Pemerintah dinilai
tidak serius dalam menangani serbuan tenaga kerja asing asal China yang masuk
ke Indonesia. Padahal kehadiran mereka telah mengambil porsi lapangan pekerjaan
yang seharusnya diperuntukan bagi tenaga kerja lokal.
Serbuan tenaga kerja
asing, terutama yang datang dari China ini memang sudah menjadi buah bibir,
jumlahnya meningkat dari tahun ketahun, dan yang lebih tidak masuk akalnya
lagi, ada sebagian mereka datang dengan visa kunjungan wisata dan tidak memiliki
ijin kerja dinegeri ini.
Kerisauan atas masuknya
tenaga kerja asing asal China inilah yang mendorong seorang Fachri Hamzah, menulis
cuitan diakun twiternya yang berbunyi "Anak bangsa mengemis menjadi babu
di negeri orang dan pekerja asing merajalela."
Saat menuliskan
cuitannya, sang wakil ketua DPR RI itu mungkin sedang berteriak lantang kepada
Pemerintah agar berpikir mengenai persoalan tenaga kerja asing yang menyerbu
Indonesia. Namun karena dia kurang cermat memilih kata, maka akhirnya berbalik
menjadi bumerang.
Adalah seorang M Hanif
Dhakiri yang merespon dalam akun Twiternya "Saya anak babu, ibu saya
bekerja menjadi TKI secara terhormat, tidak mengemis, tidak sakiti orang, tidak
curi uang rakyat. Saya bangga pada ibu #MaafkanFahriBu,"
Istilah BABU dan
MENGEMIS itu, membuat M Hanif Dhakiri merasa dilecehkan, karena sekedar untuk
diketahui Hanif yang kini menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja pernah
ditinggal ibunya menjadi TKI selama 6 tahun.
Tidak hanya Hanif yang
merasa keberatan, 55 Organisasi Buruh Migran Indonesia di Hong Kong yang
tergabung dalam Lingkaran Aku Cinta Indonesia (LACI), mempersoalkan ungkapan
Fachri tersebut. Ketua LACI Nur Halimah mengatakan cuitan Fahri tersebut
merendahkan martabat pekerja Indonesia di luar negeri.
"Tahukah Bapak
bahwa kami ini pekerja bukan babu. Kami mempunyai harkat dan martabat. Kami
melakukan pekerjaan yang halal dengan setiap tetesan keringat kami, bukan hasil
korupsi apalagi hasil mengemis! Perjuangan yang kami lakukan di sini telah
memberikan penghidupan yang lebih layak bagi keluarga kami di kampung halaman,
serta memberikan anak kami pendidikan dan jaminan kesehatan yang lebih
baik," kata Halimah melalui
keterangan tertulis yang dimuat oleh detikcom, Selasa (24/1).
Kekurangcermatan Fachri
dalam memilih kata ini telah membuat
kegaduhan tersendiri, maksud hati mungkin ingin menggugah hati banyak orang
untuk bangkit memikirkan nasib tenaga kerja lokal, tapi karena diungkapkan
dengan kata yang tidak tepat akhirnya menuai protes dari berbagai pihak.
Persoalannya kini bukan
lagi masalah lapangan kerja yang diserobot oleh tenaga kerja asing, tapi
beralih menjadi penistaan dengan istilah Babu dan Pengemis.
Barangkali inilah
pelajaran berharga buat Fachri, bahwa sebuah gagasan yang baik juga harus
diungkapkan dengan kata – kata yang baik
0 comments:
Post a Comment