Motto :

Membaca sebanyak mungkin, Menulis seperlunya

Secangkir Kopi Pahit dari Lung Bisar

Written By lungbisar.blogspot.com on Tuesday, January 31, 2012 | 1:40 AM


Sambil mendendangkan lagu Dindung Badindung, Ngah Leman mengharungi Sungai Rokan, menyeberang  dari Suak Temonggung menuju Batu Enam untuk bertemu dengan konco belangkinnya Lung Bisar.
Sambil mendayung sampan dia terus berdendang, sesekali ditimpali dengan siulan kecil, meski keringatnya bercucuran  namun dia tetap mengayuh menuju pantai tujuan.
Semilir angin yang bertiup menambah semangat dan tenaganya dan dengan bersusah payah akhirnya tiba jualah ia dirumah yang dituju, pondok kediaman Lung Bisar yang terletak ditengah ladang yang membentang.
Kehadiran Ngah Leman disambut hangat oleh Lung Bisar dengan segelas kopi tubruk sebagai pelepas dahaga.

Dan barangkali karena banyaknya tenaga yang terkuras dan panas laut yang begitu menyiksa , segelas kopi itu tak mampu menghapuskan dahaga Ngah Leman, walaupun sudah  habis segelas diteguknya rasa haus masih saja tetap bermain ditenggorokannya.
Mulutnya serasa berat untuk berterus terang minta tambah segelas lagi, tapi dia merasa harus minum lebih banyak, akhirnya dia carilah akal untuk minta tambuh.
“Dimana cangkir ini  dibeli ?”  Tanya Ngah Leman sambil menunjukan gelas yang sudah kosong, sebagai pertanda dia masih membutuhkan minuman.
“Dipajak jauh, harganya tiga belas ribu, satu set dengan ini, jawab Lung Bisar  pula sambil menunjukan tempat gula dan kopi yang sudah kosong.
Ngah Leman terdiam, Lung Bisar juga diam, dan diujung diam itu merekapun sama – sama tersenyum. Mengertilah Ngah Leman bahwa  sudah tidak ada lagi harapan untuk bertambuh karena kopi dan gula sudah habis, lalu diapun pamitan pulang.
“Ternyata Lung Bisar sangat sulit ditaklukkan, dia bukan hanya seorang pendekar ditengah gelanggang, tapi juga mahir bersilat lidah,” desis Ngah Leman sambil melangkah meninggalkan Lung Bisar dengan senyuman khasnya.

0 comments: