Motto :

Membaca sebanyak mungkin, Menulis seperlunya

Sanggar Flamboyan

Written By lungbisar.blogspot.com on Friday, February 10, 2017 | 11:50 PM

Mentari sudah hampir jatuh diufuk Barat, langit memerah dan awan berarak manja mengiringi mentari merampungkan tugasnya menutup hari. Wajah senja kian teduh dan redup, sementara angin bertiup perlahan menyisir dedaunan yang kering dan berdebu.

Aku masih saja berdiri disitu, sambil menatap alam sekeliling, mengingat-ingat kembali pada teman-teman sebaya,  yang dulu pernah ada dan menjadi bagian dari perjalan hidupku. Kursi panjang dari kayu tempat kami duduk bersama, bersenda gurau dan bercengkerama,  bergitar ria dengan senandung lagu-lagu Koesplus, The Mercys, Panbers, dan lagu-lagu populer masa itu, melewati waktu malam yang lengang dan gulita, diteras rumah tua yang kami sebut sebagai Sanggar Flamboyant.

Kenangan itu terus bermain dalam ingatan ku, hayalanku surut jauh kemasa silam, masa masih kekanak dulu, bermain bola dihalaman berlumpur, mandi disungai yang airnya keruh seperti susu, main layang-layang dengan mata tersisik kelangit, main gasing dihalaman rumah Bahasan, main Patuk Lele, menangguk Ikan Lago dengan tudung saji.

Senja kian larut, wajahnya semakin redup, angin seakan berhenti berhembus, dan sayup-sayup terdengar suara azan dari Masjid Taqwa mengalun lantang. Kusimak baik-baik, kukerahkan segala kekuatanku untuk mengingat-ingat suara Muadzinnya, tapi “Ah, bukan ...... itu bukan suara Wak Seri,” desisku dalam hati.

Waktu sudah berlalu, berjalan jauh meninggalkan masa silam, menghapus jejak kenangan yang tak sempat tercatat.  Halaman rumah Tuk Bahasan yang dulu kami jadikan arena bermain Gasing kini sudah menyempit. Tak ada lagi anak-anak yang bersuka ria dengan derai tawa, melihat Gasing beradu putar, yang ada hanyalah wajah-wajah belia dengan gadget ditangannya.

Teras rumah yang kami jadikan sanggar kini telah berubah, pemiliknya sudah ganti berganti, tak ada lagi tempat bergitar, tak terdengar lagi riuh rendah suara tawa dan canda, yang ada hanyalah bunyi deringan smartphone dari sakunya.

Suasana senja yang dulu diramaikan dengan kekanak yang berbondong menuju Masjid kini sudah tak ada, sebagian memang masih terlihat datang memenuhi panggilan azan, namun sebagiannya lagi asyik masuk menyaksikan sinetron didepan tivi.


Teman-teman sepermainan dulu kini entah dimana, semuanya telah pergi membawa diri dan takdirnya meninggalkan tempat ini, yang tersisa hanyalah ukiran kenangan masa lalu yang tak mungkin dapat diulang kembali. 

0 comments: