Motto :

Membaca sebanyak mungkin, Menulis seperlunya
Powered by Blogger.

Visitors

Powered By Blogger

Featured Posts

Like us

ads1

Angel Elga, Cawapres PPP

Written By lungbisar.blogspot.com on Monday, July 24, 2017 | 3:38 PM

Jumat, 21 Juli 2017, ketua umum PPP, Muhammad Romahurmuziy mengumumkan salah satu keputusan Mukernas PPP yang mencalonkan Joko Widodo sebagai presiden di Pemilu 2019.

"Karena itu ijinkan kami mengungkap secara singkat soal pencalonan Presiden. Bahwa kami kembali mencalonkan Bapak Presiden Jokowi di tahun 2019. Takbir. Allahu akbar. Takbir. Allahu akbar," ujar Romi dengan raut wajah yang berseri-seri, dan penuh percaya diri.

Keputusan Mukernas PPP yang disampaikan oleh Ketua Umumnya ini tentu sudah melalui pertimbangan yang matang, sebagaimana yang pernah disampaikannya beberapa waktu yang lalu bahwa PPP sudah sangat mantap untuk mengajukan Jokowi kembali sebagai calon presiden.

Jokowi, menurut Romi adalah sosok yang sederhana, memiliki sejumlah keberanian luar biasa di sejumlah bidang, sangat agresive dalam mengejar ketertinggalan. Tak heran bila terjadi pembangunan infrastruktur di segala bidang, Jokowi menurut Romi lagi, memiliki Etos kerja yang sangat luar biasa.

Tidak ada yang istimewa dengan keputusannya ini, dan merupakan hal yang lumrah jika menjelang pemilu sebuah Parpol membuat sebuah keputusan politik. Tapi sayangnya keputusan Romi ini terkesan setengah hati, karena keputusan ini masih menggantung, tidak menyebutkan nama calon wakil yang diusungnya.

Bagi awam seperti saya, kosongnya nama calon wapres ini akan menduga-duga, mungkinkah Romi berniat untuk mencalonkan diri sebagai cawapres, sehingga nanti pada waktu dan kesempatan yang tepat diungkapkan kepublik.
Atau bisa jadi PPP masih mempertimbangkan beberapa nama untuk diusulkan, dan nama itu bisa jadi dari kadernya sendiri atau bisa pula kader partai lain yang dicalonkan secara bersama, bahkan tidak tertutup pula kemungkinnya Romi akan sowan keistana minta petunjuk kepada Jokowi siapa nama cawapres yang dikehendakinya.

Terlepas dari semua kemungkinan diatas, bila Romi dan koleganya dipartai agak kesulitan mencari figur untuk dicalonkan maka izinkanlah saya mengusulkan nama ANGEL ELGA untuk diajukan sebagai calon wapres dari PPP. Kenapa harus Angel Elga, karena dia adalah kader PPP, dari pada memilih orang lain lebih baik mencalonkan kader sendiri. Toh Angel Elga juga merupakan kader yang memiliki potensi, dalam Pemilu tahun 2014 yang lalu dia merupakan kader yang diajukan sebagai Caleg PPP dari Dapil V Solo, sekampung dengan Jokowi.

Meskipun gagal ke Senayan, namun menurut data hasil rekapitulasi penghitungan suara KPU, pada Pileg 2014 untuk di Dapil V wilayah Solo, artis Angel Lelga Anggreyani memperoleh suara yang cukup banyak dibanding caleg lainnya dari Partai Persatuan Pembangunan. Dari sebanyak 8 caleg PPP, mantan istri raja dangdut Rhoma Irama itu memperoleh suara yang cukup banyak daripada caleg PPP lainnya yakni sebesar 1617 suara. Gagal sebagai Caleg bukan berarti menutup kemungkinan jadi Wapres.

Kekalahan Angel saat Pemilu lalu karena faktor lawan yang dihadapinya sangat berat, yakni Puan Maharani sang puteri Megawati yang dicalonkan oleh PDIP. Suara untuk caleg Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hanya mendapat 1.617 suara. Sementara Puan Maharani memperoleh 72.869 suara.


Dengan diajukannya Angel Elga, saya berharap kinerja Jokowi akan lebih bagus lagi, Elga itu seorang kader PPP dari Dapil yang sama dengan Jokjowi, penyanyi dangdut terkenal dan berwajah cantik pula. Potensi ini bisa mendongkrak elektabilitas Jokowi dan bisa pula memacu produktivitas meningkat etos kerja bangsa ini, bila gagal kita tak perlu lagi berunjuk rasa cukup menampilkan Elga untuk  berdangdut ria.
3:38 PM | 0 comments | Read More

Mungkinkah Ahok Menajukan Grasi

Ahok yang kita ketahui begitu keras melawan tuduhan yang dialamatkan padanya, seketika melunak ketika tiba pada puncak perlawanannya. Upaya Banding yang sejak awal sudah diproklamirkan dan direncanakan dengan rapi ternyata ditarik kembali. Pengacaranya yang sudah siap memasukkan memori banding harus rela jerih payahnya tidak menghasilkan apa-apa karena Ahok lewat sepucuk surat memutuskan untuk tidak melakukan banding.

Apa gerangan yang membuat Ahok tiba-tiba berpaling tadah, awalnya ngotot melawan keputusan hakim malah berubah menjadi orang yang menerima dengan ikhlas. Sikap Ahok ini juga membuat Jaksa Penuntut Umum menjadi repot yang selama ini sudah banyak mengumbar alasan dan jawaban atas penting tidaknya Jaksa melakukan banding.

Bagi terdakwa yang merasa tidak mendapatkan keadilan atas putusan hakim ditingkat pertama dapat melakukan upaya hukum dengan mengajukannya banding kepada pengadilan diatasnya, bila tidak puas juga masih ada upaya hukum yang bisa dilakukan dengan mengajukan kasasi, dan bila masih tetap merasa kurang puas siterdakwa dapat mengajukan peninjauan kembali dengan membawa bukti-bukti baru.

Tapi apa yang dilakukan Ahok nampaknya tidak sedemikian rupa, Banding yang direncanakan sejak awal ternyata dia batalkan. Keputusan tidak melakukan banding ini menyiratkan bahwa Ahok menerima keputusan hakim dan sekaligus sebagai tanda dia mengakui kesalahannya.

Perubahan sikap Ahok ini tidak ayal lagi berbuntut pada munculnya berbagai dugaan, mungkin Ahok sudah berhitung secara cermat bahwa kemungkinan untuk mendapatkan keringan hukuman ditingkat banding sangat tipis karena apa yang diputuskan hakim ditingkat pertama sudah merupakan sesuatu yang sangat meringankannya.

Kemungkinan lainnya adalah, bahwa Ahok sedang menyiapkan langkah-langkah untuk langsung mengajukan grasi kepada presiden, jadi tidak perlu bersusah payah lagi mengajukan banding yang bertingkat-tingkat dan memakan waktu yang lama sampai kepada upaya peninjauan kembali, cukup menerima apa adanya dan keputusan hakim dinyatakan incrah.

Jika memang ini yang diinginkan Ahok, maka dia harus berupaya membujuk Jaksa untuk mencabut upaya bandingnya, sehingga tidak ada lagi ganjalan baginya karena keputusan hakim ditingkat pertama sudah memiliki kekuatan hukum (incrah)  dengan demikian Ahok bisa dengan leluasa mengajukan Grasi.

Syarat mengajukan Grasi itu tidak terlalu berat, cukup dengan menyatakan menerima keputusan hakim, mengakui perbuatannya dan menyatakan salah, dan selanjutnya minta maaf kepada negara. Tapi prosesnya bisa memakan waktu yang lama, karena selama ini kita ketahui bahwa permohonan Grasi yang diajukan oleh para terpidana itu tidak serta merta dipenuhi oleh presiden.

Bagi Ahok sendiri, mengakui perbuatannya dan minta maaf itu mungkin sesuatu yang berat, karena selama menjalani persidangan kita lihat dia berusaha sekuat tenaga mengatakan tidak bersalah dan berupaya mematahkan semua tuduhan yang ditujukan kepadanya. Namun karena ini merupakan jalan terbaik dan singkat menuju kebebasan tentu dia akan berpikir ulang. Apa salahnya mengalah untuk menang, menarik langkah mundur untuk maju pada langkah berikutnya.


Jika dugaan ini benar, maka proses selanjutnya tentu menjadi urusan Presiden, dimaafkan atau tidak tergantung pada pertimbangannya. Dan biasanya dinegeri ini, untuk seorang Ahok selalu saja ada cara untuk mudahkan urusannya, termasuk urusan untuk membebaskannya. 
3:36 PM | 0 comments | Read More

Teater Koma

Sekelompok pengemis kota dibawah komando juragan Picum (diperankan oleh Budi Ros) tampil mengisi panggung, dengan terampil dan mahir mereka melakoni bujuk rayu pada setiap orang untuk menyisihkan uang recehannya. Itulah awal dari pementasan Opera Ikan Asin yang dimainkan oleh Teater Koma pada awal Maret lalu di Artpreneur Theater Jakarta, pementasan mana dimaksudkan sebagai perayaan hari ulang tahun Teater Koma yang ke 40.

Opera Ikan Asin ini berkisah tentang kedongkolan hati Picum terhadap Mat Piso (diperankan oleh Rangga Riantiarno) si Raja Bandit yang telah mempersunting anak daranya bernama Poli Picum (diperankan oleh Sekar Dewantari). Pernikahan puterinya dengan Mat Piso dilaksanakan tanpa restu darinya, sehingga Picum merasa dendam, dan berupaya untuk menyingkirkan Mat Piso.

Alkisah, atas bantuan dari seorang wanita penghibur bernama Yeyen (diperankan oleh Cornelia Agatha) akhirnya Mat Piso bisa ditangkap dan dijatuhi hukuman gantung, namun ketika Mat Piso sudah diseret ketiang gantungan yang terjadi bukanlah eksekusi hukuman mati, tapi malah sebaliknya Mat Piso dilantik menjadi anggota Volksraad (wakil rakyat).

Demikianlah penggalan kisah yang dimainkan oleh kelompok Teater Koma, sebuah  kelompok seni Teater yang didirikan N Riantiarno pada 1 Maret 1977 silam. Teater yang kini sudah berusia 40 tahun itu hingga kini masih tetap eksis dan menjadi kelompok teater yang terbilang ramai dijubeli oleh penonton.

Naskah aslinya berjudul The Beggar’s Opera,karya John Gay yang pernah dipentaskan dilondon sekitar tahun 1728. Naskah The Beggar’s Opera itu kemudian diubahsuaikan oleh N Riantiarno menjadi Opera Ikan Asin, sebuah kalimat pendek yang akrab ditelinga publik dan menjadi bagian dari hidup kita sehari-hari.

Cerita yang pada mulanya mengisahkan kehidupan masyarakat dikota London pada abat ke 19, diubah oleh Sutradaranya Teater Koma N Riantiarno menjadi kisah masyarakat Betawi pada zaman pemerintahan Hindia Belanda. Meskipun rentang waktunya jauh berbeda namun sesungguhnya bila dicermati dengan seksama, lakon cerita ini masih terasa relevan dengan kehidupan dinegeri kita pada saat ini, dimana seorang Bandit yang berkongsi Ria dengan penegak hukum mampu mengubah keputusan hakim, Mat Piso si Raja Bandit yang semestinya mati ditiang gantungan mendapat kehormatan menjadi wakil rakyat.

Kelompok Teater Koma memang tidak pernah berhenti berproduksi, dimulai sejak tahun 1977 dengan mementaskan Lakon Rumah kertas di Teater tertutup Taman Ismail Marzuki, hingga sekarang sudah tak terhitung lagi jumlah pementasan mereka,  data akurat tentang hitungan tampilan panggung mereka memang tidak ditemukan, namun tidak diragukan lagi jumlahnya lebih dari 1.500 kali pementasan.

Selain naskah Opera Ikan Asin dan Rumah Kertas, Teater Koma juga pernah memainkan lakon yang berjudul Sampek Engtay, Opera Kecoa, Opera Ular Putih, Sie Jin Kwie, Maaf Maaf Maaf,Inspektur Jenderal, Buriswara, Suksesi, Semar Gugat, Kala, Republik Bagong, Republik Togog, Republik Cangik dan Republik Petruk.

Khusus untuk Naskah Sampek Eng Tay, Teater Koma mendapat penghargaan MURI sebagai lakon yang pernah dipentaskan secara berturut-turut selama 15 tahun (1988 – 2004) dengan delapan pemain dan tujuh pemusik yang sama. Kemudian sepanjang rentang waktu dari tahun 1998 hingga tahun 2015, lakon Sampek Eng Tay, dibawa oleh Teater Koma berkeliling ditujuh kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Batam dan Medan dengan jumlah total pementasan sebanyak 103 kali.

Sepanjang sejarah berdirinya Teater Koma, juga pernah mengalami masa kelam, pada tahun kedua berdirinya ( 1978) pementasan naskah Maaf – Maaf – Maaf, dibatalkan oleh penguasa rezim Orde Baru, kemudian pada tahun 1990 Teater Koma kembali dilarang mementaskan lakon “Suksesi” dan yang sangat menyedihkannya lagi, ketika kelompok teater ini akan mementaskan Opera Kecoa pihak berwenang membatalkannya padahal saat itu tiket sudah ludes terjual.

Teater Koma memang kenyang dengan pelarangan, dan tidak jarang usai pementasan sutradaranya diintrerogasi dan diintimidasi, namun kesemuanya itu tidak membuat langkah mereka berhenti disuatu titik, bak namanya yang memakai tanda baca “Koma” , yang berarti jeda sejenak, kemudiantanpa merasa jera dia berproduksi kembali. 

Empat puluh tahun hanyalah sebuah bilangan, tapi untuk ukuran sebuah Teater, rentang usia sepanjang itu adalah sebuah bilangan yang luar biasa, Teater Koma masih tetap eksis ditengah banyaknya kelompok teater lain yang tenggelam ditelan zaman.


3:34 PM | 0 comments | Read More

Pelajaran Berharga dari Soni dan Liza

Sepasang anak muda Rokan Hilir Soni dan Nurliza, lolos dalam audisi Akademi  D4 Indosiar, Soni berasal dari Bagan Batu dan bermukim di Yogyakarta, sementara Nurliza masih duduk dibangku Madrasah Aliyah Bagansiapi-api. Keduanya mendapatkan golden tiket untuk maju dalam pertarungan berikutnya yang diselenggarakan oleh Indosiar di Jakarta.

Keberhasilan awal yang diraih oleh Soni dan Nurliza, membuat masyarakat Rokan Hilir, khususnya masyarakat Bagansiapi-api mendadak sadar, bangkit dari tidur panjangnya. Merekapun mulai bergegas, menghimpun kekuatan untuk memberikan dukungan dengan harapan agar kedua anak Jati Rokan Hilir  itu menjadi penyanyi Dangdut kenamaan, atau minimal salah satu diantaranya menjadi juara dalam kompetisi bergengsi tersebut.

Untuk memenuhi harapan inilah kiranya mendadak muncul himbaua agar warga Rokan Hilir khususnya warga Bagansiapi untuk mengirimkan dukungan SMS sebanyak-banyaknya, selain itu ada pula yang sengaja datang ke Jakarta menyaksikan langsung pertunjukan tersebut distudio 5 Indosiar Jakarta, “memberi Support,” demikian alasannya

Setelah beberapa kali tampil, akhirnya Nurliza dan Soni tersenggol, perjuangan mereka kandas, SMS dukungan yang diberikan tidak cukup untuk mengantarkan keduanya kebabak berikutnya, dan kehadiran warga Rohil distudio Indosiar juga tidak memberi bekas apapun. Keduanya harus menerima kenyataan bahwa dalam sebuah kompetisi menang dan kalah itu merupakan sebuah kewajaran.

Sebaliknya, bagi masyarakat Rokan Hilir sendiri kesadaran yang mendadak muncul akan arti pentingnya memiliki seniman besar yang berprestasi ditingkat Nasional perlu ditindak lanjuti, jangan sampai kekalahan Soni dan Liza membuat semangat masyarakat menjadi padam. Semangat berkesenian seperti itu perlu terus dikobarkan dengan kesadaran baru bahwa seorang seniman tidak lahir dari sebuah persitiwa dadakan seperti itu.

Kekalahan Soni dan Liza seharusnya menjadi cambuk pemicu bagi pemerintah Rohil dan segenap masyarakatnya, bahwa untuk tampil ditingkat nasional, untuk meraih prestasi gemilang tidak cukup hanya dengan mengirimkan SMS dan dukukungan semata, tapi perlu pengasuhan yang berkesinambungan dan pelatihan yang serius.

SMS yang dikirim dalam jumlah yang banyak belum tentu dihitung oleh penyelenggara, karena tidak tertutup kemungkinan berlaku ketentuan bahwa satu SMS untuk satu nomor telepon genggam, jadi jika ada satu nomor telpon yang mengirimkan SMS dalam jumlah yang banyak adalah sebuah dukungan yang salah kaprah, karena satu nomor hanya boleh mengirimkan satu SMS

Justeru itulah kiranya, kepulangan Soni dan Liza tidak perlu disambut dengan ratap tangis dan sikap saling menyalahkan, tapi perlu dihadirkan sebuah pemikiran bahwa untuk melahirkan seniman berbakat, memerlukan kerja keras dari semua pihak . Upaya konkrit dan terjadwal harus dilakukan, umpamanya dengan cara mengadakan latihan vokal secara rutin, pendidikan berkesian yang berkesinambungan, melaksanakan pestival ditingkat daerah dan lain sebagainya. Upaya ini jauh lebih baik dari pada melakukan umpat puji kepada orang lain yang tak jelas juntrungannya.

Untuk ananda Soni dan Liza, kami ucapkan terima kasih, kehadiran ananda berdua telah memberikan pelajaran berharga bagi segenap pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan di Rokan Hiril (terutama Dewan Keseniannya) akan arti pentingnya sebuah kerja pembinaan bakat seni yang selama ini sangat terabaikan. Lebih dari itu kehadiran ananda berdua telah membuat mata semua pihak jadi terbuka hingga mampu membedakan mana yang loyang dan mana pula tembaga.


3:29 PM | 0 comments | Read More

Jongos Atau Tuan dirumah sendiri

(Catatan ringan Tentang Ijin Usaha Keagenan Kapal)
Pemerintah RI cq Menteri perhubungan telah menerbitkan Peraturan yang melegalkan berdirinya usaha keagenan kapal (SIUPKK), baik untuk kapal dalam negeri maupun kapal asing. Selama ini ijin usaha keagenan kapal tersebut melekat pada Ijin usaha Perusahaan Angkutan Laut (SIUPAL).

Sepintas, Peraturan yang tertuang dalam Permenhub No. 11 tahun 2016 ini memang terasa memberikan kemudahan bagi siapapun untuk melakukan usaha keagenan, dapat menumbuhkan iklim usaha didalam negeri. Dan tentunya diharapkan dapat menciptakan persaingan sehat dibidang maritim mengingat jasa keagenan kapal tidak lagi menjadi monopoli dari pemegang SIUPAL.

Pemegang Ijin Usaha Keagenan (SIUPKK) tidak perlu menanam modal yang besar sebagaimana yang diwajibkan kepada Pemegang SIUPAL, cukup sekedar mencantumkan modal senilai Rp. 6 Milyard dalam akta pendirian perusahaan dan modal setornya seperempat dari itu atau senilai Rp. 1,5 Milyar. Perusahaan keagenan juga tidak diwajibkan memiliki kapal, cukup memiliki kantor sendiri atau sewa, serta seperangkat komputer yang bisa dihubungkan dengan internet.

Namun, dibalik kemudahan berusaha yang diberikan oleh pemerintah, muncul kekhawatiran kita akan nasib pemilik kapal dalam negeri. Mudahnya usaha mendirikan usaha keagenan kapal ini membuat sebagian orang berpikir untuk memutar haluan dari usaha angkutan laut menjadi usaha keagenan kapal.

Pemerintah lupa, bahwa negeri ini membutuhkan armada yang cukup banyak untuk mengangkut hasil muatan interinsuler maupun hasil produksi yang diekspor keluar negeri. Kekurangan armada inilah yang menyebabkan banyaknya kapal-kapal berbendera asing yang melayari laut Indonesia yang pada gilirannya menumbuh suburkan kegiatan keagenan kapal.

Tol Laut yang dicanangkan pemerintah sebagai Program unggulan untuk merangkai Nusantara ini, sangat membutuhkan armada dalam jumlah yang banyak, negeri ini terdiri dari beribu pulau yang hanya bisa dijangkau dengan kapal sebagai alat angkut. Meskipun pemerintah sudah menetapkan aturan yang ketat tentang muatan dari dan kepelabuhan  didalam negeri harus diangkut oleh kapal berbendera Indonesia, namun karena kurangnya jumlah kapal, kesempatan dan peluang itu tetap terbuka bagi kapal asing.

Demikian juga halnya dengan hasil produksi industri yang diekspor keluar negeri, seyogyanya ini merupakan kesempatan dan peluang emas bagi perusahaan angkutan laut Indonesia untuk mengangkutnya kepelabuhan tujuan diluar negeri, namun  kenyataannya pada hari ini, sebagian besar komiditi ekspor kita masih diangkut oleh kapal-kapal berbendera asing.

Ramainya kapal-kapal asing melayari laut dan sungai kita bukan karena pengusaha angkutan laut kita tidak mau melayani kepentingan dalam negeri, tetapi lebih karena pengusaha kita kekurangan armada, sehingga terpaksa menggunakan kapal berbendera asing.

Masuknya kapal-kapal asing ini pulalah yang menjadi penyebab tumbuh suburnya usaha keagenan, sebagian dari pengusaha kita yang tidak mau memanam modal besar, memilih menjadi representasi dari perusahaan angkutan laut asing dengan menjadi agen-agen kapal mereka, sehingga yang terjadi adalah persaingan usaha dibidang keagenan kapal antara perusahaan angkutan laut dengan perusahaan keagenan kapal.

Persaingan ini cepat atau lambat akan membat usaha angkutan laut mati dengan sendirinya, dan menumbuh suburkan usaha keagenan kapal. Perusahaan angkutan laut akan terseok-seok karena terbebani oleh persyaratan modal dan harus memiliki kapal, sementara usaha keagenan kapal cukup menyewa kantor dan memiliki satu unit komputer.

Karena tidak tahan dengan beban yang berat itu, bukan tidak mungkin pengusaha angkutan laut berubah pikiran menjadi pengusaha keagenan kapal. Modal usaha mereka alihkan kebidang yang lain, dan kapal yang ada dijual untuk mendapatkan dana segar. Akibatnya , kita bukan hanya kekurangan armada tapi juga kehilangan harga diri, karena kita tidak lagi berjalan menuju cita-cita menjadi tuan dilaut sendiri, tetapi menjadi jongos yang mengurus kapal-kapal asing yang berseliweran dinegeri ini.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah kita ingin menciptakan “Tuan atau Jongos” dirumah sendiri, dan oleh karena Itulah, banyak pihak yang merasa khawatir atas keputusan pemerintah tentang ijin usaha keganenan kapal dimaksud, kekhawatiran itu bukan disebabkan oleh persaingan usaha tetapi lebih dikarenakan oleh akibat yang ditimbulkannya.
Selamat berpikir.


3:28 PM | 0 comments | Read More

Panas Dingin Hubungan DPR dan KPK

Ditengah kesibukan KPK membongkar kasus Korupsi disekitar E-KTP, kembali pula muncul upaya DPR untuk melemahkan lembaga anti rasuah itu dengan cara mengajukan usulan revisi atas Undang-Undang KPK.  Salah satu isi yang termaktub dalam draft revisi yang kini gencar-gencarnya disosialisasikan dari kampus kekampus itu adalah larang terhadap KPK melakukan penyadapan tanpa seijin pengadilan.  Hal inilah yang diyakini oleh khalayak ramai merupakan akal-akalan anggota DPR untuk melemahkan KPK.

Usulan yang sama sebenarnya bukanlah hal baru, tapi sudah muncul sejak lama dan kandas ditengah jalan.  Bulan  Oktober 2010 muncul wacana  dari komisi III DPR untuk melakukan revisi UU KPK, wacana ini disikapi oleh pimpinan dewan dan kemudian pada Januari 2011 Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengirim surat ke Komisi III untuk membuat naskah akademik tentang revisi UU KPK, dan sejak itu rencana revisi UU KPK masuk dalam program legislasi nasional untuk tahun 2011.

Setahun kemudian Naskah Revisi UU KPK itupun rampung, isinya tentu saja dapat diduga berupa langkah-langkah yang bersifat melemahkan KPK.  Dalam naskah tersebut dicantumkan , antara lain hilangnya kewenangan penuntutan, izin penyadapan oleh ketua pengadilan, pembentukan dewan pengawas, dan batas penanganan kasus korupsi oleh KPK harus di atas Rp 5 miliar.
Naskah yang semula sudah dipersiapkan oleh Badan legislasi DPR itu ternyata batal dibahas, SBY selaku Presiden waktu itu menyatakan belum siap untuk membahasnya. Diluar gedung DPR terdengar pula teriakan berbagai pihak yang meminta DPR membatalkan Revisi UU dimaksud, dan akhirnya naskah revisi benar-benar tidak jadi dibahas.

Berhentikah DPR ? tentu saja tidak, semangat wakil rakyat untuk mempreteli kewenangan KPK tetap menggebu-gebu, penolakan SBY tidak membuat anggota Dewan patah Arang. Setelah pemerintahan berganti dan Jokowi terpilih menjadi presiden wacana itu mencuat kembali dan masuk dalam prolegnas tahun 2015.

Naskah revisi kali ini tidak hanya membatasi kewenangan KPK, tetapi malah muncul ide untuk membatasi usia KPK hanya sampai 12 tahun, setelah itu KPK dengan sendirinya akan bubar. Naskah revisi yang menmgerikan ini mendapat tantangan yang luar biasa dari publik, akhirnya pada bulan Februari 2016 Presiden dan DPR sepakat untuk menunda pembahasannya.

Kesepakatan antara presiden dan pimpinan Dewan itu hanya menunda pembahasan, dan ketika Ade Komarudin menjabat sebagai ketua DPR wacana itu hidup kembali, kali ini rencana Revisi UU KPK itu bukan lagi usulan pemerintah, tetapi merupakan inisiatif DPR, artinya Parlemen berupaya keras untuk merevisi UU KPK yang isinya membuat KPK tidak berdaya.

Meskipun Revisi UU KPK tidak masuk dalam prolegnas tahun 2017, namun Badan Keahlian DPR sibuk melakukan sosialisasi tentang pentingnya Revisi UU KPK, dengan cara melakukan seminar diberbagai kampus, seperti di Universitas Andalas, Padang, pada 9 Februari 2017, Universitas Nasional, Jakarta (28 Februari 2017), dan Universitas Sumatera Utara (17 Maret 2017).
Ditengah kesibukan sosialisasi Revisi UU KPK tersebut, DPR mendapat pukulan telak atas mecuatnya kasus E KTP. Kasus ini melibatkan banyak nama dari Senayan, termasuk salah satunya nama ketua DPR Setya Novanto, dalam kondisi seperti ini rasa tidak puas DPR terhadap sepak terjang KPK tentu semakin menjadi-jadi.


Kegagalan DPR mengjukan revisi UU KPK ingin dibayar oleh Fachri Hamzah dengan mengajukan hak angket, tapi usulan Fachri itu tidak mendapat respon dari anggota Dewan yang lain, bahkan menurut Eva Kusuma Sundari, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, menilai seharusnya langkah penegakan hukum tak perlu dikaitkan dengan hak politik DPR. Menurutnya, KPK mestinya diberi keleluasaan bekerja tanpa direpotkan oleh hak angket DPR. 
3:23 PM | 0 comments | Read More