Mentari sudah hampir jatuh diufuk Barat, langit memerah dan
awan berarak manja mengiringi mentari merampungkan tugasnya menutup hari. Wajah
senja kian teduh dan redup, sementara angin bertiup perlahan menyisir dedaunan
yang kering dan berdebu.
Aku masih saja berdiri disitu, sambil menatap alam
sekeliling, mengingat-ingat kembali pada teman-teman sebaya, yang dulu pernah ada dan menjadi bagian dari
perjalan hidupku. Kursi panjang dari kayu tempat kami duduk bersama, bersenda
gurau dan bercengkerama, bergitar ria dengan
senandung lagu-lagu Koesplus, The Mercys, Panbers, dan lagu-lagu populer masa
itu, melewati waktu malam yang lengang dan gulita, diteras rumah tua yang kami sebut
sebagai Sanggar Flamboyant.
Kenangan itu terus bermain dalam ingatan ku, hayalanku surut
jauh kemasa silam, masa masih kekanak dulu, bermain bola dihalaman berlumpur,
mandi disungai yang airnya keruh seperti susu, main layang-layang dengan mata
tersisik kelangit, main gasing dihalaman rumah Bahasan, main Patuk Lele, menangguk
Ikan Lago dengan tudung saji.
Senja kian larut, wajahnya semakin redup, angin seakan
berhenti berhembus, dan sayup-sayup terdengar suara azan dari Masjid Taqwa
mengalun lantang. Kusimak baik-baik, kukerahkan segala kekuatanku untuk
mengingat-ingat suara Muadzinnya, tapi “Ah, bukan ...... itu bukan suara Wak
Seri,” desisku dalam hati.
Waktu sudah berlalu, berjalan jauh meninggalkan masa silam, menghapus
jejak kenangan yang tak sempat tercatat. Halaman rumah Tuk Bahasan yang dulu kami jadikan
arena bermain Gasing kini sudah menyempit. Tak ada lagi anak-anak yang bersuka ria
dengan derai tawa, melihat Gasing beradu putar, yang ada hanyalah wajah-wajah
belia dengan gadget ditangannya.
Teras rumah yang kami jadikan sanggar kini telah berubah,
pemiliknya sudah ganti berganti, tak ada lagi tempat bergitar, tak terdengar
lagi riuh rendah suara tawa dan canda, yang ada hanyalah bunyi deringan
smartphone dari sakunya.
Suasana senja yang dulu diramaikan dengan kekanak yang
berbondong menuju Masjid kini sudah tak ada, sebagian memang masih terlihat
datang memenuhi panggilan azan, namun sebagiannya lagi asyik masuk menyaksikan
sinetron didepan tivi.
Teman-teman sepermainan dulu kini entah dimana, semuanya telah
pergi membawa diri dan takdirnya meninggalkan tempat ini, yang tersisa hanyalah
ukiran kenangan masa lalu yang tak mungkin dapat diulang kembali.
0 comments:
Post a Comment