Motto :

Membaca sebanyak mungkin, Menulis seperlunya

Aroma Belacan Bakar

Written By lungbisar.blogspot.com on Friday, February 3, 2012 | 12:53 AM


Siang dengan mentari yang menyengat tubuh, Lung Bisar berhenti didepan sebuah rumah makan. Lama dia berdiri disitu hingga  pemilik warung itupun datang menghampirinya, mengajaknya masuk dan menawarkan hidangan yang tersedia. Lung Bisar sadar bahwa tawaran itu bukanlah tawaran yang gratis karena dia tau tabiat pemilik warung yang bakhil itu, sementara disakunya hanya ada beberapa keping uang logam sisa membayar sebotol Bi cui dan sekeping kue Bijan di kedai Helam.
“Masuk Lung, masih banyak meja yang kosong,” tutur pemilik warung itu.
”Ma kasih”, jawab Lung Bisar. Biarlah saya berdiri disini sejenak menikmati aroma bakar Belacan dari dapur tuan,” sambungnya lagi.

“Wah, kenak ni Lung Bisar,” desis pemilik warung itu dalam hatinya. “Ulung harus bayar,” Katanya sambil tersenge-sengeh.
“Bayar apanya ?” Tanya Lung Bisar dengan heran.
“Ulungkan sudah menikmati harumnya Bakar Belacan saya, ya harus bayar dong, mana ada yang gratis disini,” jawab pemilik warung itu dengan tegas.
“Dengan apa mau saya bayar.” Kata Lung Bisar sambil merogoh sakunya lalu ia mengeluarkan uang logamnya yang hanya tinggal beberapa keping.
“Tak mau tau,” potong pemilik warung itu dengan suara tinggi.”Pokoknya harus bayar,” sambungnya lagi dan dengan tanpa disengaja jarinya menyentuh tangan Lung Bisar, akibatnya uang logam Lung Bisar itu terjatuh kelantai dan berbunyi tiiiiiiiing.
“Waduh, merdu sekali bunyinya Lung ?” Tanya pemilik warung itu dengan raut muka kekaguman.
“Impas,” jawab Lung Bisar.
“Apanya yang impas ?”
“Saya menikmati aroma Belacan Bakar milik tuan, dan tuan menikmati dentingan uang logam saya, impaslah jadinya.” Jawab Lung Bisar sambil melenggang meninggalkan warung itu, tinggallah pemiliknya  yang terdiam dalam kebingungan.
He he he

0 comments: