelah puas jalan-jalan keluar negeri dengan uang yang diduga hasil korupsi, lalu ketika ingin pulang minta dijemput bukan ditangkap, padahal dia sudaj ditetapkan sebagai tersangka dan selama ini telah merepotkan banyak pihak, sampai-sampai melibatkan Kepolisian Internasional (Interpol).

Jika Neneng memang punya niat yang tulus untuk kembali ketanah air, maka dia harus pulang dengan sendirinya, negara akan memberikan jaminan keamanan baginya sebagaimana yang diperoleh oleh warga yang lain, urusan ketenangan tergantung pada suasana bathin Neneng sendiri, jika dia tak bersalah tentu hatinya akan memiliki ketenangan, tapi jika minta dijemput bukan pulang namanya melainkan ditangkap pihak berwajib, maka dia akan diperlakukan sebagaimana tersangka yang lainnya, dan dengan sendirinya ketenangan bathinnya pasti terganggu.
10:02 PM | 0 comments | Read More

Nasib Buruh

Written By lungbisar.blogspot.com on Tuesday, May 1, 2012 | 12:56 AM

Selagi nasib BURUH tidak diperhatikan, maka selama itu pulalah mereka akan tetap menuntut dengan turun kejalan merayakan hari buruh sedunia sambil berteriak menuntut haknya, hak untuk hidup layak.         



Buruh,  sepatah kata yang dekat dengan keringat, kemiskinan dan terkesankan diabaikan. Begitu kata buruh diucapkan maka yang  terbayanglah dalam pikiran kita adalah butiran keringat dan tulang bersilang, hidup berhimpitan diruang sempit dengan kemungkinan hak-haknya yang terabaikan.
Pemerintah lebih cenderung menyebutnya dengan istilah tenaga kerja, itulah sebabnya hari ini tidak ada lagi UU perburuhan, melainkan UU Tenaga Kerja, dan justeru karenanya nasib kaum buruh tidak terlindungi secara utuh, Karena tidak ada UU yang secara khusus diperuntukan baginya.
Kesejahteraan hidup, sebuah tuntutan yang layak dan sederhana tapi tak mendapat perhatian serius dari orang yang semestinya memperhatikannya, baik pemerintah maupun DPR tak mampu melahirkan UU yang bisa mengatur agar penghasilan buruh bisa untuk hidup layak. Yang ada malah membenarkan tindakan out sourching, yang didalam UU Tenaga Kerja kita diperhalus kalimatnya menjadi perjanjian kerja waktu tak tertentu, sebuah kalimat yang terkesan memusingkan kepala dalam memaknainya, padahal intinya tak lebih memperbudak manusia (buruh) oleh sekelompok manusia lainnya yang dekat dengan pengusaha / penguasa.
Pengaturan upah hanya ditetapkan dengan peraturan pemerintah dengan istilah upah minimum, dulu disebut Upah Minimum regional, kemudian diganti dengan upah minimum provinsi, mungkin esok lusa entah upah minimum apa lagi, sesuai dengan namanya upan minimum maka yang diterima buruh sudah dapat dipastikan sangat minim.
Soal upah ini seharusnya Pemerintah bersama DPR bisa membuat aturan perundang-undangan yang menjamin hidup dan kesejahteraan kaum buruh, dengan menetapkan ring pengupahan. Mengatur sistem upah dengan sebuah perbandingan, semisalnya 1 berbanding 15, jika upah pejabat tertinggi diperusahaan itu Rp. 45.000.000,- maka upah minimumnya Rp. 3.000.000,- Dan jika gaji presiden Rp. 75 juta rupiah  maka upah minimum bagi rakyat Rp. 5 juta perbulan.
Buruh, tenaga kerja atau apapun sebutannya, bukanlah sesuatu yang penting, hal yang menjadi tuntutan mereka sepanjang waktu adalah peningkatan kesejahteraan hidup, dan itu pulalah yang mereka perjuangkan disetiap ada kesempatan, termasuk setiap datangnya May Day, Hari Buruh sedunia. Selagi kesejahteraannya tidak diperhatikan, maka selama itu pulalah mereka akan tetap menuntut, maka jangan salahkan jika mereka turun kejalan merayakan hari buruh sedunia sambil berteriak menuntut haknya, HAK UNTUK HIDUP LAYAK.

12:56 AM | 0 comments | Read More