Wacana reshuffle kembali membahana setelah pemerintahan SBY-Boediono hampir mencapai 2 tahun, ditahun ini saja sudah berkali-kali mencuat. Bulan Juli yang lalu UKP 4 menyampaikan hasil evaluasinya 50 % kinerja menteri sekarang ini mendapat nilai merah alias tak becus bekerja.
Sekarang ini
sejumlah kementerian didera oleh isu dugaan korupsi. Di Kemnakertrans,
muncul dugaan suap yang melibatkan dua pejabat di kementerian dan
seorang rekanan, bahkan sampai menyentuh nama Menannakertran Muhaimin
Iskandar. Selain itu, di Kemenpora muncul pula dugaan suap pembangunan Wisma Atlet yang melibatkan Sekretaris
Menpora Wafid Muharam, serta menyeret ama lain seperti mantan Bendahara
Umum Partai Demokrat M Nazaruddin, Ketua Umum PD Anas Urbaningrum dan
juga bermuara ke nama Menpora Andi Malarangeng.
Sebagaimana
biasanya, setiap muncul isu reshuffle maka Parpolpun ikut berbicara,
terutama parpol yang berkoalisi dengan Partai Demokrat sebagai Partai
Pemerintah, atau yang biasa disebut sebagai anggota Setgab. Inti
ungkapan kalangan elite parpol koalisi itu tak lain adalah soal siapa
mendapat apa, atau lazimnya dikenal dengan istilah bagi-bagi kekuasaan.
Presiden
SBY sendiri terkadang seakan terperangkap dalam kesepakatan dengan
Parpol pendukungnya saat membangum koalisi dimasa yang lalu, dimana
mungkin saat itu dibuat kesepakatan-kesepakatan yang mengikat sehingga
dia tidak begitu leluasa menggunakan hak prerogatifnya.
Pergantian
kabinet selayaknya ditujukan untuk kepentingan meningkatkan kinerja
pemerintah, menteri sebagai pembantu presiden dituntut memenuhi janjinya
dan bekerja dengan baik dan sungguh-sungguh, sehingga apa
yang dijanjikan presiden sewaktu berkampanye dulu bisa diwujudkan
semasa pemerintahannya. Para menteri yang tidak bekerja maksimal atau bahkan menjadi beban bagi presiden untuk apa dipertahankan.
Presiden
dimasa kampanyenya dulu berjanji akan berada dibarisan paling depan
dalam membasmi korupsi, kenyataannya saat ini banyak koruptor yang
berlindung diketiak para menteri kabinetnya, inilah yang perlu dibenahi.
Pergantian
kabinet selayaknya dibarengi dengan perubahan kinerja dan pembenahan
birokrasi dijajarannya, termasuk merubah pola pikir para pejabat
dibawahnya sebagai pelayan publik dan bukan kaum feodal yang minta
dilayani oleh publik. Oleh karenanya Presiden tidak hanya menitik
beratkan pada pertimbangan dukungan Parpol, tapi lebih pada
profesionalitas seseorang. Dukungan Parpol itu memang dibutuhkan, tapi
itu saja tidak cukup, karena rakyat saat ini sedang menunggu presiden untuk memenuhi janjinya terdahulu, yakni meningkatkan kesejahteraan bangsa serta memberantas korupsi
Singkat kata, reshuffle kabinet adalah perubahan kearah yang lebih baik, bukan hanya sekedar pergantian personel yang didasari
oleh pertimbangan berbagi kekuasaan, jika pola bagi-bagi kekuasaan
masih tetap diteruskan maka reshuffle kabinet ini hanya bagikan seekor
ular yang berganti kulit, isinya tetap saja ular yang berbisa.
0 comments:
Post a Comment